
Keluar dari Jeratan Impor BBM, Jokowi Kebut Mobil Listrik
Anastasia Arvirianty, CNBC Indonesia
22 January 2019 09:15

Jakarta, CNBC Indonesia - Masifnya penggunaan kendaraan listrik di negara-negara maju di Eropa mendorong Presiden Joko Widodo (Jokowi) bercita-cita menghadirkan program kendaraan bermotor listrik di Indonesia.
Keinginan ini disampaikan Presiden Jokowi ketika memimpin rapat terbatas (ratas) dengan topik percepatan program kendaraan bermotor listrik di Kantor Presiden, Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (14/1/2019).
Dalam ratas tersebut, Jokowi menegaskan sudah banyak negara di dunia yang berlomba-lomba mengembangkan teknologi kendaraan bermotor listrik. Selain ramah lingkungan, kendaraan listrik juga bisa mengurangi ketergantungan energi fosil, sekaligus menekan impor Bahan Bakar Minyak (BBM) yang kian membengkak.
"Melalui kendaraan bermotor listrik, kita juga dapat mengurangi pemakaian BBM, mengurangi ketergantungan pada impor BBM yang berpotensi menghemat kurang lebih Rp 798 triliun," ujar Jokowi.
moni
Roadmap atau peta jalan soal kendaraan listrik tengah disusun dan dimasukan dalam Peraturan Presiden (Perspres), yang sudah dirancang sejak tahun lalu. Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto sebelumnya mengatakan Perpres Roadmap kendaraan listrik nasional akan diterbitkan sebelum akhir 2018. Tapi, sampai tahun berganti, beleid yang dinanti tak kunjung diteken.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan, dalam acara di Kampus Universitas Gajah Mada mengatakan Perpres tersebut bakal keluar dalam hitungan hari, karena saat ini sudah masuk pada tahap finalisasi.
Di sisi lain, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati pun telah menyiapkan insentif fiskal untuk mendukung pengembangan kendaraan bermotor listrik di Tanah Air. Dalam insentif ini, nantinya setiap tipe kendaraan listrik akan mendapatkan keringanan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM).
(tas) Next Article Jokowi: Indonesia Harus Segera Masuk Industri Mobil Listrik
Keinginan ini disampaikan Presiden Jokowi ketika memimpin rapat terbatas (ratas) dengan topik percepatan program kendaraan bermotor listrik di Kantor Presiden, Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (14/1/2019).
Dalam ratas tersebut, Jokowi menegaskan sudah banyak negara di dunia yang berlomba-lomba mengembangkan teknologi kendaraan bermotor listrik. Selain ramah lingkungan, kendaraan listrik juga bisa mengurangi ketergantungan energi fosil, sekaligus menekan impor Bahan Bakar Minyak (BBM) yang kian membengkak.
"Melalui kendaraan bermotor listrik, kita juga dapat mengurangi pemakaian BBM, mengurangi ketergantungan pada impor BBM yang berpotensi menghemat kurang lebih Rp 798 triliun," ujar Jokowi.
moni
Roadmap atau peta jalan soal kendaraan listrik tengah disusun dan dimasukan dalam Peraturan Presiden (Perspres), yang sudah dirancang sejak tahun lalu. Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto sebelumnya mengatakan Perpres Roadmap kendaraan listrik nasional akan diterbitkan sebelum akhir 2018. Tapi, sampai tahun berganti, beleid yang dinanti tak kunjung diteken.
Di sisi lain, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati pun telah menyiapkan insentif fiskal untuk mendukung pengembangan kendaraan bermotor listrik di Tanah Air. Dalam insentif ini, nantinya setiap tipe kendaraan listrik akan mendapatkan keringanan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM).
"Tarifnya, mungkin Menteri Perindustrian yang bisa menjelaskan. Kalau tidak salah, PPnBM-nya itu [direncanakan] lebih rendah sekitar 50% dibandingkan mobil biasa [berbahan bakar fosil]," ujar Menkeu usai rapat terbatas di Kantor Presiden, Senin (14/1/2019).
Selain itu, Sri Mulyani juga menyebutkan insentif lain juga telah disiapkan untuk mendukung industri pendukung kendaraan listrik dari sisi hulu, seperti industri baterai, industri charging station, serta industri komponen.
Adapun, insentif di sisi konsumen akan diawali dengan membebaskan Bea Masuk (BM) kendaraan listrik hingga 0% agar harga mobil listrik lebih kompetitif dengan mobil konvensional dan permintaan pasar tercipta di masyarakat.
Dari sisi infrastruktur, Direktur Bisnis Regional Jawa Bagian Timur, Bali, dan Nusa Tenggara PT PLN (Persero) Djoko Rahardjo Abumanan menuturkan, PLN sudah memiliki 1.500 stasiun pengisian daya listrik atau SPLU yang tersebar di berbagai daerah, seperti Labuan Bajo, Bali, dan sebagainya.
Namun, untuk menyediakan SPLU, skemanya ialah dengan melihat permintaan dan pasokan. Hal ini menurut Djoko yang menyebabkan jumlah SPLU belum begitu masif.
"SPLU itu ada dua tipe yang fast charging dan slow charging. PLN siapkan dua-duanya, tetapi menurut kajian kami, untuk yang slow charging, 85% pemilik kendaraan listrik mengisi dayanya di rumah," terang Djoko kepada CNBC Indonesia saat dihubungi Senin (21/1/2019).
Sebab itu, menurut Djoko, infrastruktur saat ini tidak efektif dan cukup memakan biaya. Untuk itu, kata Djoko, PLN saat ini fokus pada pembangunan stasiun pengisian daya untuk kendaraan listrik di bawah skema business-to-business, seperti kerja sama dengan armada bus dari operator transportasi umum milik negara Perum Damri dan operator bus milik Jakarta, PT Transjakarta.
Adapun, ketika dihubungi CNBC Indonesia, Senin (21/1/2019), External Communications Manager PT Pertamina (Persero) Arya Dwi Paramita menegaskan pihaknya masih tetap pada rencana untuk kembali mengembangkan SPLU.
Sebelumnya, Pertamina mendirikan pom listrik di SPBU Kuningan. Manajemen Pertamina sebelumnya berencana untuk kembali mengembangkan SPLU di awal 2019, letaknya ada di Pakubuwono, Jakarta Selatan.
Selain itu, Sri Mulyani juga menyebutkan insentif lain juga telah disiapkan untuk mendukung industri pendukung kendaraan listrik dari sisi hulu, seperti industri baterai, industri charging station, serta industri komponen.
Adapun, insentif di sisi konsumen akan diawali dengan membebaskan Bea Masuk (BM) kendaraan listrik hingga 0% agar harga mobil listrik lebih kompetitif dengan mobil konvensional dan permintaan pasar tercipta di masyarakat.
Dari sisi infrastruktur, Direktur Bisnis Regional Jawa Bagian Timur, Bali, dan Nusa Tenggara PT PLN (Persero) Djoko Rahardjo Abumanan menuturkan, PLN sudah memiliki 1.500 stasiun pengisian daya listrik atau SPLU yang tersebar di berbagai daerah, seperti Labuan Bajo, Bali, dan sebagainya.
Namun, untuk menyediakan SPLU, skemanya ialah dengan melihat permintaan dan pasokan. Hal ini menurut Djoko yang menyebabkan jumlah SPLU belum begitu masif.
"SPLU itu ada dua tipe yang fast charging dan slow charging. PLN siapkan dua-duanya, tetapi menurut kajian kami, untuk yang slow charging, 85% pemilik kendaraan listrik mengisi dayanya di rumah," terang Djoko kepada CNBC Indonesia saat dihubungi Senin (21/1/2019).
Sebab itu, menurut Djoko, infrastruktur saat ini tidak efektif dan cukup memakan biaya. Untuk itu, kata Djoko, PLN saat ini fokus pada pembangunan stasiun pengisian daya untuk kendaraan listrik di bawah skema business-to-business, seperti kerja sama dengan armada bus dari operator transportasi umum milik negara Perum Damri dan operator bus milik Jakarta, PT Transjakarta.
Adapun, ketika dihubungi CNBC Indonesia, Senin (21/1/2019), External Communications Manager PT Pertamina (Persero) Arya Dwi Paramita menegaskan pihaknya masih tetap pada rencana untuk kembali mengembangkan SPLU.
Sebelumnya, Pertamina mendirikan pom listrik di SPBU Kuningan. Manajemen Pertamina sebelumnya berencana untuk kembali mengembangkan SPLU di awal 2019, letaknya ada di Pakubuwono, Jakarta Selatan.
(tas) Next Article Jokowi: Indonesia Harus Segera Masuk Industri Mobil Listrik
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular