
Masalah Perpajakan RI Tak Pernah Beres Sejak 1983
Chandra Gian Asmara, CNBC Indonesia
29 August 2018 11:40

Jakarta, CNBC Indonesia - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati berulang kali menegaskan tingkat kepatuhan wajib pajak Indonesia masih relatif rendah, bahkan jika dibandingkan dengan negara-negara tetangga.
Hal ini yang menjadi salah satu alasan, Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) di setiap tahunnya selalu mengalami defisit, lantaran realisasi penerimaan pajak yang berkontribusi lebih dari 70% terhadap pendapatan negara tak optimal.
Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) menilai, persoalan ini sejatinya sudah terjadi selama 35 tahun, atau di tahun 1983 pada saat Indonesia mulai menganut kebijakan perpajakan dengan sistem self asessment.
"Masalah kita sudah terjadi sejak 1983, sejak menggunakan self asessment dalam sistem perpajakan kita," kata Sekretaris Umum IKPI Krismantoro Petrus di Ritz Carlton, Jakarta, Rabu (29/8/2018).
Self asessment merupakan sistem pemungutan pajak yang memberikan kepercayaan kepada wajib pajak untuk menghitung, membayar, dan melaporkan sendiri jumlah pajak yang seharusnya terutang sesuai aturan berlaku.
Pada saat itu, keputusan Indonesia menerapkan sistem tersebut tak kepas dari keberhasilan otoritas pajak Amerika Serikat (AS) dalam memungut pajak para wajib pajak negeri Paman Sam. Hingga saat ini, sistem itu pun masih terus diterapkan.
Namun dalam implementasinya, sistem tersebut tak bisa berjalan efektif seperti di AS. Ada salah satu alasan utama yang menyebabkan sistem self asessment yang diterapkan di Indonesia tak mampu berjalan efektif.
"Di AS bisa tertib, bisa efisien, kenapa di Indonesia tidak bisa? [...] di AS, pemerintah atau otoritas pajak AS bisa secara otomatis buka rekening bank. Sehinggs jauh lebih ideal," katanya.
"Self asessment system di AS memang dari sisi data sudah tersedia dalam menjalankan tugasnya. Sehingga mereka tidak mendapatkan kesulitan dalam pelaksanaan," katanya.
Bagaimana di Indonesia? Perbaikan regulasi pun diperlukan, agar sistem self asessment bisa berjalan efektif. Salah satunya, adalah percepatan perubahan revisi Undang-Undanh Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP).
(dru) Next Article Ketika Sri Mulyani Ajarkan Anak SD Soal Pajak
Hal ini yang menjadi salah satu alasan, Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) di setiap tahunnya selalu mengalami defisit, lantaran realisasi penerimaan pajak yang berkontribusi lebih dari 70% terhadap pendapatan negara tak optimal.
Ikatan Konsultan Pajak Indonesia (IKPI) menilai, persoalan ini sejatinya sudah terjadi selama 35 tahun, atau di tahun 1983 pada saat Indonesia mulai menganut kebijakan perpajakan dengan sistem self asessment.
![]() |
Self asessment merupakan sistem pemungutan pajak yang memberikan kepercayaan kepada wajib pajak untuk menghitung, membayar, dan melaporkan sendiri jumlah pajak yang seharusnya terutang sesuai aturan berlaku.
Pada saat itu, keputusan Indonesia menerapkan sistem tersebut tak kepas dari keberhasilan otoritas pajak Amerika Serikat (AS) dalam memungut pajak para wajib pajak negeri Paman Sam. Hingga saat ini, sistem itu pun masih terus diterapkan.
Namun dalam implementasinya, sistem tersebut tak bisa berjalan efektif seperti di AS. Ada salah satu alasan utama yang menyebabkan sistem self asessment yang diterapkan di Indonesia tak mampu berjalan efektif.
"Di AS bisa tertib, bisa efisien, kenapa di Indonesia tidak bisa? [...] di AS, pemerintah atau otoritas pajak AS bisa secara otomatis buka rekening bank. Sehinggs jauh lebih ideal," katanya.
"Self asessment system di AS memang dari sisi data sudah tersedia dalam menjalankan tugasnya. Sehingga mereka tidak mendapatkan kesulitan dalam pelaksanaan," katanya.
Bagaimana di Indonesia? Perbaikan regulasi pun diperlukan, agar sistem self asessment bisa berjalan efektif. Salah satunya, adalah percepatan perubahan revisi Undang-Undanh Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP).
![]() |
(dru) Next Article Ketika Sri Mulyani Ajarkan Anak SD Soal Pajak
Most Popular