
BPS : Ekspor Februari 2018 Naik 11,76%, Impor Lompat 25,18%
Chandra Gian Asmara, CNBC Indonesia
15 March 2018 11:05

Jakarta, CNBC Indonesia - Badan Pusat Statistik (BPS) merilis nilai ekspor di Februari 2018 tumbuh 11,76% ke US$ 14,10 miliar.
Hal tersebut disampaikan oleh Kepala BPS Suhariyanto di Gedung BPS, Kamis (15/3/2018).
Secara kumulatif, ekspor terbesar masih disumbang oleh bahan bakar mineral terutama batu bara dengan nilai US$ 3,4 miliar.
Sedangkan nilai impor pada Februari 2018 mencapai US$ 14,21 atau naik 25,18%.
"Impor Februari 2018 alami kenaikan yang cukup signifikan. Menurut barang impor terbesar adalah bahan baku dan penolong, sementara impor barang konsumsi yang mengalami kenaikan adalah beras dari Vietnam dan Thailand serta Jeruk Mandarin," kata Suhariyanto.
Dengan kedua nilai ekspor dan impor maka neraca perdagangan Februari 2018 mengalami defisit US$ 120 juta.
"Defisit ini disebabkan ada surplus di non migas, tapi terkoreksi impor non migas yang tinggi. Ini warning buat kita semua," tambah Suhariyanto.
Menurut konsensus yang dihimpun CNBC Indonesia, pelaku pasar memperkirakan ekspor tumbuh 12,35% secara year on year (YoY) dan impor tumbuh 25,19% YoY. Akibat pertumbuhan impor yang jauh melampaui ekspor, maka neraca perdagangan diperkirakan mengalami defisit tipis US$ 111,8 juta.
Pada dua bulan sebelumnya, neraca perdagangan Indonesia sudah mengalami defisit. Neraca perdagangan Desember 2017 membukukan defisit US$ 270 juta, dan bulan lalu defisit perdagangan melebar menjadi US$ 680 juta.
(dru/aji) Next Article Virus Corona Bikin Impor dari China Anjlok di Februari 2020
Hal tersebut disampaikan oleh Kepala BPS Suhariyanto di Gedung BPS, Kamis (15/3/2018).
Secara kumulatif, ekspor terbesar masih disumbang oleh bahan bakar mineral terutama batu bara dengan nilai US$ 3,4 miliar.
"Impor Februari 2018 alami kenaikan yang cukup signifikan. Menurut barang impor terbesar adalah bahan baku dan penolong, sementara impor barang konsumsi yang mengalami kenaikan adalah beras dari Vietnam dan Thailand serta Jeruk Mandarin," kata Suhariyanto.
Dengan kedua nilai ekspor dan impor maka neraca perdagangan Februari 2018 mengalami defisit US$ 120 juta.
"Defisit ini disebabkan ada surplus di non migas, tapi terkoreksi impor non migas yang tinggi. Ini warning buat kita semua," tambah Suhariyanto.
Menurut konsensus yang dihimpun CNBC Indonesia, pelaku pasar memperkirakan ekspor tumbuh 12,35% secara year on year (YoY) dan impor tumbuh 25,19% YoY. Akibat pertumbuhan impor yang jauh melampaui ekspor, maka neraca perdagangan diperkirakan mengalami defisit tipis US$ 111,8 juta.
Pada dua bulan sebelumnya, neraca perdagangan Indonesia sudah mengalami defisit. Neraca perdagangan Desember 2017 membukukan defisit US$ 270 juta, dan bulan lalu defisit perdagangan melebar menjadi US$ 680 juta.
(dru/aji) Next Article Virus Corona Bikin Impor dari China Anjlok di Februari 2020
Most Popular