Internasional

April 2019, Pabrikan Pesawat Airbus Punya Bos Baru

Wangi Sinintya, CNBC Indonesia
09 October 2018 12:20
Pemegang saham Airbus menunjuk Guillaume Faury sebagai kepala eksekutif, Senin (8/10/2018).
Foto: Airbus (REUTERS/Toby Melville)
Jakarta, CNBC Indonesia - Pemegang saham Airbus menunjuk Guillaume Faury sebagai kepala eksekutif, Senin (8/10/2018) dan mengakhiri ketidapastian isu kepemimpinan pada perusahaan dirgantara terbesar di Eropa ini.

Pria Prancis berusia 50 tahun itu akan menggantikan Tom Enders, dan pengangkatannya aka disahkan pada April 2019 dalam rapat umum pemegang saham, ujar manajemen dalam keterangan resminya.
 
Chairman Denis Ranque, seorang Prancis, akan mundur ketika masa jabatannya berakhir pada 2020, tambah manajamen.
 
Pengumuman itu muncul setelah dewan diskusi mengalami kekosongan kepemimpinan, adanya kasus korupsi dan Enders yang mengumumkan pengunduran dirinya.

Pada 28 September, Reuters secara eksklusif melaporkan bahwa Airbus bergerak cepat menuju pengangkatan Faury sebagai CEO berikutnya dan akan mengumumkan keputusan tersebut dalam beberapa minggu.
 
Faury ditunjuk sebagai kepala bisnis perencanaan inti pada Desember tahun lalu setelah Fabrice Bregier setuju untuk mundur setelah berselisih dengan Enders, yang membuat Enders juga memilih mundur padahal masih berminat melanjutkan masa kepemimpinannya untuk ketiga kalinya di 2019.
 
Seseorang yang dekat dengan Enders membantah ada kekosongan kepemimpinan sejak dia mengumumkan niatnya untuk tidak mencari masa jabatan ketiga dan mengatakan dia tetap terlibat dalam bisnis.
 
Sebagai CEO dari satu-satunya saingan serius pembuat pesawat AS Boeing, Faury akan terus fokus mengatasi masalah di industri yang mempengaruhi beberapa pengiriman jet, sambil mengawasi unit helikopter dan pertahanan yang lebih kecil tetapi semakin otonom.
  
Airbus biasanya memberikan jabatan chairman dan CEO antara warga negara Prancis dan Jerman, meskipun kemampuan pemerintah Paris dan Berlin untuk menyediakan pekerjaan untuk alasan politik semata dihentikan pada tahun 2013.

Meskipun kekuatan mereka dibatasi dan Airbus mengklaim independen, kedua pemerintah masing-masing mempertahankan suara sebagai pemegang saham dengan kepemilikan 11% dan pembeli pesawat pertahanan utama.

Foto: Infografis/Airbus A 350 - 900/Arie Pratama



(roy/roy) Next Article Deteksi Corona, Jokowi: Jangan Sampai Indonesia Diragukan

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular