Yen Diramal Lesu Tapi Rupiah Menguat, Investor Kudu Piye?
Jakarta, CNBC Indonesia - Mata uang yen Jepang masih akan meredup di hadapan dolar Amerika Serikat. Kenaikan pada pertengahan Juli diyakini hanya sementara meskipun ada ketidakpastian ekonomi yang membatasi reli greenback.
Sepanjang tahun, yen telah turun sebesar 17,17% secara point-to -point terhadap dolar dan sempat mencapai titik terendah di JPY139,38 per US$, lalu kemudian menguat 6,9% ptp menjadi JPY130,4 per US$.
Dalam jajak pendapat yang dilakukan oleh Reuters pada 1-3 Agustus 2022, 17 dari responden yang merupakan analis mata uang global atau 61% mengatakan penguatan yen tidak akan berlangsung lama.
Yen tidak mungkin untuk reli dalam jangka pendek karena bank sentral Jepang (Bank of Japan/BoJ) tetap menjadi outlier di antara bank sentral global dengan tetap berpegang pada kebijakan moneter ultra longgar.
"Yen akan tetap lemah sementara BOJ mempertahankan kebijakan YCC (yield-curve control)," kata Tony Nyman dari Informa Global Markets, mengacu pada kerangka kerja bank sentral untuk secara implisit membatasi imbal hasil obligasi pemerintah Jepang (JGB) 10-tahun di 0,25%.
BOJ dengan tegas menolak spekulasi tentang penyesuaian apa pun pada kerangka YCC untuk memungkinkan yield bergerak lebih tinggi, yang mungkin mengurangi tekanan terhadap yen.
"Proses penurunan USD/JPY bisa memakan waktu lama," kata Jane Foley, kepala strategi FX di Rabobank. Foley memproyeksikan bahwa yen pada akhirnya akan menguat ke JPY128 per US$ dalam 12 bulan ke depan.
Untuk perkiraan rata-rata harga dalam tiga bulan dari 54 spesialis mata uang dalam jajak pendapat memiliki yen diperdagangkan pada JPY 134 per US$, proyeksi ini lebih lemah dari JPY 133 per US$ pada Juli.
Sementara untuk perkiraan enam bulan, analis memproyeksikan tingkat USD/JPY berada di JPY131,33 per US$.
Dua belas dari 52 responden memperkirakan yen akan melemah lagi ke JPY 135 per US$ atau di bawahnya. Sementara hanya empat responden yang melihatnya menguat ke JPY125 per dolar atau lebih.
Saat ini, kekuatan dolar sedang melandai sebab investor cenderung menanti rilis data inflasi yang diyakini dapat memberi informasi mengenai langkah bank sentral selanjutnya.
Besok malam waktu Indonesia, US Bureau of Labor Statistics akan mengumumkan data inflasi. Konsensus pasar yang dihimpun Reuters memperkirakan inflasi AS pada Juli 2022 sebesar 8,7%year-on-year(yoy). Memang masih tinggi, tetapi melambat dibandingkan bulan sebelumnya yang 9,1% yoy.
Jika kemudian inflasi melandai, bisa menjadi kesempatan The Fed untuk memukul inflasi dengan menaikkan suku bunga acuan secara agresif. Serta didukung oleh data tenaga kerja yang positif.
"Inflasi yang melambat akan memberi konfirmasi bahwa kebijakan moneter ketat sudah membuahkan hasil. Data inflasi juga akan memberi konfirmasi bahwa dibutuhkan pengetatan moneter lebih lanjut," kata Rober Schein, Chief Investment Officer di Blanke Schein Welth Management, seperti diwartakan Reuters.
Meski demikian, kejutan inflasi yang melesat bisa mendorong dolar lebih tinggi.
"Investor menjadi semakin yakin dalam pandangan mereka bahwa inflasi akan turun kembali dengan cukup cepat, dan selanjutnya akan tetap berada di sekitar target Fed," kata Thomas Mathews dari Capital Economics.
"Pasar bisa dibilang cukup rentan terhadap kejutan inflasi, jika ada bukti yang mengumpulkannya tetap tinggi lebih lama dari yang diharapkan. Itu juga mungkin akan mendorong respons yang lebih tajam dari The Fed, dan melihat aksi jual pasar obligasi berlanjut dengan sungguh-sungguh."
Sementara nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) ditutup menguat pada perdagangan hari ini. Pada Selasa (9/8/2022), rupiah berada di posisi Rp 14.850 per US$ pada penutupan perdagangan pasar spot. Rupiah menguat 0,17% dibandingkan posisi penutupan hari sebelumnya.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(ras)