
RS Wajib Benahi Akreditasi Demi Pasien Peserta BPJS Kesehatan
Yanurisa Ananta, CNBC Indonesia
02 May 2019 16:09

Jakarta, CNBC Indonesia - BPJS Kesehatan mewajibkan rumah sakit (RS) yang ingin bermitra sudah harus terakreditasi pada 30 Juni 2019 mendatang. Hal itu sesuai surat rekomendasi pemerintah kepada beberapa RS mitra BPJS Kesehatan yang belum terakreditasi.
"Kita sudah berkali-kali mengingatkan rumah sakit untuk mengurus akreditasi. Awal tahun lalu, pemerintah sudah memberi kesempatan kepada rumah sakit yang belum melaksanakan akreditasi untuk melakukan pembenahan dan perbaikan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan," kata Deputi Direksi Bidang Jaminan Pembiayaan Kesehatan BPJS Kesehatan Budi Mohammad Arief melalui keterangan tertulis yang diterima CNBC, Kamis (2/5/2019).
Sebelumnya, pada 11 Februari 2019, Dirjen Pelayanan Kesehatan Kemenkes juga sudah mengirimkan pemberitahuan bagi rumah sakit agar segera terakreditasi.
Budi menjelaskan, akreditasi merupakan persyaratan bagi rumah sakit yang bekerja sama dengan BPJS Kesehatan. Aturan akreditasi harusnya diberlakukan sejak awal tahun 2014 seiring dengan pelaksanaan Program JKN-KIS.
Namun, ketentuan diperpanjang hingga 1 Januari 2019 sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan (PMK) Nomor 99 Tahun 2015 tentang perubahan PMK 71 Tahun 2013 Pasal 41 ayat (3).
"Kami berharap rumah sakit bisa memanfaatkan toleransi yang sudah diberikan pemerintah sampai 30 Juni 2019 tersebut untuk segera menyelesaikan akreditasinya," tegasnya.
Fasilitas kesehatan yang bekerja sama dengan BPJS Kesehatan wajib memperbarui kontraknya setiap tahun. Jika tidak maka 'partnership' dengan BPJS Kesehatan bisa tidak berjalan.
Hingga akhir April 2019, terdapat 2.428 Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjutan (FKRTL) yang bekerja sama dengan BPJS Kesehatan, terdiri atas 2.202 rumah sakit dan 226 klinik utama. Budi menjelaskan, dari 720 rumah sakit mitra BPJS Kesehatan pada Desember 2018 lalu belum terakreditasi, saat ini jumlahnya menurun menjadi 271 rumah sakit.
Namun demikian, putusnya kerja sama rumah sakit dengan BPJS Kesehatan bukan hanya karena faktor akreditasi. Ada juga rumah sakit yang diputus kerja samanya karena tidak lolos administrasinya dan sudah tidak beroperasi, atau Surat Izin Operasionalnya sudah habis masa berlakunya.
Beberapa rumah sakit di Jabodetabek diketahui tak lagi bekerja sama dengan BPJS Kesehatan. Padahal, rumah sakit tersebut menangani pasien yang memiliki penyakit cukup berat hingga mengharuskan cuci darah.
Pengurus Pusat Komunitas Pasien Cuci Darah Indonesia (KPCDI) mengeluhkan adanya pemutusan kontrak antara BPJS Kesehatan dengan beberapa rumah sakit.
"Ada beberapa rumah sakit tiba-tiba memberikan surat edaran ke pasien yang cuci darah bahwa akan ada pemutusan kontrak. Kami menerima informasi ini sejak kemarin. Setelah ada pemutusan kontrak dengan BPJS Kesehatan maka pasien harus membayar sendiri," kata Ketua Umum KPCDI Tony Samosir kepada CNBC Indonesia, Kamis (2/5/2019).
(dru) Next Article Terungkap! Tunggakan BPJS Kesehatan ke Rumah Sakit Rp 1,72 T
"Kita sudah berkali-kali mengingatkan rumah sakit untuk mengurus akreditasi. Awal tahun lalu, pemerintah sudah memberi kesempatan kepada rumah sakit yang belum melaksanakan akreditasi untuk melakukan pembenahan dan perbaikan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan," kata Deputi Direksi Bidang Jaminan Pembiayaan Kesehatan BPJS Kesehatan Budi Mohammad Arief melalui keterangan tertulis yang diterima CNBC, Kamis (2/5/2019).
Sebelumnya, pada 11 Februari 2019, Dirjen Pelayanan Kesehatan Kemenkes juga sudah mengirimkan pemberitahuan bagi rumah sakit agar segera terakreditasi.
Namun, ketentuan diperpanjang hingga 1 Januari 2019 sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan (PMK) Nomor 99 Tahun 2015 tentang perubahan PMK 71 Tahun 2013 Pasal 41 ayat (3).
"Kami berharap rumah sakit bisa memanfaatkan toleransi yang sudah diberikan pemerintah sampai 30 Juni 2019 tersebut untuk segera menyelesaikan akreditasinya," tegasnya.
Fasilitas kesehatan yang bekerja sama dengan BPJS Kesehatan wajib memperbarui kontraknya setiap tahun. Jika tidak maka 'partnership' dengan BPJS Kesehatan bisa tidak berjalan.
Hingga akhir April 2019, terdapat 2.428 Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjutan (FKRTL) yang bekerja sama dengan BPJS Kesehatan, terdiri atas 2.202 rumah sakit dan 226 klinik utama. Budi menjelaskan, dari 720 rumah sakit mitra BPJS Kesehatan pada Desember 2018 lalu belum terakreditasi, saat ini jumlahnya menurun menjadi 271 rumah sakit.
Namun demikian, putusnya kerja sama rumah sakit dengan BPJS Kesehatan bukan hanya karena faktor akreditasi. Ada juga rumah sakit yang diputus kerja samanya karena tidak lolos administrasinya dan sudah tidak beroperasi, atau Surat Izin Operasionalnya sudah habis masa berlakunya.
Beberapa rumah sakit di Jabodetabek diketahui tak lagi bekerja sama dengan BPJS Kesehatan. Padahal, rumah sakit tersebut menangani pasien yang memiliki penyakit cukup berat hingga mengharuskan cuci darah.
Pengurus Pusat Komunitas Pasien Cuci Darah Indonesia (KPCDI) mengeluhkan adanya pemutusan kontrak antara BPJS Kesehatan dengan beberapa rumah sakit.
"Ada beberapa rumah sakit tiba-tiba memberikan surat edaran ke pasien yang cuci darah bahwa akan ada pemutusan kontrak. Kami menerima informasi ini sejak kemarin. Setelah ada pemutusan kontrak dengan BPJS Kesehatan maka pasien harus membayar sendiri," kata Ketua Umum KPCDI Tony Samosir kepada CNBC Indonesia, Kamis (2/5/2019).
(dru) Next Article Terungkap! Tunggakan BPJS Kesehatan ke Rumah Sakit Rp 1,72 T
Most Popular