
NJOP DKI Jakarta Naik, Bayar PBB pun Kian Mahal
Rivi Satrianegara & Chandra Gian Asmara, CNBC Indonesia
06 July 2018 08:27

Tak sedikit publik yang mengritik keputusan pemerintah provinsi DKI Jakarta menaikan NJOP pada tahun ini. Ada yang merasa kebijakan tersebut bisa berdampak negatif, namun ada pula sebaliknya.
Salah satunya adalah pengusaha di sektor properti mengibaratkan kenaikan NJOP hanya menambah persoalan yang dihadapi para pengembang di tengah industri properti yang belum pulih.
Kenaikan NJOP memang akan mengerek harga rumah namun pengembang tidak bisa begitu saja menaikkan harga rumah di tengah permintaan yang belum pulih sepenuhnya.
"Industri properti itu sekarang sudah bukan stagnan lagi tapi turun. Kami tidak bisa asal menaikan harga, karena tergantung dari demand," kata Sekretaris Perusahaan Intiland Theresia Rustandi.
"Kami sekarang masih berbenah soal LTV, sedang konsentrasi dengan itu. Tiba-tiba NJOP naik. Ini bagaikan sudah jatuh tertimpa tangga. Sudah bunga tinggi, NJOP naik," ungkapnya.
Hal senada turut dikemukakan Direktur Eksekutif Indonesia Property Watch Ali Tranghanda yang mempertanyakan dasar dari keputusan menaikan NJOP secara rata-rata hingga 19%.
"Harusnya pemprov bisa mencermati kondisi saat ini yang cenderung masih belum ada pergerakan di pasar perumahan. Dasar kenaikannya seperti apa? Akan digunakan untuk pembangunan atau gimana," jelasnya.
Meskipun disebut berdampak negatif terhadap pasar properti, tak sedikt pula yang merasa kenaikan NJOP bisa berdampak positif, karena mampu memberikan kepastian.
Kita semua tahu bahwa harga rumah di kawasan Ibu Kota sudah semakin mahal. Bahkan, beberapa di antara mereka dengan beraninya menjual rumah berkisar jauh dari NJOP-nya.
Dengan kenaikan NJOP yang mendekati harga pasaran, maka diharapkan tak ada lagi spekulan yang kerap kali membuat harga tanah melambung tinggi tanpa asal usul yang jelas.
"Harusnya bisa mengerem harga tanah. Misalnya di daerah Sudirman, NJOP itu Rp 30 juta. Kalau ada orang menjual di atas itu, pembeli punya daya tawar," kata Direktur Eksekutif CITA Yustinus Prastowo.
"Sekarang tinggal bagaimana pemerintah, khususnya BPN [Badan Pertanahan Nasional] memanfaatkan ini untuk mengontrol harga yang naik terus," ungkapnya.
Direktur Eksekutif Jakarta Property Institute Wendy Haryanto mengingatkan agar keputusan menaikan NJOP bisa dikembalikan lagi manfaatnya kepada warga ibu kota.
"Jika dengan naiknya NJOP bisa memperbaiki fasilitas untuk masyarakat, maka manfaatnya juga akan kembali ke masyarakat. Segala kenaikan pajak, harus disertai perbaikan fasilitas," katanya. (prm/prm)
Salah satunya adalah pengusaha di sektor properti mengibaratkan kenaikan NJOP hanya menambah persoalan yang dihadapi para pengembang di tengah industri properti yang belum pulih.
Kenaikan NJOP memang akan mengerek harga rumah namun pengembang tidak bisa begitu saja menaikkan harga rumah di tengah permintaan yang belum pulih sepenuhnya.
"Kami sekarang masih berbenah soal LTV, sedang konsentrasi dengan itu. Tiba-tiba NJOP naik. Ini bagaikan sudah jatuh tertimpa tangga. Sudah bunga tinggi, NJOP naik," ungkapnya.
Hal senada turut dikemukakan Direktur Eksekutif Indonesia Property Watch Ali Tranghanda yang mempertanyakan dasar dari keputusan menaikan NJOP secara rata-rata hingga 19%.
"Harusnya pemprov bisa mencermati kondisi saat ini yang cenderung masih belum ada pergerakan di pasar perumahan. Dasar kenaikannya seperti apa? Akan digunakan untuk pembangunan atau gimana," jelasnya.
Meskipun disebut berdampak negatif terhadap pasar properti, tak sedikt pula yang merasa kenaikan NJOP bisa berdampak positif, karena mampu memberikan kepastian.
Kita semua tahu bahwa harga rumah di kawasan Ibu Kota sudah semakin mahal. Bahkan, beberapa di antara mereka dengan beraninya menjual rumah berkisar jauh dari NJOP-nya.
Dengan kenaikan NJOP yang mendekati harga pasaran, maka diharapkan tak ada lagi spekulan yang kerap kali membuat harga tanah melambung tinggi tanpa asal usul yang jelas.
"Harusnya bisa mengerem harga tanah. Misalnya di daerah Sudirman, NJOP itu Rp 30 juta. Kalau ada orang menjual di atas itu, pembeli punya daya tawar," kata Direktur Eksekutif CITA Yustinus Prastowo.
"Sekarang tinggal bagaimana pemerintah, khususnya BPN [Badan Pertanahan Nasional] memanfaatkan ini untuk mengontrol harga yang naik terus," ungkapnya.
Direktur Eksekutif Jakarta Property Institute Wendy Haryanto mengingatkan agar keputusan menaikan NJOP bisa dikembalikan lagi manfaatnya kepada warga ibu kota.
"Jika dengan naiknya NJOP bisa memperbaiki fasilitas untuk masyarakat, maka manfaatnya juga akan kembali ke masyarakat. Segala kenaikan pajak, harus disertai perbaikan fasilitas," katanya. (prm/prm)
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular