Tarif Listrik Tetap Bebani Keuangan PLN

Rivi Satrianegara, CNBC Indonesia
18 April 2018 15:48
Keputusan Pemerintah untuk mempertahankan tarif listrik hingga akhir tahun 2019 dinilai bisa menjadi beban tersendiri untuk keuangan PT PLN (Persero).
Foto: CNBC Indonesia/ Andrean Kristianto
Jakarta, CNBC Indonesia- Keputusan Pemerintah untuk mempertahankan tarif listrik hingga akhir tahun 2019 dinilai bisa menjadi beban tersendiri untuk keuangan PT PLN (Persero).

Beban tersebut bahkan dinilai akan mengganggu kredibilitas perseroan saat akan menerbitkan obligasi tahun ini yang mencapai US$ 1 miliar.



The Institute for Energy Economics and Financial Analysis (IEEFA) kredibilitas PLN yang terganggu berpotensi melemahkan perseroan saat penerbitan obligasi. Hal tersebut juga memberi gambaran bagaimana PLN masih sangat bergantung pada pemerintah karena tanpa subsidi, PLN dinilai bukan tempat yang tepat untuk berinvestasi.

Peneliti Senior IEEFA, Melissa Brown menilai kerugian operasional PLN rata-rata berkisar US$ 2,1 miliar per tahun sepanjang empat tahun terakhir. "Pemerintah selama ini masih menopang keuangan PLN berupa subsidi yang pada rentang 2014 hingga 2017 saja telah mencapai US$ 22,9 miliar," terang dia dalam diskusi dengan media, Rabu (18/4/2018).

Maka dari itu, Melissa menilai investor global akan menyoroti hal tersebut. Sebab, walau dari segi keuangan PLN selalu mendapat dukungan Pemerintah, di sisi lain investor ingin melihat kemampuan mandiri perseroan.

"Salah satu cara untuk meningkatkan kredibiltas PLN di mata investor global adalah peningkatan tarif. Kalau memang keputusan hingga akhir 2019 tidak ada kenaikan tarif, subsidi harus dinaikkan," kata Melissa.

PLN dinilai harus bisa memandang lebih jauh ke depan, bukan hanya keuangan hingga dua tahun ke depan. Sebab itu adalah cara pandang para investor global. Oleh sebab itu, PLN harus pula memikirkan persoalan utama keuangan terkait penyediaan biaya bahan bakar dan IPP yang terus meningkat.

Lebih lanjut, penggunaan batu bara yang masih tinggi dan akan meningkat dalam RUPTL 2018-2027 dinilai berisiko untuk keuangan jangka panjang perusahaan. Hal itu utamanya akan menjadi pertanyaan para investor global atas risiko penggunaannya terhadap iklim.

Isu lingkungan, kata Melissa, menjadi salah satu hal yang diperhitungkan oleh investor global saat ini. Masih terkait RUPTL, dia menilai perencanaan yang ada terlalu ambisius dan tidak transparan. "Pertumbuhan yang ada masih terlalu optimis, padahal itu yang beberapa tahun terakhir menjebak PLN karena pertumbuhan tidak sesuai target," tuturnya.
(gus/gus) Next Article Tagihan Listrik Bengkak, Pelanggan Bisa Mencicil ke PLN

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular