Industri Pengolahan Migas Lesu, Apa Kabar Hilirisasi?

Raditya Hanung, CNBC Indonesia
05 November 2018 13:55
Berdasarkan catatan BPS, industri batu bara dan pengilangan migas terkontraksi alias minus 1,63% YoY di kuartal III-2018.
Foto: skkmigas.go.id
Jakarta, CNBC IndonesiaPertumbuhan ekonomi kuartal III-2018 mencapai 5,17% secara tahunan (year-on-year). Walaupun lebih lambat dari kuartal sebelumnya, namun pertumbuhan ekonomi ini berada di atas ekspektasi pasar dan lebih tinggi dari kuartal III-2017.

Konsensus yang dihimpun CNBC Indonesia memperkirakan pertumbuhan ekonomi pada kuartal III-2018 sebesar 5,14% YoY. Dengan realisasi pertumbuhan ekonomi yang sebesar 5,17%, maka berada di atas ekspektasi pasar.

Dari sisi lapangan usaha, pertumbuhan tercepat terjadi di sektor jasa lainnya (+9,19% YoY), disusul oleh sektor informasi dan komunikasi (+8,98% YoY) dan jasa perusahaan (+8,67% YoY). Meski demikian, kontribusi ketiga sektor itu bagi Produk Domestik Bruto (PDB) hanya berada di kisaran 2-3%.

Penyumbang terbesar bagi PDB masih berasal dari sektor industri pengolahan, yakni dengan kontribusi mencapai 19,56%. Pada kuartal III-2018, sektor industri pengolahan ini mampu tumbuh sebesar 4,33% YoY, mampu lebih cepat dari 3,84% YoY pada kuartal II-2018.

Meski demikian, pertumbuhan di kuartal lalu sejatinya masih lebih lambat dibandingkan pertumbuhan di kuartal III-2017 dan kuartal III-2016, masing-masing mencapai 4,85% YoY dan 4,47% YoY. Artinya, pertumbuhan industri pengolahan sebenarnya belum memuaskan.



Apabila dielaborasikan, pertumbuhan positif industri pengolahan di kuartal lalu ditopang oleh kencangnya pertumbuhan sejumlah industri non migas. Pertumbuhan tertinggi dibukukan oleh industri tekstil dan pakaian jadi yang mencapai 10,17% YoY di kuartal III-2018. Angka itu jauh lebih kencang dibandingkan kuartal II-2018 (+6,39% YoY) maupun kuartal III-2017 (+4,58% YoY).

"(Industri pakaian) Tumbuh 10,17%, kembali karena ada peningkatan produksi di dalam negeri untuk penuhi permintaan domestik, (juga) ada peningkatan ekspor tekstil dan pakaian jadi yang lumayan besar," ujar kepala BPS Suhariyanto.

Di bawah industri tekstil dan migas, ada industri kulit, barang dari kulit, dan alas kaki, yang tumbuh hingga 8,83% YoY di kuartal lalu. Meski demikian, capaian itu melambat dari angka 11,38% YoY di kuartal II-2018.

Industri lainnya yang menjadi penopang adalah industri makanan dan minuman yang menguat hingga 8,1% YoY. Namun, perlu dicatat bahwa pertumbuhan itu melambat dari kuartal II-2018 (+8,67% YoY) dan kuartal III-2017 (+8,92% YoY).

Di sisi lain, ada industri non-migas yang mengalami pertumbuhan negatif di kuartal III-2018, di antaranya industri kimia, farmasi, obat tradisional (-2,80% YoY) dan industri barang dari logam, komputer, barang elektronik, optik, peralatan listrik (-1,84% YoY).



Bagaimana dengan industri pengolahan migas? Berdasarkan catatan BPS, industri batu bara dan pengilangan migas terkontraksi alias minus 1,63% YoY di kuartal III-2018. Padahal pada kuartal sebelumnya, sektor ini masih mampu tumbuh tipis 0,23% YoY.

Sebenarnya sejak memasuki tahun 2016, ada harapan bahwa industri sektor ini mampu bangkit. Pada kuartal I-2016 dan kuartal II-2016, pertumbuhannya mampu naik sebesar 5,96% YoY dan 5,3% YoY secara berturut-turut.

Namun setelah itu, pertumbuhannya cenderung melambat dan beberapa kali mencatatkan pertumbuhan negatif secara tahunan, termasuk pada kuartal III-2018 lalu.



Makin tertekannya sektor ini lantas mengindikasikan semangat hilirisasi produk migas dan batu bara masih "jauh panggang dari api". Hal ini jelas menjadi tamparan keras bagi pemerintah, karena belum bisa menciptakan nilai tambah dari ekspor sektor migas. Pantas saja defisit migas semakin menjadi-jadi, di tengah impor migas yang memang semakin deras.

TIM RISET CNBC INDONESIA





(RHG/dru) Next Article Terang Benderang! Semua Bisnis Tumbuh Positif Kuartal II-2021

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular