
Sentimen Global Pekan ini, Masih Dominasi AS-China-Korut
Iswari Anggit, CNBC Indonesia
09 February 2019 17:58

Jakarta, CNBC Indonesia - Dalam sepekan ini, banyak peristiwa ekonomi yang terjadi, baik ekonomi global maupun dalam negeri. Rentetan kejadian ini menjadi sentimen yang menggerakkan pasar keuangan global yang juga berimbas ke pengambil kebijakan di Indonesia.
Berikut rangkuman peristiwa-peristiwa penting yang terjadi di sektor ekonomi, selama sepekan per 8 Februari.
Perang Dagang antara AS dan Cina
Peristiwa perang dagang tampaknya telah mengguncang ekonomi global bahkan sejak tahun lalu. Berbagai bentuk pertemuan untuk membahas perjanjian dan kesepakatan antara Presiden AS Donald Trump dan Presiden China Xi Jinping, serta perwakilan kedua negara pun telah ditempuh. Namun hingga saat ini, keduanya masih jauh dari kata "damai".
Kesepakatan AS dan Korea Utara Soal Nuklir
Jika perang dagang antara AS dan Cina masih membawa sentimen negatif bagi ekonomi global, hubungan AS dan Korea Utara berangsur membaik. Presiden Trump mengatakan ada peluang yang baik dengan Presiden Kim Jong Un, terkait pelucutan senjata nuklir.
Bahkan, dalam pidato kenegaraannya, Trump juga menyatakan ia menyukai Kim, dan merasa memiliki chemistry atau kecocokan. Keduanya akan segera bertemu di Vietnam, pada Hari Rabu 27 Februari - Kamis 28 Februari 2019 mendatang, dan semoga saja peluang baik itu benar-benar terjadi.
Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Tahun 2018
Dari dalam negeri, pada Rabu (6/2/2019), Kepala BPS Suhariyanto merilis angka pertumbuhan ekonomi RI pada tahun 2018 sebesar 5,17%. Angka ini rupanya masih jauh dari target 7%, yang digadang-gadang Presiden Joko Widodo dan Wakilnya Jusuf Kalla, di awal masa pemerintahan keduanya sejak tahun 2014.
Cadangan Devisa Januari 2019
Bank Indonesia (BI) mengumumkan cadangan devisa di akhir Januari 2019 mencapai US$ 120,1 miliar, Kamis (7/2/2019). Jumlah tersebut turun sedikit dari posisi di akhir Desember 2018 yang mencapai US$ 120,7 miliar.
Dalam pernyataan resminya, Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI Agusman menjelaskan bahwa penurunan cadangan devisa terjadi karena digunakan untuk membayar ULN (Utang Luar Negeri) pemerintah. Meskipun demikian, Agusman menyampaikan bahwa cadangan devisa saat ini masih aman karena setara dengan pembiayaan 6,7 bulan impor atau 6,5 bulan impor.
Neraca Pembayaran Indonesia (NPI).
Data BI, NPI pada kuartal IV-2018 tercatat surplus sebesar US$ 5,4 miliar, dan ini merupakan surplus pertama di tahun 2018. Meskipun demikian, NPI keseluruhan tahun 2018 justru menunjukkan defisit sebesar US$ 7,1 miliar. Bahkan, defisit tersebut merupakan yang terparah sejak tahun 2013.
Salah satu penyebabnya adalah neraca non migas yang performanya melemah dibanding tahun sebelumnya. Surplus neraca non-migas pada tahun 2018 hanya sebesar US$ 11,1 miliar, angka ini jauh berkurang ketimbang surplus di tahun 2017 yang mencapai US$ 25,2 miliar.
Defisit Transaksi Berjalan (Current Account Defisit/ CAD)
Berita penting lainnya, masih datang dari kondisi ekonomi dalam negeri, selain pertumbuhan ekonomi dan sisa cadangan devisa yang telah dirilis oleh BPS dan BI. Pada Jumat (8/2/2019) BI memandang kinerja transaksi berjalan atau current account masih terkendali. Defisitnya terjaga di bawah 3% dari PDB, yakni 2,98%.
Pada triwulan IV-2018, CAD membengkak hingga 3,57% dari PDB. Lagi-lagi, impor terutama impor nonmigas menjadi penyebab utama terjadinya CAD. Selain itu, defisit juga didorong oleh peningkatan impor minyak seiring peningkatan rerata harga minyak dunia dan konsumsi BBM domestik.
Transaksi Modal dan Finansial (TMF)
Bank Indonesia mengungkapkan kepercayaan investor asing atas perekonomian Indonesia masih tinggi. Hal ini terbukti dengan angka neraca TMF yang surplus, baik pada kuartal IV/ 2018 (Q418) maupun sepanjang tahun atau full year.
Data BI mencatat, pada Q418, surplus TMF mencapai US$ 15,7 miliar, naik signifikan dari Q318 yang hanya US$ 3,9 miliar. Adapun sepanjang tahun lalu, TMF juga mencatatkan surplus US$ 25,2 miliar.
(tas) Next Article Perang Rusia-Ukraina Minggir, Perang Dagang AS-China Deadline
Berikut rangkuman peristiwa-peristiwa penting yang terjadi di sektor ekonomi, selama sepekan per 8 Februari.
Perang Dagang antara AS dan Cina
![]() |
Peristiwa perang dagang tampaknya telah mengguncang ekonomi global bahkan sejak tahun lalu. Berbagai bentuk pertemuan untuk membahas perjanjian dan kesepakatan antara Presiden AS Donald Trump dan Presiden China Xi Jinping, serta perwakilan kedua negara pun telah ditempuh. Namun hingga saat ini, keduanya masih jauh dari kata "damai".
Kesepakatan AS dan Korea Utara Soal Nuklir
Jika perang dagang antara AS dan Cina masih membawa sentimen negatif bagi ekonomi global, hubungan AS dan Korea Utara berangsur membaik. Presiden Trump mengatakan ada peluang yang baik dengan Presiden Kim Jong Un, terkait pelucutan senjata nuklir.
Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Tahun 2018
Dari dalam negeri, pada Rabu (6/2/2019), Kepala BPS Suhariyanto merilis angka pertumbuhan ekonomi RI pada tahun 2018 sebesar 5,17%. Angka ini rupanya masih jauh dari target 7%, yang digadang-gadang Presiden Joko Widodo dan Wakilnya Jusuf Kalla, di awal masa pemerintahan keduanya sejak tahun 2014.
Cadangan Devisa Januari 2019
![]() |
Bank Indonesia (BI) mengumumkan cadangan devisa di akhir Januari 2019 mencapai US$ 120,1 miliar, Kamis (7/2/2019). Jumlah tersebut turun sedikit dari posisi di akhir Desember 2018 yang mencapai US$ 120,7 miliar.
Dalam pernyataan resminya, Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI Agusman menjelaskan bahwa penurunan cadangan devisa terjadi karena digunakan untuk membayar ULN (Utang Luar Negeri) pemerintah. Meskipun demikian, Agusman menyampaikan bahwa cadangan devisa saat ini masih aman karena setara dengan pembiayaan 6,7 bulan impor atau 6,5 bulan impor.
Neraca Pembayaran Indonesia (NPI).
Data BI, NPI pada kuartal IV-2018 tercatat surplus sebesar US$ 5,4 miliar, dan ini merupakan surplus pertama di tahun 2018. Meskipun demikian, NPI keseluruhan tahun 2018 justru menunjukkan defisit sebesar US$ 7,1 miliar. Bahkan, defisit tersebut merupakan yang terparah sejak tahun 2013.
Salah satu penyebabnya adalah neraca non migas yang performanya melemah dibanding tahun sebelumnya. Surplus neraca non-migas pada tahun 2018 hanya sebesar US$ 11,1 miliar, angka ini jauh berkurang ketimbang surplus di tahun 2017 yang mencapai US$ 25,2 miliar.
Defisit Transaksi Berjalan (Current Account Defisit/ CAD)
Berita penting lainnya, masih datang dari kondisi ekonomi dalam negeri, selain pertumbuhan ekonomi dan sisa cadangan devisa yang telah dirilis oleh BPS dan BI. Pada Jumat (8/2/2019) BI memandang kinerja transaksi berjalan atau current account masih terkendali. Defisitnya terjaga di bawah 3% dari PDB, yakni 2,98%.
Pada triwulan IV-2018, CAD membengkak hingga 3,57% dari PDB. Lagi-lagi, impor terutama impor nonmigas menjadi penyebab utama terjadinya CAD. Selain itu, defisit juga didorong oleh peningkatan impor minyak seiring peningkatan rerata harga minyak dunia dan konsumsi BBM domestik.
Transaksi Modal dan Finansial (TMF)
Bank Indonesia mengungkapkan kepercayaan investor asing atas perekonomian Indonesia masih tinggi. Hal ini terbukti dengan angka neraca TMF yang surplus, baik pada kuartal IV/ 2018 (Q418) maupun sepanjang tahun atau full year.
Data BI mencatat, pada Q418, surplus TMF mencapai US$ 15,7 miliar, naik signifikan dari Q318 yang hanya US$ 3,9 miliar. Adapun sepanjang tahun lalu, TMF juga mencatatkan surplus US$ 25,2 miliar.
(tas) Next Article Perang Rusia-Ukraina Minggir, Perang Dagang AS-China Deadline
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular