
INACA: Avtur Penerbangan Internasional Lebih Murah
Muhammad Choirul Anwar, CNBC Indonesia
15 January 2019 14:55

Jakarta, CNBC Indonesia - Avtur yang dijualĀ PT Pertamina (Persero) kepada maskapai kembali menjadi sorotan Asosiasi Perusahaan Penerbangan Nasional Indonesia (Indonesia National Air Carriers Association/INACA).
Ketua Umum INACA Ari Ashkara memahami mengapa Pertamina tidak bisa begitu saja menurunkan harga avtur. "Tapi kami ingin sampaikan ke masyarakat bahwa kalau Pertamina mau menurunkan, harga kami bisa turun," ujar Ari dalam sebuah diskusi di Jakarta, Selasa (15/1/2019).
Ia mengakui, belum ada pembicaraan dengan INACA sampai detik ini. "Tapi dari invoice yang kami dapat, Pertamina menjual bahan bakar lebih murah ke penerbangan internasional. Kami akan sampaikan, berdiskusi," kata Ari.
Direktur Utama Citilink Juliandra Nurtjahjo mengatakan harga avtur sangat memengaruhi kinerja Citilink. Sepanjang tahun 2017, rata-rata harga bahan bakar US$ 55,1, sedangkan tahun 2018 melonjak menjadi US$ 65,4. "Kenaikan US$ 1 akan menambah cost sebesar US$ 4,7 juta," ujarnya.
Beban kinerja Citilink bertambah lantaran pelemahan kurs rupiah. Setiap penurunan Rp 100, maka pendapatan perseroan sekitar US$ 5,3 juta per tahun. "Sehingga di 2018 kita menghitung ternyata tambahan biaya, ditambah biaya bandar udara, menambah hingga US$ 102 juta," kata Juliandra.
(miq/roy) Next Article Kronologi Pilot Meninggal, Pesawat Citilink Mendarat Darurat
Ketua Umum INACA Ari Ashkara memahami mengapa Pertamina tidak bisa begitu saja menurunkan harga avtur. "Tapi kami ingin sampaikan ke masyarakat bahwa kalau Pertamina mau menurunkan, harga kami bisa turun," ujar Ari dalam sebuah diskusi di Jakarta, Selasa (15/1/2019).
Ia mengakui, belum ada pembicaraan dengan INACA sampai detik ini. "Tapi dari invoice yang kami dapat, Pertamina menjual bahan bakar lebih murah ke penerbangan internasional. Kami akan sampaikan, berdiskusi," kata Ari.
Direktur Utama Citilink Juliandra Nurtjahjo mengatakan harga avtur sangat memengaruhi kinerja Citilink. Sepanjang tahun 2017, rata-rata harga bahan bakar US$ 55,1, sedangkan tahun 2018 melonjak menjadi US$ 65,4. "Kenaikan US$ 1 akan menambah cost sebesar US$ 4,7 juta," ujarnya.
Beban kinerja Citilink bertambah lantaran pelemahan kurs rupiah. Setiap penurunan Rp 100, maka pendapatan perseroan sekitar US$ 5,3 juta per tahun. "Sehingga di 2018 kita menghitung ternyata tambahan biaya, ditambah biaya bandar udara, menambah hingga US$ 102 juta," kata Juliandra.
(miq/roy) Next Article Kronologi Pilot Meninggal, Pesawat Citilink Mendarat Darurat
Most Popular