Bantah Fitch, Pertamina Yakin Masih Bisa Laba Meski Turun
Anastasia Arvirianty, CNBC Indonesia
17 October 2018 13:23

Jakarta, CNBC Indonesia- PT Pertamina (Persero) masih meyakini akan membukukan laba meski ditengah lonjakan harga minyak dunia dan harga BBM Premium yang tidak mengalami kenaikan. Hal ini menyanggah riset dari Fitch Ratings yang mengatakan laba perusahaan akan tertekan dalam 12 bulan ke depan jika tidak menaikkan harga Premium.
"Saya rasa tidak begitu. Prognosa kami sampai sejauh ini Pertamina masih akan membukukan laba, utamanya di 2018 ini, meski harga Premium ditahan dan harga minyak dunia sedang naik," ujar Direktur Keuangan PT Pertamina (Persero) Pahala N Mansury kepada media saat dijumpai di Gedung DPR/MPR, Jakarta, Rabu (17/10/2018).
Kendati demikian, Pahala mengakui, memang pastinya akan terjadi penurunan laba jika dibandingkan dengan tahun lalu. Tetapi, dipastikan kinerjanya masih positif.
"Insha Allah kinerjanya masih positif," pungkas Pahala.
Sebelumnya, lembaga pemeringkat Fitch Ratings menilai kebijakan pemerintah yang menunda kenaikan harga BBM premium hanya semakin menekan kondisi keuangan PT Pertamina (Persero).
Lembaga ini menyoroti maju mundur kebijakan kenaikan harga BBM yang terjadi 10 Oktober lalu, di mana rencana menaikkan harga Premium dibatalkan begitu saja sejam sejak diumumkan. Ini, kata Fitch Ratings, menggambarkan betapa sensitifnya isu BBM di Indonesia.
Dengan kejadian tersebut, mereka meyakini kenaikan harga bbm yang diatur pemerintah (yakni BBM subsidi maupun Premium) sulit dilakukan hingga Pemilu berlagsung di April tahun depan.
"Penundaan pemerintah menaikkan harga bahan bakar akan menekan laba Pertamina hingga 12 bulan ke depan, akibat makin meruginya perusahaan di sektor penjualan BBM," ujar Direktur Fitch Ratings Shahim Zubair, dalam keterangan tertulisnya, Selasa (16/10/2018).
Adapun, sebagai kompensasi atas beban yang ditanggung Pertamina, pemerintah memang telah menambah subsidi dari Rp 500 menjadi Rp 2.000/liter untuk bensin solar. Namun, perlu diingat masih terdapat Premium yang tidak disubsidi, tapi selisih harga jualnya masih ditanggung Pertamina karena harga dilarang naik.
Di 2017, laba perseroan tergerus hingga US$ 2 miliar. "Di semester 1 tahun ini, diperkirakan perusahaan tergerus sebanyak US$ 1,2 miliar (setara Rp 18,2 triliun), dan diperkirakan masih lebih tinggi hingga semester dua 2018 dengan harga rata-rata minyak dunia," jelasnya.
Perseroan, kata dia, akan terus alami kerugian di sektor hilir akibat menjual BBM dengan harga yang jauh dari harga pasar, meski sudah dibantu dengan kenaikan alokasi subsidi diesel, kenaikan harga BBM Pertamax dan Dex Series, hingga dampak positif kenaikan harga minyak dunia terhadap bisnis hulu Pertamina.
(gus) Next Article Laba Pertamina Anjlok 81% Jadi Rp5 T, Gara-gara BBM?
"Saya rasa tidak begitu. Prognosa kami sampai sejauh ini Pertamina masih akan membukukan laba, utamanya di 2018 ini, meski harga Premium ditahan dan harga minyak dunia sedang naik," ujar Direktur Keuangan PT Pertamina (Persero) Pahala N Mansury kepada media saat dijumpai di Gedung DPR/MPR, Jakarta, Rabu (17/10/2018).
"Insha Allah kinerjanya masih positif," pungkas Pahala.
Sebelumnya, lembaga pemeringkat Fitch Ratings menilai kebijakan pemerintah yang menunda kenaikan harga BBM premium hanya semakin menekan kondisi keuangan PT Pertamina (Persero).
Lembaga ini menyoroti maju mundur kebijakan kenaikan harga BBM yang terjadi 10 Oktober lalu, di mana rencana menaikkan harga Premium dibatalkan begitu saja sejam sejak diumumkan. Ini, kata Fitch Ratings, menggambarkan betapa sensitifnya isu BBM di Indonesia.
Dengan kejadian tersebut, mereka meyakini kenaikan harga bbm yang diatur pemerintah (yakni BBM subsidi maupun Premium) sulit dilakukan hingga Pemilu berlagsung di April tahun depan.
"Penundaan pemerintah menaikkan harga bahan bakar akan menekan laba Pertamina hingga 12 bulan ke depan, akibat makin meruginya perusahaan di sektor penjualan BBM," ujar Direktur Fitch Ratings Shahim Zubair, dalam keterangan tertulisnya, Selasa (16/10/2018).
Adapun, sebagai kompensasi atas beban yang ditanggung Pertamina, pemerintah memang telah menambah subsidi dari Rp 500 menjadi Rp 2.000/liter untuk bensin solar. Namun, perlu diingat masih terdapat Premium yang tidak disubsidi, tapi selisih harga jualnya masih ditanggung Pertamina karena harga dilarang naik.
Di 2017, laba perseroan tergerus hingga US$ 2 miliar. "Di semester 1 tahun ini, diperkirakan perusahaan tergerus sebanyak US$ 1,2 miliar (setara Rp 18,2 triliun), dan diperkirakan masih lebih tinggi hingga semester dua 2018 dengan harga rata-rata minyak dunia," jelasnya.
Perseroan, kata dia, akan terus alami kerugian di sektor hilir akibat menjual BBM dengan harga yang jauh dari harga pasar, meski sudah dibantu dengan kenaikan alokasi subsidi diesel, kenaikan harga BBM Pertamax dan Dex Series, hingga dampak positif kenaikan harga minyak dunia terhadap bisnis hulu Pertamina.
(gus) Next Article Laba Pertamina Anjlok 81% Jadi Rp5 T, Gara-gara BBM?
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular