
CPO RI Bakal Kalah dari Malaysia di Pasar India?
Samuel Pablo, CNBC Indonesia
12 December 2018 16:03

Jakarta, CNBC Indonesia - Daya saing bea masuk minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) asal Indonesia diperkirakan akan kalah dari Malaysia di pasar India.
Pasalnya, mulai Januari 2019 CPO asal Malaysia mendapat bea masuk lebih rendah 4% dari India, dibandingkan dengan CPO asal RI.
Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Joko Supriyono mengungkapkan pihaknya belum mengetahui apakah pemerintah RI berhasil melobi India mengenai isu ini.
"Kita sih masih sama saja. Malaysia kan karena FTA. Selama kita belum ada FTA kita sih tetap saja belum dapat privilege," kata Joko usai seminar di Grand Melia, Rabu (12/12/2018).
Joko mengaku tidak tahu kelanjutan lobi yang dilakukan pemerintah, termasuk apakah pemerintah menegosiasikan adanya perjanjian perdagangan bebas (Free Trade Agreement/ FTA) dengan India.
"Apakah bisa diturunkan atau tidak saya juga nggak tahu karena komunikasi antar pemerintah [G2G] katanya sudah dilakukan. G2G itu sekedar untuk minta penurunan atau sudah memulai suatu perundingan dalam rangka PTA [preferential trade agreement] atau FTA? Kan katanya belum," jelasnya.
Menurut Joko, lobi yang dilakukan pemerintah saat ini masih berupa surat permintaan (appeal) agar India meninjau kembali besaran bea masuknya.
Dalam hal ini, tentu saja harus ada imbal balik yang ditawarkan pemerintah kepada pemerintah India untuk membuka pasar dalam negeri bagi beberapa produk India.
"Jadi masih dalam tataran appeal, kita minta. Permintaan itu kalau nggak ada take and give ya [mereka] mana mau," pungkasnya
Seperti diketahui, India adalah pasar ekspor terbesar CPO asal RI selama ini.
(ray) Next Article Apesnya Pengusaha Sawit: Harga Naik 1,5%, Biaya Produksi 4,9%
Pasalnya, mulai Januari 2019 CPO asal Malaysia mendapat bea masuk lebih rendah 4% dari India, dibandingkan dengan CPO asal RI.
Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Joko Supriyono mengungkapkan pihaknya belum mengetahui apakah pemerintah RI berhasil melobi India mengenai isu ini.
Joko mengaku tidak tahu kelanjutan lobi yang dilakukan pemerintah, termasuk apakah pemerintah menegosiasikan adanya perjanjian perdagangan bebas (Free Trade Agreement/ FTA) dengan India.
"Apakah bisa diturunkan atau tidak saya juga nggak tahu karena komunikasi antar pemerintah [G2G] katanya sudah dilakukan. G2G itu sekedar untuk minta penurunan atau sudah memulai suatu perundingan dalam rangka PTA [preferential trade agreement] atau FTA? Kan katanya belum," jelasnya.
Menurut Joko, lobi yang dilakukan pemerintah saat ini masih berupa surat permintaan (appeal) agar India meninjau kembali besaran bea masuknya.
Dalam hal ini, tentu saja harus ada imbal balik yang ditawarkan pemerintah kepada pemerintah India untuk membuka pasar dalam negeri bagi beberapa produk India.
"Jadi masih dalam tataran appeal, kita minta. Permintaan itu kalau nggak ada take and give ya [mereka] mana mau," pungkasnya
Seperti diketahui, India adalah pasar ekspor terbesar CPO asal RI selama ini.
(ray) Next Article Apesnya Pengusaha Sawit: Harga Naik 1,5%, Biaya Produksi 4,9%
Most Popular