IMF-WB Nilai Perang Dagang & Utang jadi Risiko Ekonomi Dunia

Prima Wirayani, CNBC Indonesia
13 October 2018 19:49
Pertemuan para menteri keuangan dari 189 negara di dunia ini menjadi salah satu inti acara dalam rangkaian IMF-WB Annual Meetings.
Foto: Deputy Director Asia and Pacific Department IMF Ken Kang (kiri), Deputy Director Asia and Pacific Department IMF Odd Per Brekk (kedua kiri), Deputy Director Asia and Pacific Department IMF Changyong Rhee (tengah), Deputy Director Asia and Pacific Department IMF Markus Rodlauer (kedua kanan) dan Communications Officer IMF Ting Yan memberikan press briefing Asia and Pacific Department pada rangkaian Pertemuan Tahunan IMF - World Bank Group 2018 di Nusa Dua, Bali, Jumat (12/10). (ICom/Jefri Tarigan)
Nusa Dua, CNBC Indonesia - Memanasnya perseteruan perdagangan global dan meningkatnya risiko utang menjadi salah satu perhatian Development Committee (DC) Dana Moneter Internasional (IMF) dan Bank Dunia (World Bank/ WB) dalam pertemuan tahunannya di Nusa Dua, Bali, Sabtu (13/10/2018).

DC adalah forum tingkat menteri dari lembaga kembar IMF dan WB yang ditujukan untuk membahas dan mencapai kesepakatan antarpemerintah mengenai beberapa isu pembangunan dunia.

Pertemuan para menteri keuangan dari 189 negara di dunia ini menjadi salah satu inti acara dalam rangkaian IMF-WB Annual Meetings.

Dalam komunike atau pernyataan bersama yang dipublikasikan setelah pertemuan selesai, para anggota DC menggarisbawahi pentingnya peran perdagangan internasional bagi pertumbuhan ekonomi, penciptaan lapangan kerja, dan pembangunan berkelanjutan.

"Kami menyerukan kepada negara-negara anggota, dengan bantuan dari WBG dan IMF, untuk menerapkan kebijakan yang memastikan pertumbuhan ekonomi yang kuat dan inklusif, menurunkan risiko, dan mendorong daya saing, sambil memperkuat keberlanjutan fiskal dan daya tahan sektor keuangan," menurut pernyataan resmi komunike yang diterima CNBC Indonesia, Sabtu.

Para menteri keuangan dunia itu juga masih mengkhawatirkan meningkatnya kerentanan utang di beberapa negara berkembang dan negara berpendapatan rendah. Perkiraan kondisi utang yang memburuk meningkat kerentanan negara-negara tersebut saat risiko global juga makin membayangi.

"Ini memerlukan kerangka kebijakan yang solid, buffers fiskal dan eksternal yang cukup, serta praktik yang berkelanjutan dan transparan," lanjut komunike tersebut.

Selain itu, komunike tersebut juga menekankan pentingnya berfokus pada pembangunan sumber daya manusia, khususnya di saat perkembangan teknologi semakin memengaruhi lapangan kerja, sekto rkeuangan, dan aspek pembangunan lainnya.

Para menteri membicarakan mengenai perlunya memastikan bahwa seluruh individu dapat mengakses keterampilan dan kemampuan beradaptasi dan terus maju di tengah disrupsi teknologi.

"Kami mendesak WBG untuk menyediakan pembiayaan dan sasaran tertarget untuk membantu klien-kliennya mengatasi tantangan ini sembari juga membangun insentif," tulis komunike tersebut.

DC juga menyambut baik disepakatinya Bali Fintech Agenda yang akan memberi panduan penting bagi para pembuat kebijakan di berbagai negara anggota dan komunitas internasional saat merumuskan kebijakan terkait fintech.

Lembaga-lembaga dunia dan pemerintah harus memfokuskan diri pada negara-negara dengan pendapatan rendah, negara-negara kecil, dan komunitas yang termarginalkan. Perhatian itu terutama untuk menutup ketimpangan akses keuangan bagi perempuan, dan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).

Pertemuan menteri-menteri keuangan dunia itu juga mengakhiri masa jabatan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati sebagai ketua DC dalam dua tahun terakhir. Menteri Keuangan Ghana Ken Ofori-Atta secara resmi menggantikan posisi Sri Mulyani.

DC juga memutuskan pertemuan tahunan selanjutnya akan digelar di Washington, Amerika Serikat (AS), pada 13 April 2019.


(prm/hps) Next Article RI Jadi Tuan Rumah IMF-World Bank Meeting 2018, Ini Dampaknya

Tags


Related Articles
Recommendation
Most Popular