4 Tahun Pemerintahan Jokowi-JK
Negara Kurang Uang Bangun Infrastruktur, Ini Cara Jokowi
Irvin Avriano Arief, CNBC Indonesia
22 October 2018 16:27

Jakarta, CNBC Indonesia - Infrastruktur menjadi janji manis pemerintahan Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla.
Pemerintahan Jokowi memiliki komitmen untuk membangun infrastruktur guna menghubungkan Indonesia menjadi satu rangkaian, memperbaiki nafas atau bahkan menghidupkan nadi perekonomian hingga ke pelosok terpencil.
Mimpi dan Perencanaan
Rencana proyek infrastruktur selalu menjadi perhatian publik.
Dari sisi perencanaan, guna melancarkan proyek-proyek infrastrukturnya, pemerintahan Jokowi juga melakukan upaya percepatan proyek-proyek yang dianggap strategis dan memiliki urgensi tinggi untuk dapat direalisasikan dalam waktu singkat.
Hal ini bisa saja berkaca pada masa pemerintahan-pemerintahan sebelumnya di mana infrastruktur kurang mendapat sorotan dan menjadi prioritas karena mungkin dianggap tidak politis.
Seperti diketahui, sejumlah proyek infrastruktur sudah dipikirkan, dirancang dan dicanangkan oleh penguasa terdahulu namun toh ada saja yang mangkrak.
Beberapa contohnya adalah jalan tol Kalimalang, tol Pemalang-Semarang, tol Cimanggis-Cibitung, tol Solo-Ngawi-Mojokerto, Trans Jawa, Trans Sumatra, sistem penyediaan air minum (SPAM) Umbulan, MRT Jakarta, jembatan Merah Putih di Ambon, dan Bandara Kertajati.
Sejumlah proyek itu kini sudah dibuka di era Jokowi, seperti misalnya Bandara Kertajati. Pembangunan MRT Jakarta pun dikebut hingga target operasi pada awal tahun depan.
Sebetulnya, pembangunan infrastruktur di era Jokowi bukan tanpa kendala. Adapun kendala terbesar adalah terkait dengan modal tambahan bagi BUMN agar mampu berlari sesuai irama keinginan pemerintah.
Salah satu solusi yang digunakan oleh Jokowi adalah adanya Penyertaan Modal Negara (PMN) kepada BUMN yang mengerjakan proyek-proyek infrastruktur.
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) juga dibuat, dengan kerja sama dari berbagai kementerian/lembaga.
Hambatan-hambatan pun siap dihadapi bersama. Beberapa di antaranya yang berhasil diidentifikasi pemerintah saat itu adalah pengadaan lahan (yang memunculkan Lembaga Manajemen Aset Negara/LMAN) sebesar 44%, perencanaan dan persiapan yang kurang memadai 25%, keterbatasan dana 17%, dan perizinan 12%.
Pendanaan Kreatif Infrastruktur
Meskipun sudah menggunakan PMN, namun tetap modal membangun infrastruktur secara masif masih saja membutuhkan dana lebih banyak.
Pemerintah pun menyadari bahwa kebutuhan total dana proyek infrastruktur yang mencapai Rp 5.500 triliun hingga 2019 tersebut tidak akan mampu dibiayai APBN.
Pada akhirnya, pemerintah era Jokowi menurunkan target infrastruktur menjadi Rp 4.700 triliun, di mana 33% (Rp 1.500 triliun) akan dipenuhi dari APBN-APBD dan 25% (Rp 1.175 triliun) dari BUMN. Sisanya, akan dicari dari skema kerja sama pemerintah dan badan usaha (KPBU).
KPBU juga biasa dikenal dengan nama public-private partnership (PPP). Dulunya sudah diinisiasi oleh pemerintahan SBY dengan nama kerja sama pemerintah-swasta (KPS), tetapi karena jumlahnya yang tidak banyak membuat istilah itu tidak umum digunakan.
Cara lain adalah mendukung pendanaan tadi dengan pembentukan Komite Percepatan Penyediaan Infrastruktur Prioritas (KPPIP) yang menyeleksi daftar proyek yang dianggap strategis sehingga realisasinya dapat lebih cepat lagi. Fungsi lain KPPIP adalah mempercepat tahapan KPBU.
Hasil kerja pertama KPPIP adalah merekomendasikan 73 proyek yang berpotensi untuk digarap oleh swasta, dari total 245 proyek strategis dan 2 program prioritas.
KPBU ternyata juga tidak semudah itu, sehingga pemerintah merancang pembiayaan kreatif (creative financing) yang berada di luar APBN.
Istilah baru dalam pembiayaan kreatif adalah jaminan project development facility (PDF) yang disediakan pemerintah melalui PT Sarana Multi Infrastruktur (SMI) untuk membantu dan menyiapkan pelaksanaan transaksi pendanaan proyek. Jaminan lain adalah viability gap funding(VGF).
Model pembiayaan lain adalah skema Pembiayaan Investasi Non-Anggaran Pemerintah (PINA), yang mampu tidak memanfaatkan jaminan PDF dan VGF serta menawarkan imbal hasil tinggi untuk menarik minat dari dana swasta.
Tidak tanggung-tanggung, lembaga dana pensiun PNS PT Taspen pun turun gunung menjadi salah satu penyedia dana dalam skema tersebut.
Bentuk pendanaan kreatif lain adalah pendanaan berbasis pasar modal, terutama dengan produk-produk investasi baru yang digagas pemerintah.
Mekanisme dasarnya adalah sekuritisasi aset, baik melalui efek beragun aset (EBA), dana investasi infrastruktur (Dinfra), atau dana investasi real estat (DIRE), serta melalui investasi tujuan khusus melalu reksa dana penyertaan terbatas (RDPT).
Saat ini pemerintah juga masih menggodok rencana skema pembiayaan limited concession scheme (LCS) yang dapat melibatkan swasta untuk berhak atas konsesi infrastruktur yang sudah beroperasi.
Akibatnya, penetapan target yang ambisius tersebut menuai kritik karena dinilai terlalu bermimpi tanpa memperhatikan tiang atau penyangga.
Mantan Menkeu Chatib Basri mengatakan bahwa infrastruktur memang perlu dibangun, tapi tidak bisa dilakukan sekaligus.
"Artinya perlu prioritas, kalau duitnya banyak ya bangun banyak. Kalau tidak ada, jangan dipaksakan," jelasnya.
Prioritas tersebut selain memiliki efek ekonomi yang besar juga memiliki tingkat urgensi yang mendesak seperti jalan perintis dibandingkan dengan jalan besar di Papua.
Presiden Bank Dunia Jim Yong Kim juga pernah menyebut adanya dominasi BUMN dalam pembangunan infrastruktur dan pemerintah seharusnya mendorong peran swasta lebih besar dalam pembangunan, khususnya infrastruktur.
(ray) Next Article Tangan Dingin Jokowi-JK Bangun Infrastruktur
Pemerintahan Jokowi memiliki komitmen untuk membangun infrastruktur guna menghubungkan Indonesia menjadi satu rangkaian, memperbaiki nafas atau bahkan menghidupkan nadi perekonomian hingga ke pelosok terpencil.
Mimpi dan Perencanaan
Rencana proyek infrastruktur selalu menjadi perhatian publik.
Hal ini bisa saja berkaca pada masa pemerintahan-pemerintahan sebelumnya di mana infrastruktur kurang mendapat sorotan dan menjadi prioritas karena mungkin dianggap tidak politis.
Seperti diketahui, sejumlah proyek infrastruktur sudah dipikirkan, dirancang dan dicanangkan oleh penguasa terdahulu namun toh ada saja yang mangkrak.
Beberapa contohnya adalah jalan tol Kalimalang, tol Pemalang-Semarang, tol Cimanggis-Cibitung, tol Solo-Ngawi-Mojokerto, Trans Jawa, Trans Sumatra, sistem penyediaan air minum (SPAM) Umbulan, MRT Jakarta, jembatan Merah Putih di Ambon, dan Bandara Kertajati.
Sejumlah proyek itu kini sudah dibuka di era Jokowi, seperti misalnya Bandara Kertajati. Pembangunan MRT Jakarta pun dikebut hingga target operasi pada awal tahun depan.
Sebetulnya, pembangunan infrastruktur di era Jokowi bukan tanpa kendala. Adapun kendala terbesar adalah terkait dengan modal tambahan bagi BUMN agar mampu berlari sesuai irama keinginan pemerintah.
Salah satu solusi yang digunakan oleh Jokowi adalah adanya Penyertaan Modal Negara (PMN) kepada BUMN yang mengerjakan proyek-proyek infrastruktur.
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) juga dibuat, dengan kerja sama dari berbagai kementerian/lembaga.
Hambatan-hambatan pun siap dihadapi bersama. Beberapa di antaranya yang berhasil diidentifikasi pemerintah saat itu adalah pengadaan lahan (yang memunculkan Lembaga Manajemen Aset Negara/LMAN) sebesar 44%, perencanaan dan persiapan yang kurang memadai 25%, keterbatasan dana 17%, dan perizinan 12%.
Pendanaan Kreatif Infrastruktur
Meskipun sudah menggunakan PMN, namun tetap modal membangun infrastruktur secara masif masih saja membutuhkan dana lebih banyak.
Pemerintah pun menyadari bahwa kebutuhan total dana proyek infrastruktur yang mencapai Rp 5.500 triliun hingga 2019 tersebut tidak akan mampu dibiayai APBN.
Pada akhirnya, pemerintah era Jokowi menurunkan target infrastruktur menjadi Rp 4.700 triliun, di mana 33% (Rp 1.500 triliun) akan dipenuhi dari APBN-APBD dan 25% (Rp 1.175 triliun) dari BUMN. Sisanya, akan dicari dari skema kerja sama pemerintah dan badan usaha (KPBU).
KPBU juga biasa dikenal dengan nama public-private partnership (PPP). Dulunya sudah diinisiasi oleh pemerintahan SBY dengan nama kerja sama pemerintah-swasta (KPS), tetapi karena jumlahnya yang tidak banyak membuat istilah itu tidak umum digunakan.
Cara lain adalah mendukung pendanaan tadi dengan pembentukan Komite Percepatan Penyediaan Infrastruktur Prioritas (KPPIP) yang menyeleksi daftar proyek yang dianggap strategis sehingga realisasinya dapat lebih cepat lagi. Fungsi lain KPPIP adalah mempercepat tahapan KPBU.
Hasil kerja pertama KPPIP adalah merekomendasikan 73 proyek yang berpotensi untuk digarap oleh swasta, dari total 245 proyek strategis dan 2 program prioritas.
KPBU ternyata juga tidak semudah itu, sehingga pemerintah merancang pembiayaan kreatif (creative financing) yang berada di luar APBN.
Istilah baru dalam pembiayaan kreatif adalah jaminan project development facility (PDF) yang disediakan pemerintah melalui PT Sarana Multi Infrastruktur (SMI) untuk membantu dan menyiapkan pelaksanaan transaksi pendanaan proyek. Jaminan lain adalah viability gap funding(VGF).
Model pembiayaan lain adalah skema Pembiayaan Investasi Non-Anggaran Pemerintah (PINA), yang mampu tidak memanfaatkan jaminan PDF dan VGF serta menawarkan imbal hasil tinggi untuk menarik minat dari dana swasta.
Tidak tanggung-tanggung, lembaga dana pensiun PNS PT Taspen pun turun gunung menjadi salah satu penyedia dana dalam skema tersebut.
Bentuk pendanaan kreatif lain adalah pendanaan berbasis pasar modal, terutama dengan produk-produk investasi baru yang digagas pemerintah.
Mekanisme dasarnya adalah sekuritisasi aset, baik melalui efek beragun aset (EBA), dana investasi infrastruktur (Dinfra), atau dana investasi real estat (DIRE), serta melalui investasi tujuan khusus melalu reksa dana penyertaan terbatas (RDPT).
Saat ini pemerintah juga masih menggodok rencana skema pembiayaan limited concession scheme (LCS) yang dapat melibatkan swasta untuk berhak atas konsesi infrastruktur yang sudah beroperasi.
Akibatnya, penetapan target yang ambisius tersebut menuai kritik karena dinilai terlalu bermimpi tanpa memperhatikan tiang atau penyangga.
Mantan Menkeu Chatib Basri mengatakan bahwa infrastruktur memang perlu dibangun, tapi tidak bisa dilakukan sekaligus.
"Artinya perlu prioritas, kalau duitnya banyak ya bangun banyak. Kalau tidak ada, jangan dipaksakan," jelasnya.
Prioritas tersebut selain memiliki efek ekonomi yang besar juga memiliki tingkat urgensi yang mendesak seperti jalan perintis dibandingkan dengan jalan besar di Papua.
Presiden Bank Dunia Jim Yong Kim juga pernah menyebut adanya dominasi BUMN dalam pembangunan infrastruktur dan pemerintah seharusnya mendorong peran swasta lebih besar dalam pembangunan, khususnya infrastruktur.
![]() |
(ray) Next Article Tangan Dingin Jokowi-JK Bangun Infrastruktur
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular