Pembeli Adalah Raja, AS Menang Perang Dagang Lawan China
Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
16 October 2018 14:36

Sepertinya China sudah harus mengakui bahwa mereka 'kalah' dalam perang dagang ini. Bagaimana pun, pepatah klasik pembeli adalah raja berlaku di sini.
AS adalah negara konsumen terbesar di dunia, termasuk bagi China. Sepanjang 2018, nilai impor AS mencapai US$ 1,67 triliun dan US$ 344,7 miliar (20,6%) di antaranya adalah produk China.
Sementara di sisi China, AS adalah pasar ekspor terbesar dengan porsi 19%. Jika produk China sulit masuk ke AS, maka Negeri Tirai Bambu kehilangan lapak terbaiknya. Dampaknya kinerja korporasi China pun meredup.
Pada Agustus, pertumbuhan produksi industri China adalah 6,1% YoY. Memang lebih baik ketimbang bulan sebelumnya yaitu 6%, tetapi jauh dibandingkan pertumbuhan Februari yang mencapai 7,2% kala perang dagang belum sepanas sekarang.
"Beberapa (perusahaan) mungkin akan mengurangi produksi. Sedangkan yang lain bisa mengurangi karyawan, bahkan mungkin ada yang sampai tutup," ungkap Long Guoqiang, Wakil Kepala Pusat Kajian Pembangunan China, dikutip dari Reuters.
Apabila korporasi China terus lesu, maka dampaknya terhadap rumah tangga tinggal menunggu waktu. Kalau ekspor, investasi, dan konsumsi melambat, maka pertumbuhan ekonomi China pun di ujung tanduk.
Konsensus yang dihimpun Reuters memperkirakan pertumbuhan ekonomi China pada kuartal III-2018 adalah 6,6%, melambat dibandingkan kuartal sebelumnya yaitu 6,7%. Jika pertumbuhan ekonomi 6,6% terwujud, maka akan menjadi laju terlambat sejak kuartal I-2009.
Pembeli adalah raja. Ketika pembeli ngambek dan tidak mau lagi membeli di satu toko, maka toko itu yang rugi. Apalagi kalau itu pembeli kelas kakap.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji)
AS adalah negara konsumen terbesar di dunia, termasuk bagi China. Sepanjang 2018, nilai impor AS mencapai US$ 1,67 triliun dan US$ 344,7 miliar (20,6%) di antaranya adalah produk China.
Sementara di sisi China, AS adalah pasar ekspor terbesar dengan porsi 19%. Jika produk China sulit masuk ke AS, maka Negeri Tirai Bambu kehilangan lapak terbaiknya. Dampaknya kinerja korporasi China pun meredup.
"Beberapa (perusahaan) mungkin akan mengurangi produksi. Sedangkan yang lain bisa mengurangi karyawan, bahkan mungkin ada yang sampai tutup," ungkap Long Guoqiang, Wakil Kepala Pusat Kajian Pembangunan China, dikutip dari Reuters.
Apabila korporasi China terus lesu, maka dampaknya terhadap rumah tangga tinggal menunggu waktu. Kalau ekspor, investasi, dan konsumsi melambat, maka pertumbuhan ekonomi China pun di ujung tanduk.
Konsensus yang dihimpun Reuters memperkirakan pertumbuhan ekonomi China pada kuartal III-2018 adalah 6,6%, melambat dibandingkan kuartal sebelumnya yaitu 6,7%. Jika pertumbuhan ekonomi 6,6% terwujud, maka akan menjadi laju terlambat sejak kuartal I-2009.
Pembeli adalah raja. Ketika pembeli ngambek dan tidak mau lagi membeli di satu toko, maka toko itu yang rugi. Apalagi kalau itu pembeli kelas kakap.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji)
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular