
Bos Emirates: Harga Minyak Dunia Kemahalan
Anastasia Arvirianty, CNBC Indonesia
08 September 2018 14:35

Jakarta, CNBC Indonesia - Presiden Emirates Tim Clark ternyata merasa bahan bakar untuk pesawat terbang terlalu mahal. Menurut Clark idealnya biaya pokok minyak sekitar US$ 52/barel.
"Saya adalah salah satu dari orang-orang ini yang mengatakan (harga minyak) itu sangat mahal. Jika harganya di US$ 77 atau US$ 83 dolar (per barel), semestinya harga itu harus di US$ 52," kata Clark seperti dilansir dari CNBC internasional dalam sebuah wawancara.
"Orang-orang itu, negara-negara itu, entitas-entitas yang mengatakan mereka tidak dapat menghasilkan uang dengan US$ 52, mereka harus melakukan sesuatu yang lain," tambahnya.
Memang, harga minyak telah meningkat sekitar 20% pada 2018, dan pada Jumat pagi, minyak mentah Brent berjangka diperdagangkan di sekitar US$ 76,48. Minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) AS berada di level US$ 67,76.
Clark menambahkan, karena harga spot untuk minyak sekarang kira-kira sama dengan harga bursa berjangka, pasar telah merasakan bahwa harga minyak tidak akan naik lebih jauh dari titik ini.
"Saya pikir bahan bakar sekarang tidak akan naik. Kurva ke depan datar. Ada sejumlah kerapuhan yang akan terjadi, yakni sampai di mana bahan bakar akan naik. Itu pandangan saya," kata Clark.
Emirates, yang mempekerjakan sekitar 25.000 staf awak kabin di seluruh dunia, telah mengalami perlambatan pertumbuhan kinerja keuangan karena periode harga minyak relati tinggi dalam beberapa tahun terakhir.
Clark mengatakan harga bahan bakar untuk maskapainya 44% lebih tinggi dari waktu yang sama tahun lalu. Namun, ia memperingatkan banyak produsen minyak tidak menunjukkan respons terhadap harga yang lebih tinggi.
"Karena negara-negara penghasil minyak, sebagian besar di Timur Tengah mendapatkan manfaat dari itu, secara historis ada kenaikan yang sangat cepat dalam permintaan, tetapi kami tidak melihat itu," kata Clark.
Dia menambahkan, banyak negara berkembang dan negara-negara Timur Tengah berjuang untuk menyesuaikan kinerja Amerika Serikat dan pertumbuhan global tampak tidak pasti.
"Orang harus sedikit khawatir tentang apa yang mendorong semua ini. Apakah itu adalah jumlah yang banyak sekali dari utang. Kami melihat itu sepuluh tahun yang lalu," katanya.
Penumpang Sakit
Pada Rabu (5/9/2018), Emirates sempat mendapat masalah karena otoritas kesehatan federal dan polisi New York mengkarantina pesawat Emirates Airline di New York setelah beberapa penumpang sakit.
Penerbangan 203 tiba di New York dengan sekitar 100 pelancong dan staf penerbangan mengeluh karena batuk, demam, dan gejala penyakit gastrointestinal. Menurut Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit AS, sebanyak 11 orang kemudian dibawa ke rumah sakit sebagai tindakan pencegahan tambahan.
Clark mengatakan kepada CNBC, tidak ada sumber untuk mebasmi wabah penyakit yang tiba-tiba telah ditemukan, tetapi ia diharapkan untuk menemukan akar masalah dalam seminggu.
Presiden Emirates itu menambahkan bahwa dia tidak berharap kehilangan kebiasaan atas insiden itu sebelum menambahkan bahwa maskapai itu adalah organisasi yang sangat aman yang membanggakan diri pada kesehatan dan keselamatan.
(hps/hps) Next Article Incar Penumpang India-AS, Emirates Kasih Diskon Bagasi
"Saya adalah salah satu dari orang-orang ini yang mengatakan (harga minyak) itu sangat mahal. Jika harganya di US$ 77 atau US$ 83 dolar (per barel), semestinya harga itu harus di US$ 52," kata Clark seperti dilansir dari CNBC internasional dalam sebuah wawancara.
"Orang-orang itu, negara-negara itu, entitas-entitas yang mengatakan mereka tidak dapat menghasilkan uang dengan US$ 52, mereka harus melakukan sesuatu yang lain," tambahnya.
Clark menambahkan, karena harga spot untuk minyak sekarang kira-kira sama dengan harga bursa berjangka, pasar telah merasakan bahwa harga minyak tidak akan naik lebih jauh dari titik ini.
"Saya pikir bahan bakar sekarang tidak akan naik. Kurva ke depan datar. Ada sejumlah kerapuhan yang akan terjadi, yakni sampai di mana bahan bakar akan naik. Itu pandangan saya," kata Clark.
Emirates, yang mempekerjakan sekitar 25.000 staf awak kabin di seluruh dunia, telah mengalami perlambatan pertumbuhan kinerja keuangan karena periode harga minyak relati tinggi dalam beberapa tahun terakhir.
Clark mengatakan harga bahan bakar untuk maskapainya 44% lebih tinggi dari waktu yang sama tahun lalu. Namun, ia memperingatkan banyak produsen minyak tidak menunjukkan respons terhadap harga yang lebih tinggi.
"Karena negara-negara penghasil minyak, sebagian besar di Timur Tengah mendapatkan manfaat dari itu, secara historis ada kenaikan yang sangat cepat dalam permintaan, tetapi kami tidak melihat itu," kata Clark.
Dia menambahkan, banyak negara berkembang dan negara-negara Timur Tengah berjuang untuk menyesuaikan kinerja Amerika Serikat dan pertumbuhan global tampak tidak pasti.
"Orang harus sedikit khawatir tentang apa yang mendorong semua ini. Apakah itu adalah jumlah yang banyak sekali dari utang. Kami melihat itu sepuluh tahun yang lalu," katanya.
Penumpang Sakit
Pada Rabu (5/9/2018), Emirates sempat mendapat masalah karena otoritas kesehatan federal dan polisi New York mengkarantina pesawat Emirates Airline di New York setelah beberapa penumpang sakit.
Penerbangan 203 tiba di New York dengan sekitar 100 pelancong dan staf penerbangan mengeluh karena batuk, demam, dan gejala penyakit gastrointestinal. Menurut Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit AS, sebanyak 11 orang kemudian dibawa ke rumah sakit sebagai tindakan pencegahan tambahan.
Clark mengatakan kepada CNBC, tidak ada sumber untuk mebasmi wabah penyakit yang tiba-tiba telah ditemukan, tetapi ia diharapkan untuk menemukan akar masalah dalam seminggu.
Presiden Emirates itu menambahkan bahwa dia tidak berharap kehilangan kebiasaan atas insiden itu sebelum menambahkan bahwa maskapai itu adalah organisasi yang sangat aman yang membanggakan diri pada kesehatan dan keselamatan.
(hps/hps) Next Article Incar Penumpang India-AS, Emirates Kasih Diskon Bagasi
Most Popular