
Bank Dunia Kucurkan Utang Rp 2,9 T untuk Reformasi Agraria RI
Rehia Sebayang, CNBC Indonesia
20 July 2018 18:55

Jakarta, CNBC Indonesia - Direktur Eksekutif Bank Dunia cairkan pinjaman senilai US$200 juta (Rp 2,9 triliun) untuk mendukung reformasi agraria pemerintah Indonesia.
Dana tersebut akan digunakan untuk menjalankan Program to Accelerate Agrarian Reform, yang juga dikenal sebagai One Map Program, untuk membantu pengguna tanah memperoleh kejelasan dan keamanan dalam hal kepemilikan dan akses ke tanah dan sumber daya alam.
Sebanyak 4,3 juta pengguna tanah individu dan kelompok masyarakat akan memperoleh manfaat dari program baru tersebut.
"Dukungan yang diberikan oleh Bank Dunia akan memodernisasi sistem dan layanan administrasi pertanahan kami melalui Sistem Informasi Tanah elektronik yang lebih maju," kata Sofyan A. Djalil, Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional, dikutip dari pernyataan resmi hari Jumat (21/7/2018).
"Bank Dunia mendukung program reformasi agraria, dan salah satu tujuan pentingnya adalah memetakan wilayah atau pemukiman atau perbatasan di Indonesia," tambahnya.
Program One Map akan secara signifikan mengurangi hambatan tersebut dengan mengembangkan konsep satu peta tunggal untuk mengelola seluruh tanah di Indonesia.
Ada sekitar 126 juta bidang tanah di Indonesia, dan saat ini 51 juta telah memiliki sertifikat. Melalui Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap, yang dimulai pada 2017, target pemerintah adalah mendaftarkan setiap bidang tanah di Indonesia pada tahun 2025, menurut rilis tersebut.
Sementara itu Kepala Perwakilan Bank Dunia untuk Indonesia dan Timor-Leste, Rodrigo A. Chaves, mengatakan reformasi agraria merupakan landasan penting dalam pembangunan suatu negara.
"Indonesia saat ini berada di jalur yang tepat untuk mencapai sasaran mensertifikasi dan mendaftarkan setiap bidang tanah di Indonesia pada tahun 2025. Kami sangat bangga menjadi mitra dalam upaya ini," ujarnya.
Wilayah sasaran untuk proyek ini adalah provinsi yang menjadi prioritas bagi reformasi agraria pemerintah, juga provinsi yang rentan terhadap kebakaran hutan, terutama akibat konflik penggunaan lahan.
Di Sumatra provinsi-provinsi tersebut adalah Riau, Jambi dan Sumatra Selatan, sedangkan di Kalimantan adalah provinsi Kalimantan Timur, Tengah, Barat dan Selatan.
Namun, masih ada beberapa tantangan utama agar proyek tersebut dapat dilaksanakan.
Kurangnya data geospasial beresolusi tinggi yang konsisten dan terverifikasi di lapangan telah mengakibatkan klaim tumpang tindih, ketidakpastian kepemilikan, dan tata kelola lahan yang lemah.
(prm) Next Article April Mop, Bos Bank Dunia Dikerjai Koleganya
Dana tersebut akan digunakan untuk menjalankan Program to Accelerate Agrarian Reform, yang juga dikenal sebagai One Map Program, untuk membantu pengguna tanah memperoleh kejelasan dan keamanan dalam hal kepemilikan dan akses ke tanah dan sumber daya alam.
Sebanyak 4,3 juta pengguna tanah individu dan kelompok masyarakat akan memperoleh manfaat dari program baru tersebut.
"Bank Dunia mendukung program reformasi agraria, dan salah satu tujuan pentingnya adalah memetakan wilayah atau pemukiman atau perbatasan di Indonesia," tambahnya.
Program One Map akan secara signifikan mengurangi hambatan tersebut dengan mengembangkan konsep satu peta tunggal untuk mengelola seluruh tanah di Indonesia.
Ada sekitar 126 juta bidang tanah di Indonesia, dan saat ini 51 juta telah memiliki sertifikat. Melalui Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap, yang dimulai pada 2017, target pemerintah adalah mendaftarkan setiap bidang tanah di Indonesia pada tahun 2025, menurut rilis tersebut.
Sementara itu Kepala Perwakilan Bank Dunia untuk Indonesia dan Timor-Leste, Rodrigo A. Chaves, mengatakan reformasi agraria merupakan landasan penting dalam pembangunan suatu negara.
"Indonesia saat ini berada di jalur yang tepat untuk mencapai sasaran mensertifikasi dan mendaftarkan setiap bidang tanah di Indonesia pada tahun 2025. Kami sangat bangga menjadi mitra dalam upaya ini," ujarnya.
Wilayah sasaran untuk proyek ini adalah provinsi yang menjadi prioritas bagi reformasi agraria pemerintah, juga provinsi yang rentan terhadap kebakaran hutan, terutama akibat konflik penggunaan lahan.
Di Sumatra provinsi-provinsi tersebut adalah Riau, Jambi dan Sumatra Selatan, sedangkan di Kalimantan adalah provinsi Kalimantan Timur, Tengah, Barat dan Selatan.
Namun, masih ada beberapa tantangan utama agar proyek tersebut dapat dilaksanakan.
Kurangnya data geospasial beresolusi tinggi yang konsisten dan terverifikasi di lapangan telah mengakibatkan klaim tumpang tindih, ketidakpastian kepemilikan, dan tata kelola lahan yang lemah.
(prm) Next Article April Mop, Bos Bank Dunia Dikerjai Koleganya
Most Popular