
Buruan Jadi Investor, Ini Daftar Saham yang Perlu Dicermati

3. Saham dengan Valuasi Relatif Murah
Harga saham yang berada di bursa merupakan penilaian dari investor. Seringkali harga bergerak tidak sesuai dengan nilai suatu perusahaan sebenarnya.
Ada banyak faktor yang menyebabkan ketidaksesuaian antara harga di pasar dengan nilai sesungguhnya dari perusahaan. Contohnya karena adanya rasa panik investor bahkan hingga merasa Fear of Missing Out (FOMO), sehingga investor menjadi tidak rasional. Ini adalah fenomena yang sangat wajar di pasar saham.
Penggerak dari rasa panik atau FOMO tersebut adalah ekspektasi pasar berlandaskan informasi atau rumor yang beredar di kalangan investor itu sendiri.
Harga saham seringkali bisa naik dengan cepat dan tinggi saat investor secara bersamaan melakukan aksi beli. Namun, bisa langsung turun tajam saat terjadi aksi jual. Padahal tidak mencerminkan nilai sesungguhnya dari perusahaan tersebut.
Saat pasar bereaksi berlebihan terhadap suatu saham, investor yang sudah mengenali fundamental perusahaan tersebut bisa mengambil peluang untuk cuan.
Misalnya saja saat 2020 kejatuhan IHSG, banyak perusahaan yang tiap tahunnya menghasilkan laba triliunan rupiah harga sahamnya anjlok hingga 20% lebih. Bagi perusahaan yang sudah mature dan memiliki bisnis yang kuat, harga saham turun berada di nilai wajarnya atau disebut undervalue.
Pada saat itulah investor bisa membeli saham tersebut. Sebab harga akan selalu kembali ke harga fundamentalnya.
Ada banyak alat valuasi yang bisa digunakan tetapi yang paling umum dan mudah bagi investor adalah Price to Earnings Ratio (PER) dan Price to Book Value (PBV).
Analisis dengan rasio ini bisa secara horizontal maupun vertikal. Secara horizontal adalah membandingkan rasio dengan perusahaan di sektor yang sama dan di tingkat yang sama atau dengan industri.
Contohnya membandingkan BBCA, BBRI, BMRI, dan BBNI. Ini karena keempatnya merupakan sektor perbankan dan di tingkat yang sama yakni KBMI 4. Khusus perbankan, investor menggunakan rasio PBV.
Cara kedua adalah membandingkan valuasinya dengan rata-rata pergerakan historis. Bisa dibandingkan dengan rata-rata 5 tahun lalu.
Misalnya saham PT Astra Internasional Tbk (ASII) saat ini memiliki PER 9,39x. Sementara rata-rata dalam lima tahun, PER ASII sebesar 13,58x. Ini artinya secara valuasi ASII saat ini relatif murah karena berada di bawah rata-rata PER nya.
Begitu juga dengan BBRI yang saat ini memiliki PBV 2,31x. Sedangkan rata-rata PBV dalam lima tahun BBRI berada di 2,51x. Ini bisa diartikan bahwa valuasi BBRI relatif murah.
Perlu digarisbawahi, menggunakan valuasi dengan historis harus selalu dibarengi dengan penilaian keseluruhan bisnis dan kinerja keuangan supaya tidak terjebak dengan value trap.
![]() PER Band |