Menaker: Polemik Tenaga Kerja Asing Berlebihan

Rivi Satrianegara, CNBC Indonesia
28 April 2018 18:39
Perpres tersebut belakang menuai polemik yang menurut Hanif cenderung berlebihan (hiperbola) karena sudah mulai masuk tahun politik.
Foto: Rivi Satrianegara
Jakarta, CNBC Indonesia - Menteri Ketenagakerjaan Hanif Dhakiri menegaskan Peraturan Presiden terkait Tenaga Kerja Asing (TKA) merupakan salah satu cara untuk meningkatkan investasi. Perpres tersebut belakang menuai polemik yang menurut Hanif cenderung berlebihan (hiperbola) karena sudah mulai masuk tahun politik, dimana Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019 yang semakin dekat.

Melalu Perpres Nomor 20 Tahun 2018 tentang Penggunaan Tenaga Kerja Asing, pemerintah memangkas berbagai perizinan yang selama ini dinilai menjadi hambatan yang berdampak iklim investasi Indonesia.

"Pokoknya tenaga kasar asing tidak boleh, TKA hanya bisa menduduki jabatan tertentu, yang sifatnya menengah ke atas. Khawatir boleh, tapi jangan terlalu. Kita tolak upaya hiperbolisasi dari isu ini," tutur Hanif di Gedung Kerta Niaga, Sabtu (28/4/2018).

Hanif menjelaskan sudah bertemu dengan Komisi IX DPR RI dan anggota dewan telah memahami tujuan dari Perpres tersebut. Pemerintah pun diminta memperkuat pengawasan atas implementasinya, serta membuat regulasi turunan yang lebih berkualitas.

Terkait temuan Ombudsman soal tingginya jumlah TKA sebagai pekerja kasar, khususnya dari China, Hanif menegaskan itu sebagai hal yang harus dilihat terpisah dengan kehadiran Perpres ini. Sebab, Perpres ini tetap tidak memperbolehkan TKA bekerja sebagai buruh kasar.

"TKA menjadi buruh kasar itu kasus, namanya kasus harus ditindak. Jangan pernah berpikir kalau Pemerintah mendatangkan pekerja kasar, itu jahat," tandas Hanif.

Pemerintah, tegas Hanif, telah terus berusaha menindak penggunaan TKA sebagai buruh kasar.

Hingga saat ini, Hanif mengakui TKA asal China memang terbanyak dibanding beberapa negara lain yang memiliki investasi di dalam negeri melebihi negeri tirai bambu tersebut seperti Singapura dan Korea Selatan.

Namun itu memang telah terjadi cukup lama, yaitu sejak tahun 2007. Bahkan dia tak menutup kemungkinan keadaan yang sama terjadi sebelum-sebelumnya.

"Misalnya kita bandingkan dengan TKI kita di Hongkong, sudah sekitar 190 ribu. Oleh karena itu, saya minta polemik ini tidak usah dibesar-besarkan. Kalau ada kasus laporkan saja ke Pemerintah, kami akan ambil tindakan tegas," ujar Hanif.
(hps/hps) Next Article Gegara Corona, Mulai Hari Ini Pengiriman TKI Dihentikan

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular