
Mengintip 'Harta Karun' Fantastis yang Dimiliki Freeport
Herdaru Purnomo, CNBC Indonesia
14 July 2018 09:32

Jakarta, CNBC Indonesia - Mulai dari tahun 2019, pemerintah Indonesia akhirnya mengibarkan bendera merah putih di tambang emas Papua. Presiden Joko Widodo (Jokowi) melaporkan holding BUMN Pertambangan yakni PT Inalum (Persero) telah sepakat dengan Freeport Mc Moran terkait akuisisi 51% saham PT Freeport Indonesia (PTFI).
Berdasarkan analisis tim riset CNBC Indonesia, dengan kesepakatan ini, akhirnya Indonesia memiliki kendali atas cadangan terbukti dan terkira di lapangan PTFI yang secara kasar bernilai Rp 1.593,2 triliun, yang terdiri dari 38,8 miliar pound tembaga, 33,9 juta ounce emas, dan 153,1 juta ounce perak.
Akan tetapi, nilai cadangan yang besar belum otomatis akan menguntungkan, jika tidak dapat diolah dengan baik.
Sebelumnya mari berhitung berapa 'harta karun' yang tersimpan di Freeport Indonesia. Kandungan mineral utama yang ada di tambang Freeport adalah tembaga, lalu emas. Tahun ini, alokasi konsentrat yang diberikan pemerintah untuk diekspor Freeport adalah sebanyak 1,24 juta ton.
Berdasar laporan keuangan Freeport McMoran, untuk kinerja kuartal I-2018 tambang Grasberg jumlah tembaga yang digali dan terjual dari sana adalah sebanyak 114 ribu ton dan emas sebanyak 18.75 ton. Ditotal secara keseluruhan, uang yang didapat Freeport dari emas dan tembaga yang diekspor itu di 3 bulan pertama 2018 mencapai US$ 1,77 miliar atau setara dengan Rp 24 triliun dengan kurs saat itu.
Jika menghitung kasar potensi pendapatan dengan pukul rata berdasar hasil kuartal I, maka dalam setahun pendapatan yang bisa diraup dengan mengeruk perut bumi Papua adalah sebanyak Rp 96 triliun.
Tidak menghitung cadangan
Jika meliihat nilai divestasi yang dikeluarkan pemerintah yakni Rp 53 triliun itu, disebut-sebut belum termasuk dengan potensi cadangan emas dan tembaga yang masih tersimpan jauh di perut bumi. Salah satu tambang yang sedang dikembangkan Freeport adalah tambang Kucing Liar di bawah tanah dengan potensi mineral yang baru habis ditambang tahun 2061 nanti.
Sebagaimana hitungan Deutcshe Bank, total nilai tambang Grasberg yang habis tahun ini adalah US$ 23 miliar.
Namun, tak semudah itu rupanya menggali 'harta karun' tersebut. Kerumitan mulai dari luasnya lahan dan mengurusnya, pohon yang ditebang, kebutuhan lahan konservasi, manajemen limbah, belum lagi isu-isu politik dan kepentingan yang kerap mendomplang baik skala regional maupun nasional. Bisnis pertambangan, meskipun menjanjikan puluhan triliun rupiah per tahun, memiliki beban dan ongkos yang tinggi.
Soal divestasi Freeport misalnya, isu ini bergulir untuk waktu yang lama. Gonta-ganti aturan selama puluhan tahun, membuat proses divestasi tak kunjung usai. Targetnya, tahun ini semua bisa rampung dan pemerintah menjadi pemegang saham mayoritas di sana.
Mulai tahun 2022, laba PTFI akan diproyeksikan stabil di kisaran US$2 miliar per tahunnya, hingga mencapai puncaknya di US$2,36 miliar (Rp33,04 triliun) di 2034. Apabila nilai laba tersebut dijumlahkan hingga akhir jangka waktu pengembangan tambang di tahun 2041, setidaknya Indonesia akan mendulang laba bersih sebesar US$34,17 miliar, atau sekitar Rp478 triliun dalam 20 tahun.
'Harta Karun' Lainnya
Head of Agreement (HoA) akuisisi 51% saham PT Freeport Indonesi (PTFI), sudah diteken dan semakin dekat menjadikan PTFI sebagai anak usaha BUMN tambang RI.
Seperti diketahui, induk BUMN Industri Pertambangan PT Inalum (Persero) ditunjuk sebagai eskekutor divestasi 51% saham Freeport. Saat pelaksanaan divestasi selesai nanti, PTFI bakal jadi masuk di bawah Inalum dan 'bersaudara' dengan perusahaan tambang milik RI lainnya seperti PT Bukit Asam Tbk, PT Timah Tbk, dan PT Antam Tbk (ANTM).
"Freeport akan jadi sister company kami, harapannya nanti bisa sinergi," ujar Direktur Utama PT Antam Arie Prabowo Ariotedjo, saat dijumpai di kantornya, Jumat (13/7/2018).
Salah satu sinergi yang diincar oleh Antam adalah untuk dapat mengolah lumpur anoda (anode slime) dari PT Freeport Indonesia. Lumpur anoda ini bisa dibilang istimewa, ini adalah lumpur produk sampingan pengolahan tambang yang diyakini masih tinggi kandungan mineralnya. Terutama emas.
Selama ini, PT Freeport Indonesia mengirim konsentratnya untuk diolah di PT Smelting Gresik (sebagian kecil) dan sisanya diekspor ke smelter smelter di luar negeri, seperti di Tokyo, Jepang.
Antam memang sudah lama mengincar lumpur Anoda ini. Bahkan, perusahaan sempat membuat studi bersama dengan Freeport perkara pembelian lumpur ini. "Tapi waktu itu formulanya tidak masuk keekonomiannya, jadi kami mundur," kata Arie.
Berkaca dari ekspor anoda slime PT Smelting, di 2017 lalu perusahaan ini dapat izin ekspor lumpur anode sekitar 2000 ton. "Dari 2000 ton itu, yang bisa jadi emas sekitar 20 ton," jelas Arie.
Sementara pasokan anoda slime Smelting selama ini berasal dari Freeport. Jika pasokan ini masuk ke Antam, bisa diperkirakan akan ada tambahan produksi emas sebanyak 20 ton untuk perusahaan tambang dalam negeri ini.
(Raditya Hanung & Gustidha Budiartie)
(dru) Next Article Transisi Tambang, Penjualan Emas Freeport Anjlok 67%
Berdasarkan analisis tim riset CNBC Indonesia, dengan kesepakatan ini, akhirnya Indonesia memiliki kendali atas cadangan terbukti dan terkira di lapangan PTFI yang secara kasar bernilai Rp 1.593,2 triliun, yang terdiri dari 38,8 miliar pound tembaga, 33,9 juta ounce emas, dan 153,1 juta ounce perak.
Akan tetapi, nilai cadangan yang besar belum otomatis akan menguntungkan, jika tidak dapat diolah dengan baik.
Berdasar laporan keuangan Freeport McMoran, untuk kinerja kuartal I-2018 tambang Grasberg jumlah tembaga yang digali dan terjual dari sana adalah sebanyak 114 ribu ton dan emas sebanyak 18.75 ton. Ditotal secara keseluruhan, uang yang didapat Freeport dari emas dan tembaga yang diekspor itu di 3 bulan pertama 2018 mencapai US$ 1,77 miliar atau setara dengan Rp 24 triliun dengan kurs saat itu.
Jika menghitung kasar potensi pendapatan dengan pukul rata berdasar hasil kuartal I, maka dalam setahun pendapatan yang bisa diraup dengan mengeruk perut bumi Papua adalah sebanyak Rp 96 triliun.
Tidak menghitung cadangan
Jika meliihat nilai divestasi yang dikeluarkan pemerintah yakni Rp 53 triliun itu, disebut-sebut belum termasuk dengan potensi cadangan emas dan tembaga yang masih tersimpan jauh di perut bumi. Salah satu tambang yang sedang dikembangkan Freeport adalah tambang Kucing Liar di bawah tanah dengan potensi mineral yang baru habis ditambang tahun 2061 nanti.
Sebagaimana hitungan Deutcshe Bank, total nilai tambang Grasberg yang habis tahun ini adalah US$ 23 miliar.
Namun, tak semudah itu rupanya menggali 'harta karun' tersebut. Kerumitan mulai dari luasnya lahan dan mengurusnya, pohon yang ditebang, kebutuhan lahan konservasi, manajemen limbah, belum lagi isu-isu politik dan kepentingan yang kerap mendomplang baik skala regional maupun nasional. Bisnis pertambangan, meskipun menjanjikan puluhan triliun rupiah per tahun, memiliki beban dan ongkos yang tinggi.
Soal divestasi Freeport misalnya, isu ini bergulir untuk waktu yang lama. Gonta-ganti aturan selama puluhan tahun, membuat proses divestasi tak kunjung usai. Targetnya, tahun ini semua bisa rampung dan pemerintah menjadi pemegang saham mayoritas di sana.
Mulai tahun 2022, laba PTFI akan diproyeksikan stabil di kisaran US$2 miliar per tahunnya, hingga mencapai puncaknya di US$2,36 miliar (Rp33,04 triliun) di 2034. Apabila nilai laba tersebut dijumlahkan hingga akhir jangka waktu pengembangan tambang di tahun 2041, setidaknya Indonesia akan mendulang laba bersih sebesar US$34,17 miliar, atau sekitar Rp478 triliun dalam 20 tahun.
'Harta Karun' Lainnya
Head of Agreement (HoA) akuisisi 51% saham PT Freeport Indonesi (PTFI), sudah diteken dan semakin dekat menjadikan PTFI sebagai anak usaha BUMN tambang RI.
Seperti diketahui, induk BUMN Industri Pertambangan PT Inalum (Persero) ditunjuk sebagai eskekutor divestasi 51% saham Freeport. Saat pelaksanaan divestasi selesai nanti, PTFI bakal jadi masuk di bawah Inalum dan 'bersaudara' dengan perusahaan tambang milik RI lainnya seperti PT Bukit Asam Tbk, PT Timah Tbk, dan PT Antam Tbk (ANTM).
"Freeport akan jadi sister company kami, harapannya nanti bisa sinergi," ujar Direktur Utama PT Antam Arie Prabowo Ariotedjo, saat dijumpai di kantornya, Jumat (13/7/2018).
Salah satu sinergi yang diincar oleh Antam adalah untuk dapat mengolah lumpur anoda (anode slime) dari PT Freeport Indonesia. Lumpur anoda ini bisa dibilang istimewa, ini adalah lumpur produk sampingan pengolahan tambang yang diyakini masih tinggi kandungan mineralnya. Terutama emas.
Selama ini, PT Freeport Indonesia mengirim konsentratnya untuk diolah di PT Smelting Gresik (sebagian kecil) dan sisanya diekspor ke smelter smelter di luar negeri, seperti di Tokyo, Jepang.
Antam memang sudah lama mengincar lumpur Anoda ini. Bahkan, perusahaan sempat membuat studi bersama dengan Freeport perkara pembelian lumpur ini. "Tapi waktu itu formulanya tidak masuk keekonomiannya, jadi kami mundur," kata Arie.
Berkaca dari ekspor anoda slime PT Smelting, di 2017 lalu perusahaan ini dapat izin ekspor lumpur anode sekitar 2000 ton. "Dari 2000 ton itu, yang bisa jadi emas sekitar 20 ton," jelas Arie.
Sementara pasokan anoda slime Smelting selama ini berasal dari Freeport. Jika pasokan ini masuk ke Antam, bisa diperkirakan akan ada tambahan produksi emas sebanyak 20 ton untuk perusahaan tambang dalam negeri ini.
(Raditya Hanung & Gustidha Budiartie)
(dru) Next Article Transisi Tambang, Penjualan Emas Freeport Anjlok 67%
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular