Mantan Bos Klaim Kucuran Rp 21,6 T ke Malaysia Airlines Gagal

Ester Christine Natalia, CNBC Indonesia
24 September 2018 20:17
Abdul Aziz mengatakan maskapai itu bersusah payah menjalankan operasional.
Foto: REUTERS/Edgar Su
Kuala Lumpur, CNBC Indonesia - Pemerintah perlu membentuk sekelompok pakar untuk mengevaluasi operasi Malaysia Airlines Bhd (MAB) saat ini. Ini karena rencana restrukturasi senilai 6 miliar ringgit (Rp 21,6 triliun) dianggap gagal.

Demikian disampaikan Abdul Aziz Abdul Rahman yang merupakan mantan CEO sekaligus Direktur Pelaksana Malaysia Airline Systems Bhd (MAS) di laman The Star, Senin (24/9/2018).

Pemilik tunggal MAB, yaitu Khazanah Nasional Bhd telah menyuntikkan investasi senilai 6 miliar ringgit guna menopang rencana pemulihan maskapai nasional itu selama lima tahun. Rencana itu diluncurkan pada 2014.

Abdul Aziz mengatakan alih-alih menghasilkan laba, maskapai justru mencatatkan kerugian selama tiga tahun berturut-turut, dengan kerugian keuangan sebesar 1 miliar ringgit dalam tahun pertama rencana restrukturasi.

"Dari 2015 sampai 2017, mereka telah gagal. Tahun keempat [2018], kami belum tahu. Kami harus melihat hasilnya di akhir tahun. Jika tidak menunjukkan peningkatan luar biasa ketimbang tahun lalu, maka tidak ada harapan. Namun, jika ternyata lebih buruk di tahun ini, maka pemerintah harus mengevaluasi timnya."

"Uang pemerintah adalah uang rakyat. Modal yang diberi ke MAB adalah uang rakyat dan bisa dipertanyakan. Dalam hal kerugian, [rencana] pemulihan ini [telah] gagal," kata Abdul Aziz.



Abdul Aziz mengatakan maskapai itu bersusah payah menjalankan operasional. Ini lantaran upah mahal yang harus dibayarkan ke warga asing yang mengisi struktur teratas manajemen.

Pihak-pihak yang dimaksud termasuk CEO, direktur operasional, dan staf khusus yang mengantongi upah ratusan ribu ringgit per bulan.


Alasan lain dari kesulitan finansial yang dialami MAB adalah pembelian pesawat Airbus 380. Hal itu disebut Abdul Aziz sebagai investasi buruk sehingga menyebabkan aliran uang tunai keluar ekstrem dari MAB.



Dari enam double-decker A380 superjumbo yang dimiliki MAB, dia berkata hanya dua pesawat yang bisa beroperasi. Sementara, empat pesawat lainnya berada dalam status aircraft on ground yang mengindikasikan masalah serius.

Hal itu menyebabkan pesawat dilarang terbang.

"Kami mendapatkan pesawat yang salah. Ini bukan untuk kami, di Kuala Lumpur, menggunakan A380. Produksi pertama [dari pesawat itu] masih dalam [tahap] percobaan. Maka dari itu kami dibebani dengan banyak masalah," kata Abdul Aziz.



Ia juga mencibir rencana Khazanah kembali membuat maskapai itu melantai di Bursa Malaysia tahun ini. Dia berkata, berdasarkan situasi terkini, kinerja keuangan MAB tidak sesuai dengan kebutuhan Sekuritas Bursa Malaysia yang melarang perusahaan rugi untuk melantai.



Untuk diketahui, MAS keluar dari bursa saham pada tanggal 31 Desember 2014.

Ketika ditanya apakah dia mau masuk ke dalam tim pakar tersebut, Abdul Aziz berkata jika pelayanannya dibutuhkan, dia harus mempelajari strateginya terlebih dahulu.

"Jika memungkinkan, maka saya mau," kata Abdul Aziz.

Dia menambahkan bahwa sekitar 5 miliar ringgit diperlukan untuk mensukseskan bisnis kargo, MRO, dan katering guna mengembalikan profitabilitas MAB.



"Saya tidak menyalahkan siapapun. Saya hanya ingin membantu pemerintah mengambil langkah dan melakukan kajian secepatnya, sehingga kita bisa meningkatkan maskapai nasional kita menjadi maskapai berkelas dunia," ujarnya.

(miq/miq) Next Article Dilema Mahathir Mohamad: Tutup atau Jual Malaysia Airlines

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular