Jangan FOMO! Generasi Muda Kudu Simak Jurus Keuangan & Investasi Ini

Zefanya Aprilia & Elga Nurmutia, CNBC Indonesia
Jumat, 22/08/2025 12:15 WIB
Foto: Aktris skaligus Staf Khusus Komdigi, Raline Shah menyampaikan pemaparan saat kelas edukasi dalam acara LPS FInancial Festival 2025 di Regale International Convention Center, Medan, Sumatera Utara, Kamis (21/8/2025). (CNBC Indonesia/Tri Susilo)

Medan, CNBC Indonesia - Bagi Sebagian orang, gaya hidup menjadi salah satu hal yang cukup diperhatikan. Salah satunya adalah gaya hidup hedon, yang cenderung sulit dihindari seseorang apabila sudah memiliki penghasilan sendiri.

Gaya hidup menjebak seperti ini sebaiknya dihindari, karena akan berdampak terhadap keuangan. Maka sudah sepatutnya kita perlu meningkatkan pemahaman dalam mengelola keuangan. Untuk itu Trans Media Group dengan dukungan penuh Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) menggelar LPS Financial Festival 2025 di Surabaya dan Medan.

Khusus event di Medan, sejumlah tokoh yang dihadirkan turut berbagi pandangan mengenai kiat-kiat mengatur keuangan dan investasi sekaligus menghindari FOMO atau gaya hidup hedonisme.


Aktor sekaligus Industry Specialist Film Investment, Herjunot Ali turut berpendapat mengenai fenomena gaya hidup hedon. Menurutnya, ketika seseorang tidak melek soal literasi keuangan, maka yang akan terjadi adalah lebih besar pasak dia daripada tiang. Apalagi, masifnya penggunaan media sosial pada masa kini membuat sebagian masyarakat semakin sulit terhindar dari gaya hidup hedon.

"Karena maksudnya setiap hari itu kan kita lihat siapa beli mobil baru, oh dia bisa liburan terus. Waktu saya jaman masih muda, juga kayak gitu, terpengaruh sama keadaan gitu, padahal sebenarnya nggak mampu-mampu banget," ungkap Herjunot di sesi Educational Class LPS Financial Festival 2025 dengan Bank Mandiri, di Regale International Convention Center, Medan, dikutip Jumat (22/8/2025).

Herjunot bahkan mengaku pernah mengalami kesalahan dalam mengatur finansial di masa lalu. Berbekal pengalaman pahit tersebut, ia menyarankan agar masyarakat lebih cepat menabung atau melakukan investasi. Apalagi, menabung di bank sekarang sudah aman karena dijamin oleh LPS.

Dia juga mengatakan, generasi muda sebenarnya tidak perlu takut mengambil keputusan finansial yang salah. Sebab, semakin banyak membuat kesalahan, semakin matang juga pemahaman finansial yang didapat oleh anak-anak muda, sehingga di kemudian hari mereka tidak kembali masuk ke dalam instrumen keuangan yang kurang dipahami.

Lain lagi dengan pendapatat aktris Raline Shah, yang juga merupakan Staf Komdigi. Dirinya menyebut, kebutuhan setiap manusia terbagi menjadi tiga jenis. Di antaranya adalah kebutuhan primer yang mencakup sandang, pangan, dan papan. Selanjutnya, kebutuhan sekunder berupa sarana komunikasi dan transportasi. Terakhir, ada kebutuhan tersier yang mencakup hal-hal mewah atau heboh yang tidak dibutuhkan. Jika sudah mengetahui klasifikasi kebutuhan tersebut, maka setiap orang bisa mulai mengatur keuangannya berdasarkan skala prioritas.

"Jadi sebelum spending, biasanya aku selalu merasa shopping itu bikin aku agak stress. Soalnya kayak, oke aku selalu mikir, 'ini kebutuhan apa sih? Ini kebutuhan tersier, kebutuhan sekunder, yang pertama udah terpenuhi nggak?' Jadi kita harus bisa mengkotakkan itu," kata Raline.

Dirinya pun berpendapat, pada dasarnya setiap orang perlu mencari tahu ukuran nilai dari diri sendiri yang membuatnya bisa bahagia. Dengan demikian, setiap orang tidak perlu merasa FOMO ketika melihat gaya hidup yang cenderung hedon.

Tips Atur Keuangan

Pemimpin Bidang Marketing Communication PT Bank Sumut, Hendy Arief sepakat bahwa kesalahan yang paling sering dialami masyarakat ketika ketika mengambil keputusan finansial adalah terjebak pada sikap FOMO. Apalagi, ada banyak tren pada zaman sekarang yang terkesan menarik untuk diikuti oleh setiap orang, padahal belum tentu tren tersebut cocok dengan kondisi keuangan masing-masing individu.

"Karena memang nggak selamanya juga sih tren itu kita harus ikut ke sana, gitu. Kalau kita tidak sanggup, jadi jangan dipaksa. Tapi kalau memang sanggup, kita beli," ujar Hendy kepada para peserta kelas edukasi di LPS Financial Festival 2025.

Oleh karena itu, sikap FOMO sebaiknya dihindari agar masyarakat bisa lebih leluasa mengatur keuangannya. Hendy pun menyarankan adanya pembagian alokasi keuangan individu supaya tiap orang dapat mengoptimalkan penghasilan rutin yang mereka dapatkan setelah bekerja keras.

Menurut dia, pada umumnya dana yang dimiliki tiap individu masyarakat dapat dibagi dalam tiga porsi pengeluaran dengan persentase 50%, 30%, dan 20%. Bila dirinci, sebanyak 50% untuk kebutuhan bulanan. Kemudian, sebesar 30% untuk pengeluaran gaya hidup seperti nongkrong, hiburan, dan traveling. Lalu 20% sisanya dipakai untuk tabungan.

Meski demikian, Hendy mengatakan persentase alokasi keuangan tersebut bukan rumus valid. Pembagian pos pengeluaran tersebut bergantung kembali dengan kondisi finansial masing-masing masyarakat. 

Tips Investasi

Tak ketinggalan, jika tiap individu sudah mampu mengatur keuangan secara optimal dan masih memiliki uang dingin yang tidak dipakai, maka kita dapat memulai belajar berinvestasi di berbagai instrumen.

Professional Trader dan Trading Coach, Michael Yeoh berbagi pandangan mengenai potensi keuntungan dari berinvestasi pada instrumen seperti saham dan reksadana. Seperti yang diketahui, saham memiliki potensi keuntungan yang tinggi, namun disertai risiko kerugian yang tinggi juga. Di sisi lain, reksa dana menawarkan imbal hasil yang lebih pasti, namun memerlukan waktu lebih lama bagi investor untuk mengakumulasikan keuntungannya.

Michael menyebut, mayoritas reksa dana saham yang ada di Indonesia memiliki kinerja atau imbal hasil yang tidak mampu melampaui kinerja Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG). Dengan kata lain, tidak pernah ada reksa dana yang performanya mengalahkan IHSG dan inflasi, sehingga ada saatnya kinerja instrumen tersebut mengalami penurunan.

Di sisi lain, reksa dana yang berkinerja cemerlang selalu berbeda setiap empat tahun. Untuk itu, investor disarankan untuk menganalisis secara mendalam ke mana arah manajer investasi dalam meracik produk reksadananya.

"Fund manager-nya yang mengejar alpha, saat ini, di Indonesia, posisinya sama sedikit. Tapi yang penting, berinvestasi di reksa dana, tergantung dari profil risiko kalian," kata Michael.

Dalam kesempatan yang sama, Head of Digital and Marketing Communications Bank Mega, Caroline Setiabudi mengatakan, bahwa keputusan investasi memang harus didasari oleh analisis sendiri. Ambil contoh ketika berinvestasi pada instrumen saham, maka investor yang bersangkutan harus memiliki mental yang kuat agar bisa melakukan analisis secara matang.

"Karena balik lagi, risk at a time, masing-masing kan berbeda. Ada yang memang kayak very high risk, berani ambil risiko. Ada yang kayak, yang penting aman saja. Jadi, dikembalikan ke masing-masing pribadi," kata dia.

Tak hanya itu, Caroline menyarankan strategi diversifikasi dalam manajemen potensi risiko ketika berinvestasi. Dalam hal ini, investor bisa masuk ke lebih dari satu instrumen investasi dengan karakteristik produk yang berbeda-beda.

"Jadi, menurutku, dengan aku diversifikasi itu aku bisa manage risiko. Jadi, kalau di saat yang naik-turun, ada yang naik. Jadi, nggak terlalu jeblok-jeblok banget," tandasnya. 


(bul/bul)
Saksikan video di bawah ini:

Video: OJK:Stimulus Pemerintah Dorong Bisnis Bank Cs Era Perang Dagang