4 Tahun Pemerintahan Jokowi-JK

Di Balik 'Hantu' Inflasi Rendah Rezim Jokowi-JK

Muhammad Iqbal, CNBC Indonesia
22 October 2018 11:17
Di Balik 'Hantu' Inflasi Rendah Rezim Jokowi-JK
Foto: CNBC Indonesia/ Andrean Kristianto
Jakarta, CNBC Indonesia - Asumsi dasar makroekonomi merupakan salah satu acuan utama dalam memotret kinerja pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) yang genap berusia empat tahun pada 20 Oktober 2018.

Berdasarkan keterangan Istana Kepresidenan yang dikutip CNBC Indonesia, secara umum terdapat lima agenda besar ekonomi yang disasar oleh pemerintah selama empat tahun ini.

Makroekonomi masuk ke dalam poin yang pertama. "Menjaga stabilitas makroekonomi untuk memperbaiki kualitas pembangunan (kemiskinan, pengangguran, inflasi, investasi, dan lain-lain)," tulis Istana Kepresidenan.

Selain pertumbuhan ekonomi, inflasi menjadi sorotan dari sisi makroekonomi karena berkaitan erat dengan sejumlah elemen, termasuk daya beli masyarakat Tanah Air.

Pemerintah mengklaim sukses menjaga inflasi atau kerap disebut juga dengan sebutan indeks harga konsumen alias IHK sejak pemerintahan Jokowi-JK dimulai 20 Oktober 2014.

Tercatat inflasi bisa ditekan di bawah 4,0% selama tiga tahun berturut-turut (2015-2017), yaitu 3,35% (target APBN 5%), 3,02% (target APBN 4%), dan 3,61% (target APBN 4,3%).

Pada tahun ini, sampai dengan September 2018, inflasi mencapai 1,94%. Staf Khusus Presiden Bidang Ekonomi Ahmad Erani Yustika memperkirakan inflasi sepanjang 2018 diproyeksikan hanya akan berada pada level 3%.

"Ini sejarah baru di mana pemerintah bisa mengelola stabilitas harga yang selama ini sulit dilakukan," katanya dalam pesan yang diterima CNBC Indonesia, Ahad (21/10/2018).

Di Balik Inflasi Rendah Rezim Jokowi-JKFoto: Infografis/Kebutuhan Bahan Pokok/Edward Ricardo
(NEXT) Ihwal inflasi yang terkendali selama empat tahun terakhir tidak dapat dilepaskan koordinasi solid antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Koordinasi itu juga melibatkan Bank Indonesia (BI).  

Seperti dikutip dari laman BI, hasil penelitian menunjukkan karakteristik inflasi di Indonesia masih cenderung bergejolak, terutama dipengaruhi sisi penawaran, berkaitan dengan gangguan produksi, distribusi, maupun kebijakan pemerintah.

Selain itu, gangguan inflasi juga dipicu oleh kebijakan pemerintah terkait harga komoditas strategis seperti BBM dan komoditas energi lainnya (administered prices).

Oleh karena itu, demi mencapai inflasi yang rendah, pengendalian inflasi memerlukan kerja sama dan koordinasi lintas instansi, yaitu antara BI dan pemerintah.

Pada 2005, BI dan pemerintah membentuk Tim Pemantauan dan Pengendalian Inflasi. Tiga tahun berselang, kedua pihak membentuk tim pengendalian inflasi di level daerah (TPID).

Tahun lalu, koordinasi pengendalian inflasi diperkuat dari sisi dasar hukum via penerbitan Keputusan Presiden Nomor 23 Tahun 2017 tentang Tim Pengendalian Inflasi Nasional.

Keppres itu menaungi mekanisme koordinasi pengendalian inflasi melalui pembentukan Tim Pengendalian Inflasi Pusat (TPIP), Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) Provinsi, dan Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) Kabupaten/Kota.

Inflasi yang terkendali empat tahun belakangan tak lepas dari peran tim pengendali inflasi nasional. Hal itu disampaikan Jokowi dalam pembukaan Rapat Koordinasi Nasional Pengendalian Inflasi 2018 di Grand Sahid Hotel, Jakarta, Kamis (26/7/2017).

"Saya ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada seluruh kepala daerah atas capaian inflasi yang tadi sudah disampaikan oleh Gubernur Bank Indonesia, segenap anggota tim pengendali inflasi baik di tingkat pusat maupun daerah," ujarnya.

Atas prestasi yang ada, Kepala Negara berharap pencapaian positif itu diteruskan. Bahkan tidak tanggung-tanggung, Jokowi mematok target di bawah 3%.

"Kita akan memiliki inflasi yang stabil yang kita harapkan semakin tahun semakin turun dan kita harapkan nanti di antara satu dan dua. Itu target kita," kata Jokowi.


Pengamat ekonomi dari ADB Institute Eric Sugandhi menilai tren inflasi rendah dalam beberapa tahun terakhir disebabkan oleh kombinasi dari beberapa faktor.

Pertama, perubahan skema subsidi energi dan penetapan harga bahan bakar minyak (BBM). Menurut Eric, skema subsidi energi yang diperkenalkan sejak awal 2015 telah membuat tekanan inflasi dari kenaikan harga BBM tidak sebesar dengan mekanisme lama.

Maksudnya, mekanisme perubahan harga saat ini berkala, namun kenaikannya gradual/tidak langsung besar dari sisi jumlah. Sementara skmea lama yang one-off dengan jumlah yang relatif besar.

"Kenaikan yang gradual memberikan kesempatan bagi para pelaku usaha dan rumah tangga untuk menyesuaikan ekspektasi mereka terhadap kenaikan inflasi akibat kenaikan harga BBM, misalnya perusahaan-perusahaan tidak perlu menaikkan harga produk mereka mark up yang terlalu besar," kata Eric kepada CNBC Indonesia.

Kedua, pelemahan daya beli masyarakat dalam beberapa tahun terakhir. Hal itu, menurut Eric, disebabkan penurunan harga komoditas energi (sebelum berangsur naik mulai tahun lalu), kenaikan harga administered prices (tarif dasar listrik, BBM), dan melambatnya aktivitas ekonomi.

Kendati demikian, Eric menjelaskan daya beli masyarakat mulai membaik pada kuartal II 2018. Ini karena pemerintah memberikan bantuan sosial dan tunjangan hari raya serta tidak menaikkan harga BBM bersubsidi.

Ketiga, kebijakan pemerintah menahan harga BBM bersubsidi walau harga minyak naik. Kebijakan itu bukannya tanpa risiko.

"Walau ada trade off ke membesarnya defisit neraca transaksi berjalan (CAD) dan tekanan terhadap neraca keuangan Pertamina," ujar Eric.

Keempat, lanjut Eric, kebijakan pemerintah menjaga stabilitas harga pangan, di antaranya dengan impor beberapa komoditas pangan.

Lebih lanjut, dia mengatakan, dari sisi moneter, Bank Indonesia (BI) juga mendukung pencapaian tren inflasi rendah dengan kebijakan moneter yang baik disertai penjagaan terhadap volatilitas rupiah.

"Dengan volatilitas rupiah yang dijaga agar tidak terlalu besar, perusahaan-perusahaan yang menggunakan komponen impor relatif punya kesempatan untuk menyesuaikan budget produksi mereka walau rupiah melemah," kata Eric.

Di Balik Inflasi Rendah Rezim Jokowi-JKFoto: Infografis/Sabar, Wajar Jokowi Bimbang Naikkan Harga BBM/Arie Pratama

(miq/dru) Next Article Di Balik 'Hantu' Inflasi Rendah Rezim Jokowi-JK

Tags


Related Articles
Recommendation
Most Popular