Layakkah Jokowi Disebut Bapak Infrastruktur?

Anthony Kevin, CNBC Indonesia
17 February 2019 18:57
Layakkah Jokowi Disebut Bapak Infrastruktur?
Foto: Infografis/Tarif Tol Trans Jawa/Arie Pratama
Jakarta, CNBC Indonesia - Belum lama ini, Kantor Staf Presiden (KSP) buka suara mengenai tudingan sejumlah pihak yang kerap menyebut pembangunan infrastruktur yang digenjot pemerintah Joko Widodo (Jokowi) berbau politis.

Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko kemudian membantah tundingan tersebut. Tidak benar bahwa pembangunan infrastruktur yang digenjot pemerintah hanya digunakan sebagai alat untuk mendapatkan suara di Pilpres 2019.

"Kalau Presiden, atau pak Jokowi ingin membangun hanya berorientasi pencapaian voters, untuk mencari suara pada 2019, pak Jokowi cukup membangun infrastruktur di Jawa," kata Moeldoko, Jumat (8/2/2019).

Lebih lanjut, Moeldoko menjelaskan bahwa di beberapa daerah ada yang menyebut Jokowi sebagai bapaknya infrastruktur Indonesia. Ucapan Moeldoko kemudian mengingatkan akan sosok Presiden RI ke-2 yang disebut sebagai Bapak Pembangunan.

Lantas, layakkah Jokowi disebut sebagai Bapak Infrastruktur-nya Indonesia?

Semenjak resmi mengambil alih takhta kepemimpinan tertinggi di Indonesia dari Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) pada Oktober 2014, Jokowi memang begitu giat membangun infrastruktur.

Layakkah Jokowi Disebut Bapak Infrastruktur?Foto: infografis/infografis Bak Bandung Bondowoso: Jokowi Kebut Proyek Infrastruktur Dalam 4 Tahun/Aristya Rahadian Krisabella


Terhitung selama SBY menjabat sebagai presiden selama 10 tahun (2005-2014), total infrastruktur yang dibangun menggunakan dana pemerintah pusat adalah senilai Rp 343,7 triliun. Sementara itu, 3 tahun Presiden Jokowi menjabat (2015-2017), dana yang dikeluarkan sudah mencapai Rp 235,5 triliun atau setara dengan 69% dari yang dicatatkan SBY selama 10 tahun.

Sebagai catatan, tahun 2004 tak dihitung untuk SBY karena baru menjabat pada bulan Oktober atau kurang dari 3 bulan sebelum tutup tahun. Hal yang sama berlaku untuk Jokowi. Tahun 2014 tak dimasukkan.

Perlu diketahui bahwa data untuk tahun 2018 belum dirilis. Jika data untuk tahun 2018 sudah dirilis, bukan tak mungkin apa yang dicapai SBY dalam 10 tahun bisa dilewati Jokowi hanya dalam 4 tahun.

Selain gelontoran dana yang terbilang besar, pembangunan infrastruktur di era Jokowi terbukti lebih menyeluruh. Dari total infrastruktur yang dibangun menggunakan dana pemerintah pusat zaman SBY senilai Rp 343,7 triliun, sebanyak Rp 169,2 triliun atau setara dengan 49,2% dialokasikan di provinsi DKI Jakarta, Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Jawa Barat. Tak ayal jika pembangunan zaman SBY sering disebut sebagai Jawa-sentris.

Alokasi dana ke provinsi DKI Jakarta merupakan yang paling besar di zaman SBY, yakni senilai Rp 85,2 triliun atau setara dengan 24,8%.

Beralih ke zaman Jokowi, terlihat pemerintah sudah tak lagi Jawa-sentris. Sepanjang 2015-2017, pemerintah pusat hanya mengalokasikan 33,8% anggaran untuk membangun infrastruktur di provinsi DKI Jakarta, Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Jawa Barat. Sementara sisanya (Rp 156 triliun atau 66,2%) dialokasikan ke provinsi-provinsi lainnya di Indonesia.

Dalam 3 tahun, anggaran pemerintah pusat untuk membangun infrastruktur di provinsi DKI Jakarta adalah Rp 38,4 triliun atau setara dengan 16,3% saja, jauh lebih rendah dibandingkan SBY yang mengalokasikan dana sebesar nyaris 25% untuk ‘memanjakan’ ibu kota.

Lantaran pemerintah pusat tak lagi Jawa-sentris dalam membangun infrastruktur, ketimpangan di Indonesia pun menjadi bisa ditekan. Hal ini bisa dilihat dari angka rasio gini yang berada dalam tren penurunan dalam masa pemerintahan Jokowi. Sementara di zaman SBY, justru rasio gini terus menanjak naik, menunjukkan semakin parahnya ketimpangan di tanah air.

  Kala pemerintah menaruh perhatian lebih ke provinsi-provinsi yang memang memerlukan gelontoran dana untuk membangun infrastruktur, potensi ekonomi yang ada di daerah tersebut menjadi bisa dimaksimalkan dengan lebih baik. Tingkat pengangguran dan kemiskinan bisa ditekan, dana pada akhirnya ketimpangan bisa diatasi.

Per 2014, tingkat pengangguran di Indonesia adalah sebesar 5,94%, sementara tingkat kemiskinan berada di level 10,96%. Kini, tingkat pengangguran telah turun menjadi 5,34%, sementara tingkat kemiskinan turun hingga ke level 1-digit yakni 9,66%.

Dengan melihat fakta-fakta yang ada, rasanya memang pantas jika Jokowi disebut sebagai Bapak Infrastruktur. Jutaan masyarakat Indonesia di berbagai daerah terbukti telah merasakan dampak dari masifnya pembangunan infrastruktur yang dilakukan oleh mantan Walikota Solo tersebut.

TIM RISET CNBC INDONESIA
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular