
Pak Jokowi, Ini yang Harus Diwaspadai Jika Utang Terus Numpuk
Taufan Adharsyah, CNBC Indonesia
23 January 2019 17:02
Jakarta, CNBC Indonesia - Utang pemerintah pusat selalu menjadi topik yang menarik untuk dibahas, terlebih lagi menjelang perhelatan pemilu.
Tercatat dalam 4 tahun kepemimpinan Presiden Joko Widodo, jumlah utang pemerintah Indonesia naik Rp 1.809 triliun. Pada posisi yang sekarang, rasio utang terhadap Produk Domestik Bruto diproyeksi ada di angka 30%.
Seperti yang diketahui, rasio utang terhadap PDB menggambarkan risiko perekonomian suatu negara, dimana jika angkanya meningkat risiko perekonomian juga meningkat. Jika melihat sejak 2014, rasio utang terhadap PDB Indonesia terus meningkat hingga saat ini, di mana pada 2014 hanya sebesar 24,7%.
Jika dibandingkan dengan negara-negara tetangga, rasio Indonesia memang terbilang kecil. Bahkan seluruh negara ASEAN kecuali Brunei memiliki rasio yang lebih besar dari Indonesia.
Namun jangan keburu senang. Hal yang perlu diwaspadai adalah porsi utang Indonesia yang dalam bentuk valuta asing. Sepanjang 2014-2018, porsi utang terbesar adalah dari Surat Berharga Negara, yang mana dibagi dalam 2 jenis, yaitu Denominasi Rupiah, dan Denominasi Valas.
Utang dalam Denominasi Valas memiliki risiko yang lebih besar dibandingkan jika dalam rupiah, karena fluktuasi nilai tukar rupiah dapat mempengaruhi besaran bunga utang yang harus dibayar.
Terlebih jika rupiah melemah, maka rakyat harus bekerja lebih keras untuk membayar bunga utang yang membengkak.
Tercatat SBN dalam Denominasi Valas tumbuh lebih kencang yaitu sebesar 121,42% dibanding SBN dalam Denominasi Rupiah yang tumbuh 76,43%. Terlebih lagi, porsi SBN dalam Denominasi Valas meningkat dari yang hanya 24% pada 2014, menjadi 28% di tahun 2018.
Bahkan, bila diasumsikan seluruh utang luar negeri harus dibayarkan dalam valuta asing, porsi utang pemerintah dalam mata uang asing pada 2018 adalah sebesar 40,97%
Hal ini selayaknya menjadi perhatian pemerintah, karena risiko beban bunga yang meningkat akibat perubahan nilai tukar rupiah juga meningkat. Pasalnya, nilai tukar rupiah terhadap dolar sudah melemah 16,57% sejak 2014 hingga saat ini.
Memang, ekonomi Indonesia saat ini masih cukup kuat dan relatif stabil. Hal ini didukung oleh proyeksi pertumbuhan ekonomi versi Dana Moneter Internasional (IMF) yang menunjukkan angka yang stabil sepanjang 2018-2019 di level 5,1%.
Namun, faktor eksternal dari gejolak ekonomi global saat ini juga tidak bisa dipandang sebelah mata. Bahkan IMF memproyeksikan pertumbuhan ekonomi sebagian besar negara-negara, terutama di Asia turun hingga 2019.
Oleh sebab itu, pemerintah perlu mewaspadai faktor-faktor yang dapat mempengaruhi perekonomian, terlebih yang efeknya langsung pada nilai tukar rupiah. Bila tidak, siap-siap bunga utang akan meroket.
(taa/taa) Next Article Utang Pemerintah Lunas Jika Tiap Orang RI Bayar Rp 16 Juta
Tercatat dalam 4 tahun kepemimpinan Presiden Joko Widodo, jumlah utang pemerintah Indonesia naik Rp 1.809 triliun. Pada posisi yang sekarang, rasio utang terhadap Produk Domestik Bruto diproyeksi ada di angka 30%.
Seperti yang diketahui, rasio utang terhadap PDB menggambarkan risiko perekonomian suatu negara, dimana jika angkanya meningkat risiko perekonomian juga meningkat. Jika melihat sejak 2014, rasio utang terhadap PDB Indonesia terus meningkat hingga saat ini, di mana pada 2014 hanya sebesar 24,7%.
Jika dibandingkan dengan negara-negara tetangga, rasio Indonesia memang terbilang kecil. Bahkan seluruh negara ASEAN kecuali Brunei memiliki rasio yang lebih besar dari Indonesia.
Namun jangan keburu senang. Hal yang perlu diwaspadai adalah porsi utang Indonesia yang dalam bentuk valuta asing. Sepanjang 2014-2018, porsi utang terbesar adalah dari Surat Berharga Negara, yang mana dibagi dalam 2 jenis, yaitu Denominasi Rupiah, dan Denominasi Valas.
Utang dalam Denominasi Valas memiliki risiko yang lebih besar dibandingkan jika dalam rupiah, karena fluktuasi nilai tukar rupiah dapat mempengaruhi besaran bunga utang yang harus dibayar.
Terlebih jika rupiah melemah, maka rakyat harus bekerja lebih keras untuk membayar bunga utang yang membengkak.
Tercatat SBN dalam Denominasi Valas tumbuh lebih kencang yaitu sebesar 121,42% dibanding SBN dalam Denominasi Rupiah yang tumbuh 76,43%. Terlebih lagi, porsi SBN dalam Denominasi Valas meningkat dari yang hanya 24% pada 2014, menjadi 28% di tahun 2018.
Bahkan, bila diasumsikan seluruh utang luar negeri harus dibayarkan dalam valuta asing, porsi utang pemerintah dalam mata uang asing pada 2018 adalah sebesar 40,97%
![]() |
Hal ini selayaknya menjadi perhatian pemerintah, karena risiko beban bunga yang meningkat akibat perubahan nilai tukar rupiah juga meningkat. Pasalnya, nilai tukar rupiah terhadap dolar sudah melemah 16,57% sejak 2014 hingga saat ini.
Memang, ekonomi Indonesia saat ini masih cukup kuat dan relatif stabil. Hal ini didukung oleh proyeksi pertumbuhan ekonomi versi Dana Moneter Internasional (IMF) yang menunjukkan angka yang stabil sepanjang 2018-2019 di level 5,1%.
Namun, faktor eksternal dari gejolak ekonomi global saat ini juga tidak bisa dipandang sebelah mata. Bahkan IMF memproyeksikan pertumbuhan ekonomi sebagian besar negara-negara, terutama di Asia turun hingga 2019.
Oleh sebab itu, pemerintah perlu mewaspadai faktor-faktor yang dapat mempengaruhi perekonomian, terlebih yang efeknya langsung pada nilai tukar rupiah. Bila tidak, siap-siap bunga utang akan meroket.
TIM RISET CNBCÂ INDONESIA
(taa/taa) Next Article Utang Pemerintah Lunas Jika Tiap Orang RI Bayar Rp 16 Juta
Most Popular