E-commerce Bikin HERO Tutup 26 Gerai & PHK Ratusan Karyawan?
Ayos, CNBC Indonesia
13 January 2019 18:30
Jakarta, CNBC Indonesia - Langkah PT Hero Supermarket Tbk (HERO) melakukan penutupan 26 gerai dan pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap 532 orang karyawan telah melahirkan kekhawatiran perihal masa depan industri ritel.
Publik kemudian kembali mengingat momen saat ramai-ramai perusahaan ritel menutup gerainya pada 2016 hingga 2017. Dimulai dari Seven Eleven, WTC Mangga Dua yang sepi ditinggal pedagang, hingga Matahari sampai Debenhams yang menutup gerai mereka di Jakarta.
Ada yang menuding bahwa semua itu terjadi akibat perkembangan perdagangan secara daring (e-commerce). Tepatkah argumen itu? Ekonom Indef Bhima Yudhistira Adhinegara menilai argumen tersebut tak tepat.
"Tidak pas ketika yang disalahkan e-commerce karena porsi e-commerce baru kecil sekitar 1%-2% dari total ritel. Barang yang dijual di e-commerce 70% lebih adalah fashion, sementara yang dijual di supermarket adalah FMCG. Jadi marketnya pun berbeda," ujarnya kepada CNBC Indonesia di Jakarta, Minggu (13/1/2019).
[Gambas:Video CNBC]
Bhima menambahkan, industri ritel masih tumbuh rendah tahun 2018. Ini karena konsumsi rumah tangga sebagai komponen dalam pertumbuhan ekonomi tidak naik signifikan alias stagnan di level 5%.
Harga komoditas perkebunan yang rontok, menurut Bhima, juga memengaruhi daya beli masyarakat di Jawa dan luar Jawa. Meskipun inflasi cuma 3,1%, tapi masyarakat tetep menahan belanja. Pemilu pada April nanti juga membuat masyarakat khawatir gaduh. Utamanya kondisi kelas menengah perkotaan.
(miq/miq) Next Article Biang Kerok Giant-Centro Berdarah-darah Hingga Tutup Gerai
Publik kemudian kembali mengingat momen saat ramai-ramai perusahaan ritel menutup gerainya pada 2016 hingga 2017. Dimulai dari Seven Eleven, WTC Mangga Dua yang sepi ditinggal pedagang, hingga Matahari sampai Debenhams yang menutup gerai mereka di Jakarta.
"Tidak pas ketika yang disalahkan e-commerce karena porsi e-commerce baru kecil sekitar 1%-2% dari total ritel. Barang yang dijual di e-commerce 70% lebih adalah fashion, sementara yang dijual di supermarket adalah FMCG. Jadi marketnya pun berbeda," ujarnya kepada CNBC Indonesia di Jakarta, Minggu (13/1/2019).
[Gambas:Video CNBC]
Bhima menambahkan, industri ritel masih tumbuh rendah tahun 2018. Ini karena konsumsi rumah tangga sebagai komponen dalam pertumbuhan ekonomi tidak naik signifikan alias stagnan di level 5%.
Harga komoditas perkebunan yang rontok, menurut Bhima, juga memengaruhi daya beli masyarakat di Jawa dan luar Jawa. Meskipun inflasi cuma 3,1%, tapi masyarakat tetep menahan belanja. Pemilu pada April nanti juga membuat masyarakat khawatir gaduh. Utamanya kondisi kelas menengah perkotaan.
"Sementara bunga kredit makin mahal jadi mau belanja pakai kartu kredit masyarakat berpikir berulang kali. Belum cicilan rumah dan kendaraan bermotor jadi naik. Alokasi untuk beli kebutuhan pokok di supermarket berkurang," ujar Bhima.
 Foto: CNBC Indonesia |
(miq/miq) Next Article Biang Kerok Giant-Centro Berdarah-darah Hingga Tutup Gerai
Tags
Related Articles
Recommendation
Most Popular