Rupiah Semakin Lemah, Dolar Dibanderol Rp 13.790

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
23 March 2018 12:54
Siang ini, greenback dihargai semakin dekat ke Rp 13.800.
Foto: Muhammad Luthfi Rahman
Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) masih melemah. Siang ini, greenback dihargai semakin dekat ke Rp 13.800. 

Pada Jumat (23/3/2018) pukul12:15 WIB, US$ 1 dibanderol di Rp 13.790. Melemah 0,29% dibandingkan posisi penutupan hari sebelumnya. 

Rupiah memang terus tertekan sepanjang hari ini. Pada pembukaan pasar pun rupiah sudah melemah 0,07% terhadap greenback. 

Reuters
Rupiah tertekan oleh keluarnya dana asing di pasar keuangan domestik. Pada penutupan sesi I, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) terkoreksi cukup dalam yaitu 1,73%. Investor asing sejauh ini membukukan jual bersih Rp 475,29 miliar. 

Sementara di pasar Surat Berharga Negara (SBN), imbal hasil atau yield seri acuan tenor 10 tahun kembali naik ke 6,851%. Ini merupakan posisi tertinggi sejak akhir Oktober 2017. 

Reuters
Kenaikan yield menandakan harga instrumen ini terus menurun. Saat ini, harga SBN tenor 10 tahun berada di 94,75%. Turun dibandingkan posisi kemarin yaitu 95,37%. 

Situasi perekonomian global yang tengah tidak kondusif menyebabkan investor (terutama asing) enggan bermain-main dengan instrumen berisiko. Investor tengah mengamankan dananya di instrumen dengan daya tahan tinggi, misalnya obligasi negara AS. 

Yield obligasi negara AS terus turun dan hari ini berada di 2,8062%. Turun dibandingkan posisi kemarin yaitu 2,8320%. 

Reuters
Penyebab ketidakpastian ini adalah potensi perang dagang dalam skala global. Pelakunya adalah AS dan China. 

Presiden AS Donald Trump baru meneken aturan pengenaan bea masuk terhadap sekitar 1.300 produk China. Alasannya adalah perlindungan atas hak kekayaan intelektual. 

China pun bersiap membalas. Kementerian perdagangan China mengajukan daftar 128 produk AS yang berpotensi dipersulit masuk ke Negeri Tirai Bambu. 


Kala China dan AS terlibat perang dagang, korbannya adalah perekonomian global. Pasalnya kedua negara ini memainkan peran penting dalam perdagangan dunia.

China merupakan negara eksportir terbesar, sementara AS menjadi negara dengan impor terbanyak di kolong langit.
 Saling hambat perdagangan di antara kedua raksasa ini membuat industri di seluruh dunia khawatir. Rantai pasok global (global value chain) akan terganggu. 

Indonesia pun bisa terseret menjadi korban. China merupakan negara tujuan ekspor utama Indonesia. Bila industri China terganggu karena produk mereka tidak bisa masuk ke pasar AS, maka permintaan terhadap bahan baku (yang mungkin berasal dari Indonesia) akan berkurang. Ekspor Indonesia pun menjadi terpengaruh. 

Saat ekspor Indonesia terganggu, artinya pasokan valas ke dalam negeri pun melambat. Akibatnya, rupiah berpotensi terus melemah. Risiko ini kemungkinan dicermati pasar.

Hal lain yang memberatkan rupiah adalah tren kenaikan suku bunga. Kemarin, Bank Sentral AS (The Federal Reserve/The Fed) dan Bank Sentral China (PBoC) menaikkan suku bunga. Sementara Bank Indonesia (BI) masih menahan suku bunga di 4,25%.

Ini menyebabkan selisih atau spread suku bunga antara Indonesia dengan negara-negara lain menyempit. Akibatnya terjadi perpindahan arus modal, termasuk ke obligasi pemerintah AS.

TIM RISET CNBC INDONESIA

(aji/aji) Next Article Hot News : Indonesia Mulai Tinggalkan Dolar

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular