
Langkah OJK Hadapi Tekanan Ekonomi Global
Advertorial, CNBC Indonesia
11 October 2018 00:00

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) berkolaborasi dengan pemerintah dan Bank Indonesia untuk menghadapi tekanan ekonomi global. Beberapa langkah yang dilakukan oleh OJK seperti memberikan insentif kepada perbankan untuk pembiayaan kepada industri berorientasi ekspor dan industri barang substitusi impor serta industri pariwisisata termasuk melakukan LPEI dan fasilitas pembiayaan pasar modal untuk 10 tempat wisata baru.
Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso mengatakan OJK terus meningkatkan koordinasi dan komunikasi dengan Pemerintah dan Bank Indonesia dalam menyiapkan berbagai kebijakan yang diperlukan dalam menghadapi tekanan ekonomi global.
"Tentu saja kita tidak tinggal diam dengan situasi ini. Pemerintah, BI dan OJK telah menerbitkan bauran kebijakan jangka pendek dan menengah serta terus memantau perkembangan ekonomi yang terjadi," kata Wimboh dalam Seminar Navigating Indonesia's Economy in The Global Uncertainties di Bali, Rabu (10/10).
Menurut dia, sektor jasa keuangan perlu bersiap diri menghadapi tekanan ekonomi global, karena meningkatnya suku bunga global berpotensi diikuti oleh kenaikan suku bunga domestik.
"Bank dan perusahaan pembiayaan perlu mengerahkan usaha ekstra untuk melakukan efisiensi. Sampai taraf tertentu hal ini akan mengurangi dampak kenaikan suku bunga pinjaman yang sangat diperlukan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi," lanjut dia.
Selain itu, OJK juga terus melakukan pendalaman pasar keuangan dengan jalan meningkatkan sisi suplai dibanding permintaan dan memberikan infrastruktur yang mendukung.
Menurut dia, kondisi Industri jasa keuangan saat ini sangat solid, yang didukung dengan data pemodalan yang cukup kuat, likuiditas yang baik dan tingkat risiko yang terkendali. Rasio kecukupan modal perbankan terjaga di level 23%.
Tngkat pemodalan perusahaan asuransi yang berada di atas threshold. Sementara itu likuiditas perbankan dalam kondisi yang cukup, "excess reserve" perbankan mencapai sekitar Rp 518 triliun. Hal ini memberikan "buffer" yang cukup bagi sektor jasa keuangan untuk bertahan menghadapi tekanan.
Intermediasi sektor jasa keuangan juga menunjukkan tren yang meningkat. Pertumbuhan kredit perbankan tercatat sebesar 12,12% yoy dengan NPL yang cukup rendah yaitu sebesar 2,74%. Pertumbuhan piutang perusahaan pembiayaan pun cukup baik yaitu bertumbuh 5,82% dengan NPF sebesar 3,11%.
"Kami terus memonitor dan mengevaluasi perkembangan risiko kredit baik perbankan maupun perusahaan pembiayaan untuk mencegah terjadinya krisis di sektor jasa keuangan," imbuh dia.
Di sisi lain, meskipun yield obligasi dalam Rupiah dalam tren meningkat, penggalangan dana di pasar modal tumbuh positif, mencapai sekitar Rp130 triliun (ytd), dengan sejumlah Rp20 triliun lainnya masih dalam pipeline.
(adv) Next Article Mantap! BJTM Berhasil Jadi BPD Terbesar dalam KUB
Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso mengatakan OJK terus meningkatkan koordinasi dan komunikasi dengan Pemerintah dan Bank Indonesia dalam menyiapkan berbagai kebijakan yang diperlukan dalam menghadapi tekanan ekonomi global.
"Tentu saja kita tidak tinggal diam dengan situasi ini. Pemerintah, BI dan OJK telah menerbitkan bauran kebijakan jangka pendek dan menengah serta terus memantau perkembangan ekonomi yang terjadi," kata Wimboh dalam Seminar Navigating Indonesia's Economy in The Global Uncertainties di Bali, Rabu (10/10).
"Bank dan perusahaan pembiayaan perlu mengerahkan usaha ekstra untuk melakukan efisiensi. Sampai taraf tertentu hal ini akan mengurangi dampak kenaikan suku bunga pinjaman yang sangat diperlukan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi," lanjut dia.
Selain itu, OJK juga terus melakukan pendalaman pasar keuangan dengan jalan meningkatkan sisi suplai dibanding permintaan dan memberikan infrastruktur yang mendukung.
Menurut dia, kondisi Industri jasa keuangan saat ini sangat solid, yang didukung dengan data pemodalan yang cukup kuat, likuiditas yang baik dan tingkat risiko yang terkendali. Rasio kecukupan modal perbankan terjaga di level 23%.
Tngkat pemodalan perusahaan asuransi yang berada di atas threshold. Sementara itu likuiditas perbankan dalam kondisi yang cukup, "excess reserve" perbankan mencapai sekitar Rp 518 triliun. Hal ini memberikan "buffer" yang cukup bagi sektor jasa keuangan untuk bertahan menghadapi tekanan.
Intermediasi sektor jasa keuangan juga menunjukkan tren yang meningkat. Pertumbuhan kredit perbankan tercatat sebesar 12,12% yoy dengan NPL yang cukup rendah yaitu sebesar 2,74%. Pertumbuhan piutang perusahaan pembiayaan pun cukup baik yaitu bertumbuh 5,82% dengan NPF sebesar 3,11%.
"Kami terus memonitor dan mengevaluasi perkembangan risiko kredit baik perbankan maupun perusahaan pembiayaan untuk mencegah terjadinya krisis di sektor jasa keuangan," imbuh dia.
Di sisi lain, meskipun yield obligasi dalam Rupiah dalam tren meningkat, penggalangan dana di pasar modal tumbuh positif, mencapai sekitar Rp130 triliun (ytd), dengan sejumlah Rp20 triliun lainnya masih dalam pipeline.
(adv) Next Article Mantap! BJTM Berhasil Jadi BPD Terbesar dalam KUB
Most Popular