Waduh! Neraca Perdagangan RI Terburuk Kedua di ASEAN

Arif Gunawan, CNBC Indonesia
18 August 2018 17:44
Membengkak Karena Kebijakan Populis?
Foto: REUTERS/Fabian Bimmer/File Photo
Jika dilihat latar belakang perekonomiannya, Indonesia dan Filipina sama-sama memiliki kesamaan yang melempar keduanya dalam jurang defisit, yakni posisi sebagai importir utama minyak mentah dunia dan ambisi infrastruktur.

Badan Statistik Filipina melaporkan impor besi dan baja melonjak 79,1% pada Juni, sedangkan impor minyak naik 32%. Lonjakan impor besi dan baja terkait dengan upaya Presiden Rodrigo Duterte menggenjot infrastruktur dengan menggelontorkan 8 triliun peso (Rp 2.188 triliun).

Di Indonesia, Presiden Jokowi menargetkan kucuran dana infrastruktur senilai total Rp 4.700 triliun dari 2015-2019. Beberapa waktu lalu, pemerintah telah menyatakan akan mengevaluasi proyek infrastruktur non-prioritas untuk dihentikan sementara guna mengerem laju impor.

Di sisi lain, konsumsi minyak Indonesia mencapai 1,65 juta barel per hari (bph), sedangkan Filipina mencapai 455.000 bph (2017). Di tengah kenaikan harga minyak mentah dunia rata-rata sebesar 8%, nilai impor migas pun melesat.

Tidak heran, Impor migas pada Juli melonjak 47,1% (YOY) menjadi US$2,6 miliar atau jauh melesat dibanding kenaikan impor non-migas yang sebesar 29,3% (YOY) menjadi US$15,7 miliar.

Selain faktor harga, lonjakan impor migas juga terkait dengan konsumsi bahan bakar minyak (BBM) nasional yang terus meningkat, apalagi setelah pemerintah memberlakukan kebijakan BBM satu harga dan kewajiban Pertamina memasok BBM berjenis premium.

BPH Migas menyebutkan kewajiban penjualan premium di 571 SPBU (stasiun pengisian bahan-bakar umum) Jawa, Madura, dan Bali berujung pada kenaikan konsumsi premium sebesar 20% terhitung sejak Lebaran kemarin.

Perlu dicatat, angka ini belum memasukkan kenaikan konsumsi BBM di luar Jawa setelah pemberlakuan kebijakan 1 harga. Dengan harga BBM yang kian terjangkau, secara natural permintaan akan meningkat (dengan Pertamina kian tekor menanggung ongkos pengangkutannya yang mahal).

Di sisi lain, impor non-migas yang menyumbang 83,8% dari total impor nasional juga melonjak. Impor bahan baku naik 30,1% menjadi US$16,7 miliar, sedangkan impor barang modal naik 24,8% menjadi US$2,9 miliar.

Impor barang konsumsi yang “untungnya” baru menyumbang 10% total impor nasional pun melesat lebih dari 60% secara tahunan (year-on-year/YOY) pada Juli. Beberapa di antaranya adalah apel dari China dan daging dari India. (ags/ags)
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular