Polemik Harga Bensin, Apakah Pengorbanan Demi Tahun Politik?

Gustidha Budiartie & Raditya Hanung Prakoswa, CNBC Indonesia
07 March 2018 07:28
Polemik Harga Bensin, Apakah Pengorbanan Demi Tahun Politik?
Foto: Muhammad Luthfi Rahman
Perlunya Transparansi Harga Bensin Premium

Bensin premium adalah kunci, karena jenis bahan bakar ini masih menduduki peringkat atas konsumsi dalam negeri.

Pemerintah berdalih sudah tidak ada lagi subsidi di sini, benarkah? Perlu diketahui bahwa harga bensin premium saat ini adalah hanya naik Rp 100 per liter sejak 2016 lalu, dari Rp 6.450 menjadi Rp 6.550 per liter. Sementara harga ICP di akhir 2016 sudah menyentuh level US$ 50 per barel, dan saat ini rata-rata ICP di atas US$ 60 per barel. 

Pertamina selaku importir dan distributor BBM premium mengklaim harga ini tak sesuai harga pasar. Dalam paparannya di Komisi VII DPR RI Januari lalu, Pertamina mengaku harus menalangi sampai Rp 2.404 per liter untuk bensin premium ini. Kekurangannya biasa dibayar pemerintah melakui skema carry over (dibayarkan di belakang), namun jumlahnya harus menunggu audit dari Badan Pemeriksa Keuangan.

Secara fisik, bensin premium ini juga dinilai sebagai perkara oleh Kementerian ESDM. Pasalnya bensin satu ini sudah jarang diproduksi di dunia, sehingga formula pemasangan harganya dipertanyakan oleh kementerian.

Wakil Menteri ESDM Arcandra Tahar bahkan sampai studi dan berkunjung ke Singapura untuk mengetahui hitungan dan patokan harga bensin ini. Hasilnya pemerintah berkeinginan untuk mengubah formula harga BBM premium ke depan, dengan tujuan mengupas harga bensin ini dan menyajikannya dengan harga riil ke masyarakat.

Sembari menunggu mana formula yang tepat untuk menghitung harga bensin premium, yang bisa dipastikan angka kurang bayar subsidi BBM (termasuk LPG) masih terhitung besar setiap tahunnya, yakni mencapai puluhan triliun rupiah dan masih menjadi tanggungan Pertamina untuk sementara ini.

Polemik Harga Bensin, Apakah Pengorbanan Demi Tahun Politik?Foto: BPK
Bagaimana hitungannya di APBN? Apabila melihat analisis sensitivitas di Nota Keuangan APBN 2018, kenaikan harga minyak sekarang seharusnya berdampak positif bagi APBN. Sehingga setiap kenaikan ICP rata-rata US$ 1/barel selama setahun, maka bisa menambah anggaran Rp 0,3-1 triliun.  Tapi itu dengan catatan target subsidi BBM dan LPG sebesar Rp 46,86 triliun. Apabila ternyata realisasi subsidi BBM berada di atas itu, maka sudah pasti penambahan anggaran tidak akan mencapai Rp 0,3 – 1 triliun, malah mungkin saja bisa defisit.

Polemik Harga Bensin, Apakah Pengorbanan Demi Tahun Politik?Foto: Raditya Hanung Prakoswa
Selain itu, masih ada asumsi dasar ekonomi makro lainnya yang menjadi dasar perhitungan anggaran, seperti nilai tukar rupiah dan lifting minyak bumi.

Misalnya saja, menurut data Kementerian ESDM, sepanjang tahun 2018 hingga saat ini, lifting minyak bumi berada di angka 776.782 barel per hari, atau masih berada di bawah asumsi APBN 2018 sebesar 800.000 barel per hari (selisih 23.218 barel per hari). Apabila selisih tersebut bertahan hingga akhir tahun, maka anggaran diperkirakan akan mengalami defisit Rp 2,78 – 4,64 triliun. 

Oleh karena itu, pernyataan Sri Mulyani yang yakin bahwa defisit anggaran akan terjaga apabila subsidi BBM dinaikkan, bisa saja tercapai asalkan pemerintah dapat terus menggenjot lifting minyak bumi sembari menjaga asumsi makro lainnya. 

Lantas, Bisakah Kebijakan Penahanan Harga Ini Disebut Kebijakan Politik?

Ini sungguh ranah yang sulit dijawab karena tak bisa dijabarkan dengan grafik dan angka. Tapi Menteri Keuangan, Menteri Koordinator Ekonomi, dan Menteri ESDM sudah menegaskan kebijakan ini bukan karena semata mendekati tahun politik, tahun 2019.

Menurut mereka, di tengah lesunya ekonomi saat ini, Presiden Jokowi meminta agar inflasi dijaga dan daya beli masyarakat dilindungi. Sebagai perbandingan saja, di 2009 lalu ketika mendekati pemilu, pemerintah saat itu tak sekadar menahan harga tetapi bisa menurunkan harga BBM hingga 3 kali dalam jeda 1,5 bulan. Dari harga bensin premium Rp 6.000 per liter, harga terus turun hingga menjadi Rp 4.500 per liter di Januari 2009. Bertahan hampir 4 tahun, harga bensin premium ini baru naik kembali pada 2013 menjadi Rp 6.500 per liter.

Mungkin pertanyaan tentang tahun politik sulit terjawab saat ini, tapi yang bisa dipastikan adalah mulai terjadinya inkonsistensi kebijakan energi yang dilakukan pemerintahan Presiden Jokowi. Alih-alih bicara soal tahun politik yang masih di tahun depan, pertanyaan yang lebih cocok untuk saat ini adalah apa kabar semangat reformasi energi yang pernah dijanjikan dahulu?

TIM RISET CNBC INDONESIA

(gus/gus)

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular