
Kemenkeu: Banyak Pungutan Kementerian tak Berdasar Hukum
Iswari Anggit, CNBC Indonesia
21 November 2018 12:55

Jakarta, CNBC Indonesia - Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menyosialisasikan UU Nomor 9 Tahun 2018 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP). Kontribusi PNBP yang besar dalam APBN, membuat revitalisasi UU PNBP diperlukan.
Dalam kegiatan sosialisasi UU PNBP baru, Direktur Jenderal Anggaran Kemenkeu Askolani mengungkapkan banyak kekurangan dalam UU PNBP lama, yaitu UU Nomor 20 Tahun 1997. Oleh karena itu, pemerintah bersama DPR menyusun UU baru.
"Banyak kelemahan dalam UU lama, jadi tahun ini merupakan waktu yang tepat untuk merevisi," kata Askolani di Aula Djuanda, Kemenkeu, Jakarta, Rabu (21/11/2018). Kelemahan itu tampak dalam temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) di mana pungutan PNBP kurang maksimal dan transparan.
"Temuan BPK berulang itu memungut tak ada dasar hukumnya, ada yang memungut tak sesuai tarifnya, ada juga yang dipungut tapi tak disetor. Ini banyak terjadi di banyak KL [kementerian/lembaga]," ujar Askolani.
"Terus ada yang digunakan langsung, harusnya dilaporkan dan disetor dulu ke bendahara negara, harusnya ada izin menkeu. Ada juga pungutan terlambat disetorkan," lanjutnya.
Dalam UU baru, Askolani menjabarkan, ada enam klaster objek PNBP yang diatur sekaligus menjadi pembeda dengan UU lama. Keenam klaster itu, yakni pemanfaatan SDA (seperti minyak bumi dan batu bara) dan pelayanan (penyediaan barang, jasa, maupun pelayanan administratif yang menjadi tanggung jawab negara).
Kemudian pengelolaan kekayaan negara (BUMN), pengelolaan barang milik negara (aset), pengelolaan dana, baik dari APBN, maupun perolehan lainnya, dan pengelolaan hak negara lainnya.
Dalam sambutannya, Wamenkeu Mardiasmo menjelaskan, kalau PNBP harus diatur lebih jelas dan transparan.
"Dalam 10 tahun terakhir kontribusinya [PNBP] 25,4% dari penerimaan negara. Kalau PNBP kita kuat, dengan tumbuhnya penerimaan perpajakan sekitar 17%, insya Allah kita punya space untuk memberikan alokasi distribusi untuk belanja negara. Kita ingin melihat PNBP lebih komprehensif," katanya.
Melalui UU PNBP yang baru, Mardiasmo berharap pungutan PNBP jadi lebih transparan, sehingga bisa dimanfaatkan dengan sebaik mungkin untuk menyejahterakan rakyat.
(miq/miq) Next Article Momen Sri Mulyani Pimpin Serah Terima Jenazah JB Sumarlin
Dalam kegiatan sosialisasi UU PNBP baru, Direktur Jenderal Anggaran Kemenkeu Askolani mengungkapkan banyak kekurangan dalam UU PNBP lama, yaitu UU Nomor 20 Tahun 1997. Oleh karena itu, pemerintah bersama DPR menyusun UU baru.
"Banyak kelemahan dalam UU lama, jadi tahun ini merupakan waktu yang tepat untuk merevisi," kata Askolani di Aula Djuanda, Kemenkeu, Jakarta, Rabu (21/11/2018). Kelemahan itu tampak dalam temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) di mana pungutan PNBP kurang maksimal dan transparan.
"Temuan BPK berulang itu memungut tak ada dasar hukumnya, ada yang memungut tak sesuai tarifnya, ada juga yang dipungut tapi tak disetor. Ini banyak terjadi di banyak KL [kementerian/lembaga]," ujar Askolani.
"Terus ada yang digunakan langsung, harusnya dilaporkan dan disetor dulu ke bendahara negara, harusnya ada izin menkeu. Ada juga pungutan terlambat disetorkan," lanjutnya.
Dalam UU baru, Askolani menjabarkan, ada enam klaster objek PNBP yang diatur sekaligus menjadi pembeda dengan UU lama. Keenam klaster itu, yakni pemanfaatan SDA (seperti minyak bumi dan batu bara) dan pelayanan (penyediaan barang, jasa, maupun pelayanan administratif yang menjadi tanggung jawab negara).
Kemudian pengelolaan kekayaan negara (BUMN), pengelolaan barang milik negara (aset), pengelolaan dana, baik dari APBN, maupun perolehan lainnya, dan pengelolaan hak negara lainnya.
Dalam sambutannya, Wamenkeu Mardiasmo menjelaskan, kalau PNBP harus diatur lebih jelas dan transparan.
"Dalam 10 tahun terakhir kontribusinya [PNBP] 25,4% dari penerimaan negara. Kalau PNBP kita kuat, dengan tumbuhnya penerimaan perpajakan sekitar 17%, insya Allah kita punya space untuk memberikan alokasi distribusi untuk belanja negara. Kita ingin melihat PNBP lebih komprehensif," katanya.
Melalui UU PNBP yang baru, Mardiasmo berharap pungutan PNBP jadi lebih transparan, sehingga bisa dimanfaatkan dengan sebaik mungkin untuk menyejahterakan rakyat.
(miq/miq) Next Article Momen Sri Mulyani Pimpin Serah Terima Jenazah JB Sumarlin
Most Popular