
RI Siap Revisi APBN Menyusul Tingginya Dolar dan Harga Minyak
Chandra Gian Asmara, CNBC Indonesia
18 April 2018 09:29

Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintah mulai mengambil ancang-ancang untuk merevisi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2018 pasca sejumlah asumsi makro yang diproyeksikan sebelumnya meleset.
Dalam pelaksanaan di tiga bulan pertama, rata-rata US$ 1 diperdagangkan mencapai Rp 13.758 atau lebih tinggi dari asumsi Rp 13.500.
Sementara itu, harga minyak mentah secara year to date sejak awal tahun sudah mencapai US$ 63,2 per barel. Realisasi tersebut, jauh lebih tinggi dari asumsi dalam APBN sebesar US$ 48 per barel.
Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Suahasil Nazara mengaku telah berkoordinasi dengan pemangku kepentingan terkait, sebelum menentukan angka yang pas dalam revisi kas keuangan negara.
"Koordinasi dengan BI dan lainnya juga terus dilakukan. Pemerintah terus perhatikan kondisi global yang berpengaruh ke indikator makro," kata Suahasil kepada CNBC Indonesia, Rabu (18/4/2018).
Memasuki pertengahan tahun, pemerintah memang kerap mengevaluasi kinerja perekonomian, agar sesuai dalam asumsi makro yang sebelumnya ditetapkan pemerintah pada APBN.
Berkaca dari pengalaman tahun lalu, pemerintah merevisi target pertumbuhan ekonomi 2017 menjadi di kisaran 5,2% dari yang sebelumnya ditetapkan dalam APBN sebesar 5,1% sepanjang tahun.
Namun pada tahun ini, belum diketahui kapan pemerintah akan kembali mengajukan revisi kas keuangan negara kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
Apalagi, sejumlah asumsi makro telah meleset dari target. Selain kondisi nilai tukar rupiah dan harga minyak, lifting minyak dan gas pun meleset dari target.
Realisasi lifting minyak sebesar 715.000 barel per hari, sementara lifting gas mencapai 1,3 juta barel per hari.
"Untuk pertumbuhan ekonomi terus diupayakan 5,4%, dan inflasi masih terjaga di 3,5%," kata Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati.
(ray/ray) Next Article Mata Uang Jepang Yen Makin Seksi
Dalam pelaksanaan di tiga bulan pertama, rata-rata US$ 1 diperdagangkan mencapai Rp 13.758 atau lebih tinggi dari asumsi Rp 13.500.
Sementara itu, harga minyak mentah secara year to date sejak awal tahun sudah mencapai US$ 63,2 per barel. Realisasi tersebut, jauh lebih tinggi dari asumsi dalam APBN sebesar US$ 48 per barel.
Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Suahasil Nazara mengaku telah berkoordinasi dengan pemangku kepentingan terkait, sebelum menentukan angka yang pas dalam revisi kas keuangan negara.
"Koordinasi dengan BI dan lainnya juga terus dilakukan. Pemerintah terus perhatikan kondisi global yang berpengaruh ke indikator makro," kata Suahasil kepada CNBC Indonesia, Rabu (18/4/2018).
Memasuki pertengahan tahun, pemerintah memang kerap mengevaluasi kinerja perekonomian, agar sesuai dalam asumsi makro yang sebelumnya ditetapkan pemerintah pada APBN.
Berkaca dari pengalaman tahun lalu, pemerintah merevisi target pertumbuhan ekonomi 2017 menjadi di kisaran 5,2% dari yang sebelumnya ditetapkan dalam APBN sebesar 5,1% sepanjang tahun.
Namun pada tahun ini, belum diketahui kapan pemerintah akan kembali mengajukan revisi kas keuangan negara kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
Apalagi, sejumlah asumsi makro telah meleset dari target. Selain kondisi nilai tukar rupiah dan harga minyak, lifting minyak dan gas pun meleset dari target.
Realisasi lifting minyak sebesar 715.000 barel per hari, sementara lifting gas mencapai 1,3 juta barel per hari.
"Untuk pertumbuhan ekonomi terus diupayakan 5,4%, dan inflasi masih terjaga di 3,5%," kata Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati.
(ray/ray) Next Article Mata Uang Jepang Yen Makin Seksi
Most Popular