
"Tarif Listrik Tak Naik, PLN Bisa Rugi Rp 30 T di 2018"
Anastasia Arvirianty, CNBC Indonesia
30 October 2018 18:32

Jakarta, CNBC Indonesia- Terus melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar AS dan naiknya harga bahan bakar (komoditas), membuat PT PLN (Persero) terpaksa menelan pil pahit kerugian di kuartal III 2018 ini sebesar Rp 18 triliun.
Direktur Eksekutif ReforMiner Institute Komaidi Notonegoro menilai, jika kondisi ini terus berlangsung, tentunya akan semakin memberatkan PLN, dan bisa berpotensi merugi semakin dalam.
"Hitungan persisnya belum ada, tetapi estimasi kasarnya, kerugian PLN bisa mencapai sekitar Rp 30 triliun sampai akhir tahun ini," ujar Komaidi kepada CNBC Indonesia saat dihubungi Selasa (30/10/2018).
Lebih lanjut, ia mengatakan, dalam kondisi energi primer pembangkit dan rupiah melemah pilihannya memang dua, merugi atau menaikkan tarif listrik. Menurutnya, pemerintah sebagai pemegang saham sudah memilih pilihan pertama, sehingga ketika kondisi seperti saat ini terjadi, maka konsekuensinya memang harus ditanggung.
Kondisi yang berat ini pun dialami Pertamina, namun Komaidi berpendapat, kondisi Pertamina relatif bisa lebih baik, karena dibantu dengan industri di hulu migas perusahaan. "Yang terjadi hanya untungnya saja yang berkurang," imbuh Komaidi.
BACA: PLN Rugi Rp 18 T di Kuartal III-2018, Bagaimana Nasib Pertamina?
Hal serupa juga disampaikan oleh pengamat energi Fabby Tumiwa. Menurutnya, karena Pertamina memiliki diversifikasi produk dan harga yang lebih luas dibandingkan PLN, ditambah struktur biaya produksi yang lebih fleksibel. Sehingga, pada dasarnya pendapatan dari bisnis Pertamina lebih beragam dan Pertamina masih positif keuangannya walaupun margin keuntungan berkurang.
"Saya kira dengan harga minyak sekarang, Pertamina masih aman, tapi kalau harga minyak tinggi Pertamina bisa bahaya kalau harga BBM jenis Premium (Ron 88) tidak dinaikkan," tutur Fabby ketika dihubungi CNBC Indonesia, Selasa (30/10/2018).
Adapun, pengamat ekonomi dari Universitas Indonesia (UI) Telisa Aulia mengatakan, memang sudah saatnya PLN melakukan diversifikasi produk, dan melakukan restrukturisasi jangka panjang, agar kerugian tidak semakin dalam.
"Misalnya diversifikasi sumber energi listrik, seperti mengembangan tenaga air dan matahari, dan melakukan hedging kewajiban valas juga penting," pungkas Telisa.
(gus) Next Article Utang Subsidi Energi 2016 Bakal Dilunasi Pemerintah di 2019
Direktur Eksekutif ReforMiner Institute Komaidi Notonegoro menilai, jika kondisi ini terus berlangsung, tentunya akan semakin memberatkan PLN, dan bisa berpotensi merugi semakin dalam.
Lebih lanjut, ia mengatakan, dalam kondisi energi primer pembangkit dan rupiah melemah pilihannya memang dua, merugi atau menaikkan tarif listrik. Menurutnya, pemerintah sebagai pemegang saham sudah memilih pilihan pertama, sehingga ketika kondisi seperti saat ini terjadi, maka konsekuensinya memang harus ditanggung.
Kondisi yang berat ini pun dialami Pertamina, namun Komaidi berpendapat, kondisi Pertamina relatif bisa lebih baik, karena dibantu dengan industri di hulu migas perusahaan. "Yang terjadi hanya untungnya saja yang berkurang," imbuh Komaidi.
BACA: PLN Rugi Rp 18 T di Kuartal III-2018, Bagaimana Nasib Pertamina?
Hal serupa juga disampaikan oleh pengamat energi Fabby Tumiwa. Menurutnya, karena Pertamina memiliki diversifikasi produk dan harga yang lebih luas dibandingkan PLN, ditambah struktur biaya produksi yang lebih fleksibel. Sehingga, pada dasarnya pendapatan dari bisnis Pertamina lebih beragam dan Pertamina masih positif keuangannya walaupun margin keuntungan berkurang.
"Saya kira dengan harga minyak sekarang, Pertamina masih aman, tapi kalau harga minyak tinggi Pertamina bisa bahaya kalau harga BBM jenis Premium (Ron 88) tidak dinaikkan," tutur Fabby ketika dihubungi CNBC Indonesia, Selasa (30/10/2018).
Adapun, pengamat ekonomi dari Universitas Indonesia (UI) Telisa Aulia mengatakan, memang sudah saatnya PLN melakukan diversifikasi produk, dan melakukan restrukturisasi jangka panjang, agar kerugian tidak semakin dalam.
"Misalnya diversifikasi sumber energi listrik, seperti mengembangan tenaga air dan matahari, dan melakukan hedging kewajiban valas juga penting," pungkas Telisa.
(gus) Next Article Utang Subsidi Energi 2016 Bakal Dilunasi Pemerintah di 2019
Most Popular