
BI: Rupiah Bergerak Liar Akibat Kebijakan Moneter AS
Raydion Subiantoro, CNBC Indonesia
07 March 2018 21:02

Jakarta, CNBC Indonesia - Gubernur Bank Indonesia Agus Martowardojo menegaskan fluktuasi nilai tukar rupiah belakangan ini merupakan dampak langsung dari kondisi ekonomi global, khususnya yang terjadi di Amerika Serikat.
Bank Indonesia menegaskan kebijakan moneter global di AS tengah memasuki era peningkatan suku bunga dan rezim kebijakan fiskal yang lebih ekspansif. Dampak dari kebijakan AS ini berpengaruh tidak hanya ke Indonesia namun juga negara-negara lain, tercermin dari dinamika pergerakan mata uang berbagai negara.
Namun demikian, BI meyakini bahwa Indonesia dapat menghadapi tantangan tersebut karena kuatnya daya tahan perekonomian nasional.
Melalui siaran pers, BI menyebut sejumlah indikator yang mencerminkan perbaikan ketahanan ekonomi Indonesia antara lain:
(ray/ray) Next Article FOTO : Gubernur BI Tak Ragu Naikkan Suku Bunga Acuan
Bank Indonesia menegaskan kebijakan moneter global di AS tengah memasuki era peningkatan suku bunga dan rezim kebijakan fiskal yang lebih ekspansif. Dampak dari kebijakan AS ini berpengaruh tidak hanya ke Indonesia namun juga negara-negara lain, tercermin dari dinamika pergerakan mata uang berbagai negara.
Namun demikian, BI meyakini bahwa Indonesia dapat menghadapi tantangan tersebut karena kuatnya daya tahan perekonomian nasional.
Melalui siaran pers, BI menyebut sejumlah indikator yang mencerminkan perbaikan ketahanan ekonomi Indonesia antara lain:
- Inflasi dalam tiga tahun terakhir terus menurun dan senantiasa dapat dijaga pada kisaran sasarannya. Inflasi sampai dengan Februari 2018 tetap terkendali sebesar 0,79% (ytd) dan 3,18% (yoy).
- Defisit neraca transaksi berjalan semakin menurun dan berada dalam tingkat yang sehat sebesar 1,7% dari PDB pada tahun 2017.
- Sejalan dengan pemulihan ekonomi domestik yang tengah berlangsung, impor bahan baku diperkirakan terus meningkat sehingga pada Februari 2018, diperkirakan masih terjadi defisit neraca perdagangan, meskipun lebih rendah dibandingkan Januari 2018.
- Meskipun neraca perdagangan Februari 2018 mengalami defisit, Bank Indonesia memperkirakan secara keseluruhan tahun 2018 defisit Neraca Transaksi Berjalan tetap sehat di kisaran 2,1% dari PDB, sejalan dengan dinamika pemulihan ekonomi domestik yang tengah berlangsung.
- Kondisi fiskal dalam kondisi yang semakin sehat, didukung oleh kebijakan Pemerintah yang sesuai prinsip kehati-hatian (prudent) dan konsisten, serta reformasi struktural yang tengah berjalan dengan sangat baik untuk meningkatkan daya saing perekonomian.
- Persepsi terhadap kinerja ekonomi Indonesia juga cenderung membaik. Hal ini terlihat dari sovereign credit rating Indonesia yang terus mengalami perbaikan. Selain itu, persepsi risko investor juga membaik, terlihat dari risk premium Currency Default Swap (CDS) untuk tenor 5 tahun yang cenderung membaik.
- Ketahanan cadangan devisa saat ini jauh lebih kuat, tercermin dari posisi cadangan devisa Januari 2018 yang mencapai US$ 131,98 miliar dolar AS, tertinggi dari yang pernah dicapai.
- Beberapa pengaturan yang telah dikeluarkan oleh Bank Indonesia, seperti kewajiban lindung nilai bagi Utang Luar Negeri dan kewajiban penggunaan rupiah, juga telah dapat mengurangi permintaan valas yang berlebihan yang dipicu oleh meningkatnya ketidakpastian akibat faktor non-fundamental.
- Berbagai perbaikan fundamental makroekonomi tersebut didukung oleh pasar valas domestik yang semakin likuid, sebagaimana tercermin dari terus meningkatnya volume harian transaksi yang saat ini telah mencapai sekitar 6 miliar dolar AS dan mekanisme pasar yang lebih baik dan semakin efisien.
(ray/ray) Next Article FOTO : Gubernur BI Tak Ragu Naikkan Suku Bunga Acuan
Most Popular