
Korban Dolar AS, Harga Ayam Melesat ke Rp 41.600/Kg
Raditya Hanung, CNBC Indonesia
24 July 2018 17:06

Jakarta, CNBC Indonesia - Lebaran tahun ini sudah lewat, masyarakat kini sudah kembali ke dari kampung halaman masing-masing, dan menjalani rutinitas sehari-hari. Namun, berakhirnya momen Lebaran ternyata diikuti oleh berita duka bagi ekonomi nasional. Nilai tukar rupiah anjlok habis-habisan.
Hingga perdagangan kemarin, mata uang garuda sudah melemah sebesar 4,02% sejak perdagangan dibuka kembali pasca libur lebaran. Sebelum libur lebaran US$ 1 di pasar spot masih dibanderol sebesar Rp 13.925, kini nilainya sudah berada di kisaran Rp 14.500.
Ketika terjadi pelemahan rupiah yang semakin dalam, tentunya harga barang-barang yang diimpor pun melambung. Misalnya, smartphone asal luar negeri, ketika pada awal tahun harganya sekitar Rp 9,5 juta, dengan pergerakan rupiah yang melemah bisa saja mendorong harga barang tersebut membengkak menjadi Rp 10 juta.
Namun, tidak terbatas hanya pada barang konsumsi yang langsung diimpor, dampak pelemahan rupiah dapat terjadi dengan skala yang lebih besar. Pasalnya masih banyak barang konsumsi yang diproduksi oleh perusahaan dengan menggunakan bahan baku yang diimpor dari luar negeri.
Ketika harga bahan baku yang diimpor oleh produsen membengkak, maka mau tidak mau biaya produksi pun akan meningkat. Kenaikan harga di sisi produksi ini nantinya akan ditransmisikan ke harga jual konsumen akhir. Hal ini pun tercermin pada meroketnya harga daging ayam pada beberapa waktu terakhir.
Mengutip data UN Comtrade Database, ampas makanan untuk pakan ternak ternyata masih diimpor Indonesia dalam jumlah cukup besar, mencapai US$2,93 miliar (sekitar Rp 41 triliun), pada tahun 2017. Dengan nilai sebesar itu, ampas makanan untuk pakan ternak masuk ke dalam jajaran komoditas yang paling banyak diimpor oleh Indonesia di tahun lalu.
Dengan melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar AS, harga ampas makanan untuk pakan ternak ini menjadi lebih mahal. Alhasil, biaya produksi petani dan peternak pun akan menjadi lebih tinggi. Dampaknya, harga barang-barang produk peternakan, seperti daging ayam, pun jadi melambung.
Berdasarkan penelitian tim riset CNBC Indonesia pada situs Pusat Informasi Harga Pangan Strategis Nasional (PIHPS) dari Bank Indonesia, harga rata-rata daging ayam secara nasional hari ini, Selasa (24/7/2018), tercatat sudah menyentuh angka Rp 41.600/kg.
Jumlah sebesar itu hampir menyamai rekor tertinggi di tahun ini di angka Rp 42.250/kg, yang dicapai saat tanggal 14 Juni 2018 (sehari sebelum hari raya idul fitri tahun ini).
Adapun berdasarkan Permendag No. 58/2018, harga acuan penjualan daging ayam di konsumen hanya Rp 32.000/kg.
Setelah lebaran usai, harga daging ayam di tingkat nasional sebenarnya berangsur turun, seiring volume permintaan yang kembali normal. Namun, tekanan depresiasi nilai tukar rupiah akhirnya kembali mengerek harga daging ayam.
Terhitung, sejak tanggal 21 Juli 2018 (hari pertama dibukanya perdagangan mata uang rupiah di pasar spot setelah libur lebaran), harga daging ayam telah meningkat sebesar 6,8% hingga hari ini.
Sementara itu, apabila dibandingkan dengan harga daging ayam pada awal tahun ini (yang masih berada di harga Rp35.150/kg), harga daging ayam telah meroket sebesar 18,35%.
(ray) Next Article Harga Ayam Sering Anjlok, Mendag Keluarkan 'Jurus Gudang'
Hingga perdagangan kemarin, mata uang garuda sudah melemah sebesar 4,02% sejak perdagangan dibuka kembali pasca libur lebaran. Sebelum libur lebaran US$ 1 di pasar spot masih dibanderol sebesar Rp 13.925, kini nilainya sudah berada di kisaran Rp 14.500.
Ketika terjadi pelemahan rupiah yang semakin dalam, tentunya harga barang-barang yang diimpor pun melambung. Misalnya, smartphone asal luar negeri, ketika pada awal tahun harganya sekitar Rp 9,5 juta, dengan pergerakan rupiah yang melemah bisa saja mendorong harga barang tersebut membengkak menjadi Rp 10 juta.
Ketika harga bahan baku yang diimpor oleh produsen membengkak, maka mau tidak mau biaya produksi pun akan meningkat. Kenaikan harga di sisi produksi ini nantinya akan ditransmisikan ke harga jual konsumen akhir. Hal ini pun tercermin pada meroketnya harga daging ayam pada beberapa waktu terakhir.
Mengutip data UN Comtrade Database, ampas makanan untuk pakan ternak ternyata masih diimpor Indonesia dalam jumlah cukup besar, mencapai US$2,93 miliar (sekitar Rp 41 triliun), pada tahun 2017. Dengan nilai sebesar itu, ampas makanan untuk pakan ternak masuk ke dalam jajaran komoditas yang paling banyak diimpor oleh Indonesia di tahun lalu.
Dengan melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar AS, harga ampas makanan untuk pakan ternak ini menjadi lebih mahal. Alhasil, biaya produksi petani dan peternak pun akan menjadi lebih tinggi. Dampaknya, harga barang-barang produk peternakan, seperti daging ayam, pun jadi melambung.
Berdasarkan penelitian tim riset CNBC Indonesia pada situs Pusat Informasi Harga Pangan Strategis Nasional (PIHPS) dari Bank Indonesia, harga rata-rata daging ayam secara nasional hari ini, Selasa (24/7/2018), tercatat sudah menyentuh angka Rp 41.600/kg.
Jumlah sebesar itu hampir menyamai rekor tertinggi di tahun ini di angka Rp 42.250/kg, yang dicapai saat tanggal 14 Juni 2018 (sehari sebelum hari raya idul fitri tahun ini).
Adapun berdasarkan Permendag No. 58/2018, harga acuan penjualan daging ayam di konsumen hanya Rp 32.000/kg.
![]() |
Setelah lebaran usai, harga daging ayam di tingkat nasional sebenarnya berangsur turun, seiring volume permintaan yang kembali normal. Namun, tekanan depresiasi nilai tukar rupiah akhirnya kembali mengerek harga daging ayam.
Terhitung, sejak tanggal 21 Juli 2018 (hari pertama dibukanya perdagangan mata uang rupiah di pasar spot setelah libur lebaran), harga daging ayam telah meningkat sebesar 6,8% hingga hari ini.
Sementara itu, apabila dibandingkan dengan harga daging ayam pada awal tahun ini (yang masih berada di harga Rp35.150/kg), harga daging ayam telah meroket sebesar 18,35%.
(ray) Next Article Harga Ayam Sering Anjlok, Mendag Keluarkan 'Jurus Gudang'
Most Popular