Dolar AS Hampir Rp 14.000, Pengusaha: Masyarakat Jangan Panik
Samuel Pablo, CNBC Indonesia
24 April 2018 18:31

Jakarta, CNBC Indonesia - Pengusaha mengaku sudah memprediksi pelemahan rupiah terhadap dolar AS hingga menyentuh nyaris Rp 14.000/US$.
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi Sukamdani meminta agar masyarakat jangan panik atas kondisi saat ini.
"Kita selalu adaptasi, tahun 1998 juga. Situasi ini tidak juga akan langsung jadi bencana karena ekonomi itu fleksibel. Yang terpenting masyarakat jangan panik, nanti sinyalnya malah nggak bagus," ungkapnya.
Di dalam kondisi ini, jelas dia, pemerintah harus memperbaiki penerimaan devisa dengan meningkatkan ekspor serta mengendalikan impor.
"Kita ini sangat terpengaruh oleh kebijakan The Fed. Mereka mau mengadakan meeting untuk menaikkan suku bunga pasti berpengaruh ke kita. Pengelolaan devisa kita sudah cukup bagus, tapi kita harus bisa menggenjot ekspor karena pembentukan devisa kita sekarang relatif terbatas. Selain itu, impor juga harus dikendalikan supaya tidak keluar dari total biaya yang ada," jelas Hariyadi.
Hariyadi berujar ekspor selama ini relatif tidak mengalami pertumbuhan yang signifikan. Dia kemudian mencontohkan industri perikanan yang memiliki potensi ekspor besar sudah cukup lama bermasalah dengan regulasi di Kementerian Kelautan dan Perikanan.
"Kita harus berhati-hati. Meskipun fundamental ekonomi kita kuat tapi faktor global cukup dominan," ujarnya.
Terkait impor, Hariyadi mencatat hampir seluruh industri yang memiliki kandungan impor besar antara 30-50% pasti akan terpengaruh, seperti sektor kimia farmasi yang impor bahan bakunya cukup tinggi.
"Kita sebenarnya sudah tahu ini akan terjadi tapi kita kurang antisipasi. Saat terjadi pelemahan sektor ritel, industri juga mengalami penyusutan," pungkasnya.
(ray/ray) Next Article Nilai Wajar Rupiah di Level Rp13.800
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi Sukamdani meminta agar masyarakat jangan panik atas kondisi saat ini.
"Kita selalu adaptasi, tahun 1998 juga. Situasi ini tidak juga akan langsung jadi bencana karena ekonomi itu fleksibel. Yang terpenting masyarakat jangan panik, nanti sinyalnya malah nggak bagus," ungkapnya.
"Kita ini sangat terpengaruh oleh kebijakan The Fed. Mereka mau mengadakan meeting untuk menaikkan suku bunga pasti berpengaruh ke kita. Pengelolaan devisa kita sudah cukup bagus, tapi kita harus bisa menggenjot ekspor karena pembentukan devisa kita sekarang relatif terbatas. Selain itu, impor juga harus dikendalikan supaya tidak keluar dari total biaya yang ada," jelas Hariyadi.
Hariyadi berujar ekspor selama ini relatif tidak mengalami pertumbuhan yang signifikan. Dia kemudian mencontohkan industri perikanan yang memiliki potensi ekspor besar sudah cukup lama bermasalah dengan regulasi di Kementerian Kelautan dan Perikanan.
"Kita harus berhati-hati. Meskipun fundamental ekonomi kita kuat tapi faktor global cukup dominan," ujarnya.
Terkait impor, Hariyadi mencatat hampir seluruh industri yang memiliki kandungan impor besar antara 30-50% pasti akan terpengaruh, seperti sektor kimia farmasi yang impor bahan bakunya cukup tinggi.
"Kita sebenarnya sudah tahu ini akan terjadi tapi kita kurang antisipasi. Saat terjadi pelemahan sektor ritel, industri juga mengalami penyusutan," pungkasnya.
(ray/ray) Next Article Nilai Wajar Rupiah di Level Rp13.800
Most Popular