
Industri, Perdagangan, dan Diplomasi RI Tengah Diuji Trump
Exist In Exist, CNBC Indonesia
07 July 2018 09:23

Jakarta, CNBC Indonesia - Indonesia kini tengah dihadapi dengan ancaman perdagangan dari Amerika Serikat. Pemerintah AS yang dipimpin Presiden Donald Trump tengah mengevaluasi sekitar 124 produk asal Indonesia, apakah masih pantas menerima manfaat skema generalized system of preferences (GSP) atau tidak.
Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia bidang Hubungan Internasional Shinta Kamdani menjelaskan sistem GSP ini mencakup penghapusan tarif dan pengurangan tarif terhadap hampir 5.000 sektor tarif AS.
Sampai hari ini, Indonesia masih termasuk di dalam GSP kategori A (berlaku bagi seluruh negara penerima) yang diberikan penghapusan bea masuk bagi sekitar 3.500 lini tarif AS.
Dia menuturkan evaluasi yang dilakukan terhadap Indonesia mencakup dua aspek yakni eligibilitas RI untuk terus menerima manfaat dari GSP dan atas lini-lini tarif AS yang dibebaskan bagi Indonesia.
Apabila hasilnya dari evaluasi merekomendasikan Indonesia tidak lagi berhak atas fasilitas GSP, manfaat dari GSP yang diterima Indonesia pada saat ini akan dihapuskan segera setelah rekomendasinya ditandatangani Trump pada sekitar November 2018 hingga awal 2019.
Jika keputusannya demikian, maka untuk seterusnya seluruh produk Indonesia akan dikenakan kategori tarif MSN (Most Favoured Nations) oleh AS sesuai ketentuan WTO.
Sebelumnya, berdasarkan siaran pers sejak April 2018, Perwakilan Perdagangan Amerika Serikat atau United Trade Representative (USTR) sebenarnya telah melakukan evaluasi serupa terhadap India, Indonesia dan Kazakhstan.
Evaluasi ini didasari oleh adanya kekhawatiran atas kepatuhan negara-negara yang bersangkutan terkait kriteria dalam GSP soal akses pasar serta jasa dan investasi.
Merespons hal tersebut, Menteri Perindustrian Airlangga Hatarto menilai kebijakan evaluasi ini diambil Trump karena AS ingin mengurangi defisit perdagangan dengan Indonesia. Seperti diketahui, berdasarkan perhitungan Kementerian Perdagangan, Indonesia saat ini mendapat surplus perdagangan dengan AS sekitar US$ 9 miliar.
Namun, Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita mengatakan sebenarnya terjadi perbedaan atau selisih yang cukup besar antara hasil perhitungan surplus oleh Indonesia dan Amerika. "Bedanya besar, setelah ditelusuri, di kita [surplus] US$ 9 miliar, di mereka US$ 13 miliar," ujarnya di Indonesia Convention and Exhibition, Jumat (06/07/2018).
"Setelah kita telusuri, ternyata ada yang kita ekspor melalui Hongkong atau Singapura, di sana dicatatnya country of origin Indonesia, tapi dibukukan di Indonesia adalah ekspor kita ke Singapura. Di Singapura bisa di repackaging lagi, tapi mereka lihat ini bikinan mana, ya Indonesia," jelasnya.
Untuk mengantisipasi ancaman Trump ini, Enggar mengaku pihaknya telah melakukan upaya pelobian dengan mengirimkan surat kepada USTR dan Duta Besar AS. Selain itu, Presiden RI Joko Widodo juga menegaskan pemerintah akan membahas ancaman perang dagang ini secara khusus pada Senin (09/07/2018).
Di samping ujian langsung itu, sebetulnya ada lagi yang lain yakni RI harus bersiap menghadapi dampak dari perang dagang antara China vs AS. Perang dagang itu diperkirakan akan berakibat pada banjirnya impor ke Tanah Air.
(ray/ray) Next Article Trump Ancam 'Hukum' Perikanan RI, KKP: Semoga Tak Terjadi
Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia bidang Hubungan Internasional Shinta Kamdani menjelaskan sistem GSP ini mencakup penghapusan tarif dan pengurangan tarif terhadap hampir 5.000 sektor tarif AS.
Sampai hari ini, Indonesia masih termasuk di dalam GSP kategori A (berlaku bagi seluruh negara penerima) yang diberikan penghapusan bea masuk bagi sekitar 3.500 lini tarif AS.
Apabila hasilnya dari evaluasi merekomendasikan Indonesia tidak lagi berhak atas fasilitas GSP, manfaat dari GSP yang diterima Indonesia pada saat ini akan dihapuskan segera setelah rekomendasinya ditandatangani Trump pada sekitar November 2018 hingga awal 2019.
Jika keputusannya demikian, maka untuk seterusnya seluruh produk Indonesia akan dikenakan kategori tarif MSN (Most Favoured Nations) oleh AS sesuai ketentuan WTO.
Sebelumnya, berdasarkan siaran pers sejak April 2018, Perwakilan Perdagangan Amerika Serikat atau United Trade Representative (USTR) sebenarnya telah melakukan evaluasi serupa terhadap India, Indonesia dan Kazakhstan.
Evaluasi ini didasari oleh adanya kekhawatiran atas kepatuhan negara-negara yang bersangkutan terkait kriteria dalam GSP soal akses pasar serta jasa dan investasi.
Merespons hal tersebut, Menteri Perindustrian Airlangga Hatarto menilai kebijakan evaluasi ini diambil Trump karena AS ingin mengurangi defisit perdagangan dengan Indonesia. Seperti diketahui, berdasarkan perhitungan Kementerian Perdagangan, Indonesia saat ini mendapat surplus perdagangan dengan AS sekitar US$ 9 miliar.
Namun, Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita mengatakan sebenarnya terjadi perbedaan atau selisih yang cukup besar antara hasil perhitungan surplus oleh Indonesia dan Amerika. "Bedanya besar, setelah ditelusuri, di kita [surplus] US$ 9 miliar, di mereka US$ 13 miliar," ujarnya di Indonesia Convention and Exhibition, Jumat (06/07/2018).
"Setelah kita telusuri, ternyata ada yang kita ekspor melalui Hongkong atau Singapura, di sana dicatatnya country of origin Indonesia, tapi dibukukan di Indonesia adalah ekspor kita ke Singapura. Di Singapura bisa di repackaging lagi, tapi mereka lihat ini bikinan mana, ya Indonesia," jelasnya.
Untuk mengantisipasi ancaman Trump ini, Enggar mengaku pihaknya telah melakukan upaya pelobian dengan mengirimkan surat kepada USTR dan Duta Besar AS. Selain itu, Presiden RI Joko Widodo juga menegaskan pemerintah akan membahas ancaman perang dagang ini secara khusus pada Senin (09/07/2018).
Di samping ujian langsung itu, sebetulnya ada lagi yang lain yakni RI harus bersiap menghadapi dampak dari perang dagang antara China vs AS. Perang dagang itu diperkirakan akan berakibat pada banjirnya impor ke Tanah Air.
(ray/ray) Next Article Trump Ancam 'Hukum' Perikanan RI, KKP: Semoga Tak Terjadi
Most Popular