Sudahkah Pembangunan Infrastruktur Era Jokowi Tepat Sasaran?

Muhammad Choirul Anwar, CNBC Indonesia
27 February 2019 17:12
Biaya logistik RI dibanding negara lain masih lebih tinggi.
Foto: Jalan Tol Layang Jakarta-Cikampek (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Jakarta, CNBC Indonesia - Segenap stakeholder menghadiri sebuah diskusi bertema 'Membangun Infrastruktur yang Tepat Sasaran' di Lobby Lounge Hotel Millenium Sirih, Jakarta Pusat, Rabu (27/2/2019). Beragam persoalan dibedah, baik infrastruktur darat, laut, maupun udara.

Direktur Eksekutif INDEF, Enny Sri Hartati, menilai bahwa saat ini ketertinggalan infrastruktur RI masih jauh di belakang negara lain. Hal itu juga tercermin melalui terbatasnya minat investasi.

"Dengan banyaknya kebutuhan infrastruktur, ini harus ada skala prioritas. Ini bisa dilakukan kalau ada perencanaan matang. Bukan apa yang dibangun, tapi butuh apa. Lalu berapa opportunity cost-nya," ungkapnya.



Dia menyatakan, bukan tidak setuju dengan percepatan pembangunan infrastruktur. Hanya saja, menurutnya, harus ada studi kelayakan yang benar-benar komprehensif, terutama karena ini pembangunan pemerintah.

"Dengan adanya opportunity, bisa meningkatkan daya saing, penurunan biaya, maka akan ada comparative competitiveness. Ini akan tingkatkan daya saing dan ini timbulkan kepercayaan diri dari para pelaku usaha dari indeks tendensi bisnis," urainya.

Selain itu juga diperlukan sinergitas lintas sektor sebagai solusi jangka panjang dalam menghadapi persoalan. Dia menyebut, banyak persoalan yang terjadi dihadapi dengan solusi yang kurang tepat.

"Biaya kargo mahal yang disalahkan avtur padahal kan pajaknya. Dan itu dari tahun kapan masalahnya," urainya.

"Sepanjang semua kebijakan direncanakan secara matang dan melibatkan stakeholder usaha yang menjadi subjek dampak infrastruktur, maka itu yang akan semakin cepat," lanjutnya.

Sudahkah Pembangunan Infrastruktur Era Jokowi Tepat Sasaran?Foto: Infografis/Harga Avtur/Edward Ricardo


Wakil Ketua Umum Asosiasi Perusahaan Jasa Pengiriman Ekspres, Pos dan Logistik Indonesia (Asperindo), Budi Paryanto, berharap, klaim keberhasilan pemerintah dalam membangun infrastruktur tidak mengkhianati pemanfaatannya.

Ucapan itu terungkap karena dia melihat pemanfaatan infrastruktur yang terbangun masih amat minim. Dikatakan, tata kelola dan regulasi terkait, masih banyak menghambat sehingga tidak mungkin infrastruktur dimaksimalkan.

"Banyak dibangun bandara baru yang celakanya pembangunan sektor kargo menjadi prioritas ke sekian. Di Kualanamu contohnya, dari turun bagasi pesawat, bongkar bisa dua jam lebih. Ini sangat lama," keluhnya.



Hal demikian juga terjadi dalam pengiriman barang melalui jalur laut. Asperindo bahkan merasa menjadi anak tiri dalam hal mendapatkan layanan.

"Dermaga bongkar angkutan kargo masih juga prioritas ke sekian. Ada semen masuk, kapal kita minggir, ada sembako masuk kita minggir," tuturnya.

"Ini menjadi hambatan, di tengah angkutan udara naik 300 persen, ada pilihan lain ternyata juga ada kendala," tandasnya.

Di sisi lain, pengiriman lewat darat juga terhambat oleh mahalnya tarif tol. Selama ini, banyak sopir mengeluh karena penerapan tarif dilakukan secara tiba-tiba, bukan bertahap.

"Harusnya bisa dibikin naik pelan-pelan agar senang lewat tol. Regulasi kurang mendukung, tata kelola harus diperbaiki," imbuhnya.

Sudahkah Pembangunan Infrastruktur Era Jokowi Tepat Sasaran?Foto: PT Jasa Marga Tbk melalui kelompok usahanya PT Jasamarga Properti (JMP) bersinergi dengan Pertamina menambah menyiapkan delapan Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) di koridor Tol Trans Jawa. (CNBC Indonesia/Muhammad Chairul)


Carmelita Hartoto selaku Ketua Umum Indonesian National Shipowners' Association, menyoroti masih tingginya disparitas harga antarwilayah. Sebab, selama ini pembangunan masih terfokus di Jawa dan Sumatera saja.

Di sisi lain, banyak mata rantai yang belum terurai dengan baik sehingga membuat cost sulit dikendalikan.

"Mereka ada oknumlah ya atau orang yang selama ini berusaha bisnisnya di situ. Pada saat barang di daerah, harga tetap tidak turun karena mereka sudah biasa jual dengan harga itu. Jadi ya sulit," kata Carmelita.



Danis Sumadilaga selaku Direktur Jenderal Cipta Karya Kementrian PUPR mengakui bahwa biaya logistik RI dibanding negara lain masih lebih tinggi. Dikatakan, biaya logistik masih menempati angka 24% dari GDP. Padahal, di negara lain ada yang di bawah 15% bahkan hanya 10%.

"Kementerian PUPR sangat concern melalui integrasi transportasi multimoda. Dari pelabuhan, akan melalui jalan rel atau kombinasi terhadap itu. Ini dalam rangka mendukung sistem logistik nasional," tandasnya.

Simak video terkait langkah Kementerian PUPR membangun Trans Papua di bawah ini.

[Gambas:Video CNBC]


(miq/miq) Next Article Pemerintah Cari Investor Proyek Jalan Rp 57,18 T, Minat?

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular