Belajar dari Kasus Paytren, Jangan Beli Reksa Dana yang Kayak Gini!

Financial Expert, CNBC Indonesia
Selasa, 21/05/2024 06:30 WIB
Foto: Dok. Shutterstock
Dafar Isi

Jakarta, CNBC Indonesia - Belum lama ini, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) resmi mencabut izin usaha (CIU) PT Paytren Aset Manajemen (PAM) yang didirikan Yusuf Mansur sebagai manajer investasi syariah.

PAM terbukti tidak memiliki kantor yang dapat ditemukan dan tidak memiliki pegawai yang memadai untuk menjalankan fungsi-fungsi sebagai manajer investasi. Selain itu, perusahaan gagal memenuhi perintah tindakan tertentu dari OJK, menambah daftar panjang pelanggaran yang telah dilakukan.

Selain tidak memenuhi komposisi minimum direksi, dewan komisaris, dan persyaratan fungsi operasional lain layaknya manajer investasi, PT Paytren Aset Manajemen juga tidak memenuhi kecukupan minimum modal kerja bersih disesuaikan (MKBD) yang dipersyaratkan, indikator penting dalam menilai kesehatan keuangan dan kemampuan perusahaan menjaga keberlangsungan operasional.


Seperti diketahui PAM sempat memiliki tiga produk reksa dana yang ditawarkan ke masyarakat umum. Reksa dana tersebut adalah, Reksadana Syariah Saham Dana Falah (RDS FALAH), Reksadana Syariah Likuid Dana Safa (RDS SAFA), dan Reksadana Syariah Campuran Dana Daqu (RDS DAQU).

Dana kelolaan Paytren juga sempat tumbuh pesat, dari Rp 1,95 miliar pada Februari 2018 menjadi hampir Rp 34 miliar pada Oktober 2019. Namun pada akhir 2019, nilai dana kelolaan itu justru semakin menurun hingga akhirnya tepat pada Februari 2020 reksa dana Paytren resmi dilikuidasi.

Investasi reksa dana memang terkenal dengan kepraktisannya, lantaran bisa dimulai dengan modal kecil dan online. Bukan hanya itu, imbal hasil dari instrumen ini juga cukup menarik dan bahkan bisa mengalahkan bunga deposito atau surat berharga negara.

Namun ketika reksa dana dibubarkan, maka bisa saja investasi yang kita lakukan malah jadi sia-sia. Dan bila posisi investor sedang dalam keadaan rugi, maka hal itu bisa berimbas pada penyusutan aset atau kekayaan bersihnya.

Selain dari kredibilitas manajer investasi, ada hal lain yang kiranya harus diperhatikan investor dalam berinvestasi pada produk reksa dana. Berikut adalah tiga ciri reksa dana yang sebaiknya Anda hindari.

Dana kelolaan terus menurun

Tidak perlu panik ketika melihat nilai aktiva bersih per unit penyertaan (NAB/UP) yang berfluktuasi, karena hal ini adalah efek naik dan turunnya nilai aset di portofolio reksa dana itu.

Adapun hal yang harus menjadi perhatian bagi Anda adalah besarnya dana kelolaan reksa dana yang ingin Anda beli.

Sayangnya, data mengenai dana kelolaan harus dicari secara manual lewat informasi yang ada di fund fact sheet (FFS) atau situs-situs Agen Penjual Efek Reksa Dana (APERD).

Dana kelolaan atau asset under management (AUM) adalah hal yang semestinya Anda perhatikan, Dana kelolaan juga kerap mengalami fluktuasi dan tidak mencerminkan kinerja aset di reksa dana, namun nilai ini menunjukkan seberapa besar kepercayaan investor terhadap reksa dana yang bersangkutan.

Berdasarkan peraturan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) No.23/POJK.04/2016 tentang Reksadana Berbentuk Kontrak Investasi Kolektif, maka batasan minimal dana kelolaan sebuah reksadana ditetapkan Rp10 miliar.

Ketika dana kelolaan terus menurun, apalagi secara drastis maka Anda pun wajib mencurigai hal ini.

Tidak ada fund fact sheet terkini

Sederhananya, FFS adalah laporan produk reksa dana yang diterbitkan manajer investasi terkait kinerja produk reksa dana yang bersangkutan. Informasi ini diperbaharui secara rutin dan bisa diakses dengan mudah oleh para investor.

Ketika tidak tersedia FFS yang terkini, maka dari mana Anda bisa mengetahui perkembangan kinerja dari reksa dana tersebut?

Jika Anda menemui hal seperti ini, ada baiknya untuk langsung menghubungi pihak manajer investasi terkait produk reksa dana yang mereka terbitkan. Bisa jadi, FFS memang tidak tersedia lantaran reksa dana tersebut mau dibubarkan karena sudah tidak memenuhi ketentuan.

Reksa dana dari manajer investasi nakal

Tidak sedikit kasus manajer investasi reksa dana yang kerap mendapat teguran dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) lantaran adanya pelanggaran-pelanggaran yang mereka lakukan. Dan sayangnya, tidak ada pula pemeringkatan manajer investasi reksa dana berdasarkan kinerja investasi, kepercayaan, dan lain sebagainya.

Pertanyaan pun muncul, jika salah satu dari mereka menawarkan produk investasi dengan imbal hasil fantastis, apakah Anda masih tertarik untuk membelinya?

Sebisa mungkin, hindarilah produk-produk seperti itu dan pilihlah reksa dana yang diterbitkan oleh manajer investasi dengan reputasi baik.


(aak/aak)
Saksikan video di bawah ini:

Video: Intip Investasi Pilihan Nasabah Tajir Era Perang Dagang Trump