
PHK & Gulung Tikar Bayangi Pabrik Kemasan Kaleng
Samuel Pablo, CNBC Indonesia
04 May 2018 20:05

Jakarta, CNBC Indonesia - Produk baja lapis timah atau tinplate sejak Januari 2014 dikenakan bea masuk anti dumping (BMAD).
Bea masuk dikenakan sebesar 4,4% - 7,9% untuk tinplate asal Taiwan, China dan Korea Selatan.
Adapun tinplate digunakan sebagai bahan baku pembuatan kaleng dan tutup botol berbagai produk makanan, cat, oli mesin, obat nyamuk, parfum, semir sepatu, hingga baterai jaket.
Sekretaris Jenderal Asosiasi Produsen Kemas Kaleng Indonesia (APKKI) Arief Junaidi mengatakan pengenaan BMAD terhadap tinplate sejak Januari 2014 telah menyebabkan beberapa perusahaan kemasan kaleng gulung tikar dan sisanya terpaksa memutus kontrak karyawan.
"Sejak asosiasi kami berdiri antara tahun 2012-2013 hingga tahun lalu, dari 12 anggota kami yang gulung tikar sudah tiga. Salah satu anggota APKKI, PT. Ancol Terang sudah melakukan PHK terhadap sekitar 400 orang, dari total jumlah pekerja kami sekitar 1.500-1.600 orang," ujar Arief yang juga menjabat sebagai Deputy CEO PT Ancol Terang Metal Printing Industri, di Kementerian Perdagangan Jumat (4/5/2018).
Arief beralasan PHK dilakukan karena perusahaan tidak mampu menanggung biaya produksi akibat omset penjualan yang turun karena bahan baku yang mahal. Dia memperkirakan penurunan produksi satu perusahaan karena pengenaan BMAD ini dapat menyentuh 40%.
Satu-satunya produsen tinplate dalam negeri, PT Latinusa Tbk (Pelat Timah Nusantara/NIKL) dengan kapasitas produksi 160.000 metric ton hanya mampu memenuhi 64% dari total konsumsi tinplate nasional sebesar 250.000 metric ton. Dengan demikian, sisanya memang harus dipenuhi melalui impor.
"Sekarang, beberapa perusahaan bir bahkan sudah mengimpor tutup kaleng yang sudah jadi langsung dari Thailand," ujar Arief.
Pagi tadi, perwakilan APKKI, tiga perusahaan eksportir tinplate yakni Shin Hwa Silup Co. Ltd. dan TCC Steel Corp. (Korea Selatan) serta Ton Yi Industrial Corp. (Taiwan) dan Kedutaan Besar Korea Selatan menemui Komite Anti Dumping Indonesia (KADI) untuk menyampaikan keberatannya atas hasil sementara sunset review KADI yang mengindikasi adanya perpanjangan pengenaan BMAD yang berkisar antara 4,4% - 7,9%.
Mereka beralasan, selama ini industri sudah cukup diberatkan oleh pengenaan bea masuk sebesar 12,5% untuk produk tinplate.
(ray/ray) Next Article Dua Perusahaan Asing Protes Bea Anti-Dumping Tinplate oleh RI
Bea masuk dikenakan sebesar 4,4% - 7,9% untuk tinplate asal Taiwan, China dan Korea Selatan.
Adapun tinplate digunakan sebagai bahan baku pembuatan kaleng dan tutup botol berbagai produk makanan, cat, oli mesin, obat nyamuk, parfum, semir sepatu, hingga baterai jaket.
"Sejak asosiasi kami berdiri antara tahun 2012-2013 hingga tahun lalu, dari 12 anggota kami yang gulung tikar sudah tiga. Salah satu anggota APKKI, PT. Ancol Terang sudah melakukan PHK terhadap sekitar 400 orang, dari total jumlah pekerja kami sekitar 1.500-1.600 orang," ujar Arief yang juga menjabat sebagai Deputy CEO PT Ancol Terang Metal Printing Industri, di Kementerian Perdagangan Jumat (4/5/2018).
Arief beralasan PHK dilakukan karena perusahaan tidak mampu menanggung biaya produksi akibat omset penjualan yang turun karena bahan baku yang mahal. Dia memperkirakan penurunan produksi satu perusahaan karena pengenaan BMAD ini dapat menyentuh 40%.
Satu-satunya produsen tinplate dalam negeri, PT Latinusa Tbk (Pelat Timah Nusantara/NIKL) dengan kapasitas produksi 160.000 metric ton hanya mampu memenuhi 64% dari total konsumsi tinplate nasional sebesar 250.000 metric ton. Dengan demikian, sisanya memang harus dipenuhi melalui impor.
"Sekarang, beberapa perusahaan bir bahkan sudah mengimpor tutup kaleng yang sudah jadi langsung dari Thailand," ujar Arief.
Pagi tadi, perwakilan APKKI, tiga perusahaan eksportir tinplate yakni Shin Hwa Silup Co. Ltd. dan TCC Steel Corp. (Korea Selatan) serta Ton Yi Industrial Corp. (Taiwan) dan Kedutaan Besar Korea Selatan menemui Komite Anti Dumping Indonesia (KADI) untuk menyampaikan keberatannya atas hasil sementara sunset review KADI yang mengindikasi adanya perpanjangan pengenaan BMAD yang berkisar antara 4,4% - 7,9%.
Mereka beralasan, selama ini industri sudah cukup diberatkan oleh pengenaan bea masuk sebesar 12,5% untuk produk tinplate.
(ray/ray) Next Article Dua Perusahaan Asing Protes Bea Anti-Dumping Tinplate oleh RI
Most Popular