
Ini Ramalan WoodMac Soal Industri Baterai dan Mobil Listrik
Gustidha Budiartie, CNBC Indonesia
24 January 2019 17:34

Jakarta, CNBC Indonesia- Wood Mackenzie merilis hasil risetnya terkait perkembangan industri pertambangan, terutama dengan kondisi industri China. Dalam rilisnya, lembaga internasional ini juga menyinggung soal potensi industri baterai dan mobil listrik.
Seperti diketahui, Indonesia tengah gencar mengkampanyekan gerakan hijrah dari gunakan mobil berbahan bakar minyak (BBM) ke listrik. Ini dilakukan demi menekan impor BBM yang semakin tinggi, juga untuk udara lebih baik.
Meski Wood Mac tidak menyinggung khusus soal RI dalam risetnya, namun tetap ditulis bahwa mobil listrik belakangan memang jadi tren di dunia. "Mobil listrik jadi perhatian di mana-mana, pemerintahan di seluruh dunia fokus dan mempromosikan mobil listrik dengan segala manfaatnya untuk lingkungan," tulis laporan Wood Mackenzie, Kamis (24/3/2019).
Paling memimpin di sektor ini adalah China yang andalkan mobil listrik untuk kurangi polusi. Berkatnya, penjualan mobil listrik 2018 tembus 2 juta unit. Separuh penjualan itu dicetak oleh China.
Kenaikan penjualan mobil listrik ini terjadi di tengah lesunya penjualan otomotif negeri tirai bambu tersebut. Untuk pertama kalinya produksi mobil di China turun, dan penjualan merosot 2,8% dibanding 2017 jadi 28,7 juta unit. Bayangkan jika tidak ada mobil listrik, angka tersebut bisa merosot lebih tajam.
Meski penjualan mobil listrik meroket hingga 2 juta unit, ini masih tidak seberapa dibanding penjualan seluruh mobil yang mencapai 80 juta unit atau hanya 2,6% dari total produksi.
Wood Mac memprediksi angka penjualan mobil konvensional masih merajai pasar hingga 10 tahun mendatang, meski jumlahnya turun jadi 74 juta unit. Sementara jumlah total produksi mobil bisa sampai 88 juta unit, setelah itu akan turun 1,35% terus hingga 2035.
"Ini menegaskan mobil dengan mesin pembakaran dalam masih akan dominan untuk beberapa tahun ke depan, baik untuk produksi baru atau yang sudah produksi."
Baterai Mobil Listrik
Wood Mac memaparkan baterai mobil listrik yang gunakan lithium-ion (atau terkadang nikel-metal hydride) berukuran lebih kecil ketimbang baterai mobil biasa dan hybrid. Riset Wood Mac mengatakan ukurannya bahkan 60% lebih kecil dibanding baterai mobil dengan sistem pembakaran internal, dan 35% lebih kecil dibanding mobil hybrid.
Dengan begini, konsumsi logam untuk baterai diperkirakan akan berkurang, tapi tidak tereleminir dengan kehadiran mobil listrik.
Di saat bersamaan, hadir juga mobil dengan teknologi start-stop. Di mana mobil berhenti otomatis saat kendaraan diam dan akan restart saat kendaraan bergerak lagi untuk kurangi konsumsi bahan bakar. Kebutuhan baterai untuk mobil jenis ini, atau dikenal SSV, diperkirakan akan naik terutama untuk pasar-pasar di Jepang dan Eropa. "Pertumbuhan mobil SSV ini juga naik hampir 20% di Amerika Serikat dan China, meski masih tumbuh secara acak."
Johnson Controls Inc, produsen baterai terbesar di dunia memperkirakan baterai untuk mobil SSV ini masih bisa naik hingga 50% sampai 2020.
(gus) Next Article Daftar Mobil-Motor Listrik di RI, Siap Dipinang DP 0%
Seperti diketahui, Indonesia tengah gencar mengkampanyekan gerakan hijrah dari gunakan mobil berbahan bakar minyak (BBM) ke listrik. Ini dilakukan demi menekan impor BBM yang semakin tinggi, juga untuk udara lebih baik.
Meski Wood Mac tidak menyinggung khusus soal RI dalam risetnya, namun tetap ditulis bahwa mobil listrik belakangan memang jadi tren di dunia. "Mobil listrik jadi perhatian di mana-mana, pemerintahan di seluruh dunia fokus dan mempromosikan mobil listrik dengan segala manfaatnya untuk lingkungan," tulis laporan Wood Mackenzie, Kamis (24/3/2019).
Paling memimpin di sektor ini adalah China yang andalkan mobil listrik untuk kurangi polusi. Berkatnya, penjualan mobil listrik 2018 tembus 2 juta unit. Separuh penjualan itu dicetak oleh China.
Kenaikan penjualan mobil listrik ini terjadi di tengah lesunya penjualan otomotif negeri tirai bambu tersebut. Untuk pertama kalinya produksi mobil di China turun, dan penjualan merosot 2,8% dibanding 2017 jadi 28,7 juta unit. Bayangkan jika tidak ada mobil listrik, angka tersebut bisa merosot lebih tajam.
Meski penjualan mobil listrik meroket hingga 2 juta unit, ini masih tidak seberapa dibanding penjualan seluruh mobil yang mencapai 80 juta unit atau hanya 2,6% dari total produksi.
Wood Mac memprediksi angka penjualan mobil konvensional masih merajai pasar hingga 10 tahun mendatang, meski jumlahnya turun jadi 74 juta unit. Sementara jumlah total produksi mobil bisa sampai 88 juta unit, setelah itu akan turun 1,35% terus hingga 2035.
"Ini menegaskan mobil dengan mesin pembakaran dalam masih akan dominan untuk beberapa tahun ke depan, baik untuk produksi baru atau yang sudah produksi."
Baterai Mobil Listrik
Wood Mac memaparkan baterai mobil listrik yang gunakan lithium-ion (atau terkadang nikel-metal hydride) berukuran lebih kecil ketimbang baterai mobil biasa dan hybrid. Riset Wood Mac mengatakan ukurannya bahkan 60% lebih kecil dibanding baterai mobil dengan sistem pembakaran internal, dan 35% lebih kecil dibanding mobil hybrid.
Dengan begini, konsumsi logam untuk baterai diperkirakan akan berkurang, tapi tidak tereleminir dengan kehadiran mobil listrik.
Di saat bersamaan, hadir juga mobil dengan teknologi start-stop. Di mana mobil berhenti otomatis saat kendaraan diam dan akan restart saat kendaraan bergerak lagi untuk kurangi konsumsi bahan bakar. Kebutuhan baterai untuk mobil jenis ini, atau dikenal SSV, diperkirakan akan naik terutama untuk pasar-pasar di Jepang dan Eropa. "Pertumbuhan mobil SSV ini juga naik hampir 20% di Amerika Serikat dan China, meski masih tumbuh secara acak."
Johnson Controls Inc, produsen baterai terbesar di dunia memperkirakan baterai untuk mobil SSV ini masih bisa naik hingga 50% sampai 2020.
(gus) Next Article Daftar Mobil-Motor Listrik di RI, Siap Dipinang DP 0%
Most Popular