Jokowi Mau Tambah Menteri, Ketua KPK: Sudah Terlalu Banyak

Chandra Gian Asmara, CNBC Indonesia
13 March 2019 18:29
Presiden Joko Widodo (Jokowi) memunculkan wacana untuk menambah Menteri baru.
Foto: CNBC Indonesia/Muhammad Sabki
Jakarta, CNBC Indonesia - Bukan kali pertama Presiden Joko Widodo (Jokowi) memunculkan wacana untuk menambah nomenklatur baru. Dalam berbagai kesempatan, kepala negara memang kerap kali melontarkan wacana pembentukan lembaga baru.

Terbaru, saat memberikan pengarahan dalam rapat kerja nasional Badan Koordnasi Penanaman Modal (BKPM), Selasa (12/3/2019), Jokowi menginginkan adanya dua menteri khusus yang mengurusi persoalan investasi dan ekspor nasional.

Keinginan itu tak lepas dari realisasi investasi sepanjang tahun lalu yang tak mencapai target dan kalah dibandingkan negara tetangga, serta kinerja ekspor domestik yang dalam beberapa tahun terakhir pertumbuhannya cukup fluktuatif.

Meski demikian, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) justru merasa struktur kelembagaan yang dimiliki pemerintah Indonesia saat ini sudah jauh lebih dari cukup. Penambahan nomenklatur, justru akan membuat sistem semakin tumpang tindih.

Ketua KPK Sebut Menteri Jokowi KebanyakanFoto: CNBC Indonesia/Muhammad Sabki


"Kalau menurut saya yang ada sekarang itu kebanyakan. Tumpang tindihnya terjadi," kata Ketua KPK Agus Rahardjo di kompleks kepresidenan, Rabu (13/3/2019).

"Saya sering nyebut, Amerika menterinya 17. Kita 34. Itu masih ditambah banyak lembaga jadi mendekati 85. Itu kan harus dilihat," jelasnya.

Agus menjelaskan, nomenklatur berlebih dan tak sesuai dengan fungsi selayaknya bisa memicu terjadinya korupsi. Malah, sambung dia, organisasi yang ada saat ini lebih baik disatukan.



"Misalkan yang ngurusi pegawai negeri. Hari ini banyak banget ada MenPAN, BKN, KASN, apa tidak bisa itu misalkan satu kementerian, itu jadi deputi-deputinya? Jadi right sizing harus dilakukan," katanya.

"Seperti yang ngurusi laut. Kalau di banyak negara, pertahanan navy yang di dalam coast guard. Kita banyak. Coba lihat polisi air, KPLP-nya kementerian perhubungan, kapalnya bu Susi [Menteri KKP] juga nyidik. Apa tidak bisa itu?," jelasnya.

Meski begitu, Agus menegaskan bahwa perubahan tersebut mau tidak mau harus mengubah dasar hukum yang sudah berlaku. Namun, nomenklatur yang ramping bisa mencegah terjadinya tindakan kolusi yang bisa merugikan keuangan negara.

Dalam acara Peyerahan Dokumen Aksi Pencegahan Korupsi 2019 - 2020 dan Laporan Pelaksanaan Strategi Nasional Korupsi 2019, KPK memang sempat berbicara mengenai reformasi birokrasi pemerintah.

"Kami berharap tidak ada penambahan organisasi baru. Kalaupun ada, mari dilihat. Kalau perlu efektifkan kerja kita. Mungkin organisasi yang ada perlu dievaluasi dan digabungkan," jelasnya.




(dru) Next Article Permudah Prosedur Bansos, Jokowi Minta Diawasi KPK

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular