
BI: Kinerja Manufaktur Masih Tumbuh, Walau Melambat
Taufan Adharsyah, CNBC Indonesia
11 January 2019 10:56

Jakarta, CNBC Indonesia - Bank Indonesia (BI) pada hari kamis (10/1/2019) kembali merilis data Promt Manufacturing Index (PMI-BI). Indeks tersebut menyatakan pertumbuhan sektor industri pengolahan/manufaktur dalam negeri.
Dimana nilai diatas 50 berarti mengalami ekspansi, dan di bawah 50 mengalami kontraksi. Nilai PMI-BI ini sama-sama menggambarkan pertumbuhan sektor manufaktur seperti yang juga digambarkan oleh Purchasing Manager's Index (PMI).
Secara umum, kinerja sektor industri pengolahan pada kuartal IV-2018 berada pada posisi bertumbuh, dengan nilai PMI-BI sebesar 51,92%. Namun mengalami perlambatan dari kuartal III-2018 yang sebesar 52,02%. Data ini sejalan dengan PMI manufaktur yang dirilis Nikkei yang sebesar 51,2. Meski melambat dari kuartal sebelumnya, sejatinya ekspansi manufaktur ini terbilang mengagumkan, disaat banyak negara Asia mengalami kontraksi.
Meskipun bertumbuh, sepertinya efek perlambatan ekonomi dunia juga berdampak pada perlambatan industri pengolahan dalam negeri. Untungnya, dampaknya tidak separah China yang mengalami kontraksi pada sektor manufakturnya, dilihat dari PMI manufaktur China yang hanya sebesar 49,7.
Peningkatan kinerja industri pengolahan didorong oleh kenaikan volume produksi, yang sejalan dengan pesanan yang meningkat. PMI volume produksi berada di level 54,58%, sedangkan PMI voume pesanan tidak jauh berbeda, di level 55,74%.
Peningkatan pesanan yang meningkat, menurut BI utamanya didorong oleh peningkatan permintaan dari dalam negeri. Diduga, hal ini dipengaruhi oleh terjaganya tingkat inflasi di level 3,13% pada 2018, karena dengan inflasi yang terbilang rendah, geliat ekonomi memang akan semakin panas.
Bila dirinci lebih lanjut, ekspansi terbesar kinerja sektor industri pengolahan terjadi pada sub-sektor industri Alat Angkut, Mesin & Peralatannya dengan nilai PMI-BI sebesar 63,2%, meningkat cukup jauh dari kuartal IV-2017 yang hanya sebesar 44,42%.
Meningkatnya kinerja sub-sektor industri Alat Angkut, Mesin & Peralatannya merupakan kabar baik bagi Indonesia. Pasalnya sektor ini merupakan penyumbang terbesar ke-3 ekspor non-migas tanah air. Bila hasil ekspor meningkat, maka defisit neraca dagang bisa ditekan.
Namun demikian, peningkatan aktivitas produksi sektor industri pengolahan tidak sepenuhnya berdampak pada tingkat penggunaan tenaga kerja. Indeks jumlah tenaga kerja pada triwulan IV-2018 tercatat sebesar 48,92%, atau berada pada fase kontraksi.
(TIM RISET CNBC INDONESIA)
(taa/taa) Next Article Industri Pengolahan Meningkat di Q1 2019
Dimana nilai diatas 50 berarti mengalami ekspansi, dan di bawah 50 mengalami kontraksi. Nilai PMI-BI ini sama-sama menggambarkan pertumbuhan sektor manufaktur seperti yang juga digambarkan oleh Purchasing Manager's Index (PMI).
Secara umum, kinerja sektor industri pengolahan pada kuartal IV-2018 berada pada posisi bertumbuh, dengan nilai PMI-BI sebesar 51,92%. Namun mengalami perlambatan dari kuartal III-2018 yang sebesar 52,02%. Data ini sejalan dengan PMI manufaktur yang dirilis Nikkei yang sebesar 51,2. Meski melambat dari kuartal sebelumnya, sejatinya ekspansi manufaktur ini terbilang mengagumkan, disaat banyak negara Asia mengalami kontraksi.
Meskipun bertumbuh, sepertinya efek perlambatan ekonomi dunia juga berdampak pada perlambatan industri pengolahan dalam negeri. Untungnya, dampaknya tidak separah China yang mengalami kontraksi pada sektor manufakturnya, dilihat dari PMI manufaktur China yang hanya sebesar 49,7.
Peningkatan kinerja industri pengolahan didorong oleh kenaikan volume produksi, yang sejalan dengan pesanan yang meningkat. PMI volume produksi berada di level 54,58%, sedangkan PMI voume pesanan tidak jauh berbeda, di level 55,74%.
Peningkatan pesanan yang meningkat, menurut BI utamanya didorong oleh peningkatan permintaan dari dalam negeri. Diduga, hal ini dipengaruhi oleh terjaganya tingkat inflasi di level 3,13% pada 2018, karena dengan inflasi yang terbilang rendah, geliat ekonomi memang akan semakin panas.
Bila dirinci lebih lanjut, ekspansi terbesar kinerja sektor industri pengolahan terjadi pada sub-sektor industri Alat Angkut, Mesin & Peralatannya dengan nilai PMI-BI sebesar 63,2%, meningkat cukup jauh dari kuartal IV-2017 yang hanya sebesar 44,42%.
Meningkatnya kinerja sub-sektor industri Alat Angkut, Mesin & Peralatannya merupakan kabar baik bagi Indonesia. Pasalnya sektor ini merupakan penyumbang terbesar ke-3 ekspor non-migas tanah air. Bila hasil ekspor meningkat, maka defisit neraca dagang bisa ditekan.
Namun demikian, peningkatan aktivitas produksi sektor industri pengolahan tidak sepenuhnya berdampak pada tingkat penggunaan tenaga kerja. Indeks jumlah tenaga kerja pada triwulan IV-2018 tercatat sebesar 48,92%, atau berada pada fase kontraksi.
(TIM RISET CNBC INDONESIA)
(taa/taa) Next Article Industri Pengolahan Meningkat di Q1 2019
Most Popular