Saran Gaesss.. Amit-amit Resesi Terjadi, Taruh Uangmu di Sini

Robertus Andrianto, CNBC Indonesia
Senin, 18/07/2022 11:10 WIB

Jakarta, CNBC Indonesia - Resesi membayangi ekonomi dunia. Padahal, hampir semua negara tengah berusaha pulih dari pandemi virus Corona (Coronavirus Disease 2019/Covid-19).

Secara umum, resesi terjadi ketika ekonomi tumbuh negatif dua kuartal beruntun. Pada tahun 2020 lalu dunia mengalami resesi akibat pandemi Covid-19, yang membuat aktivitas dan mobilitas miliaran umat manusia terganggu. Tanpa aktivitas dan mobilitas manusia, roda ekonomi pun 'macet'.

Kali ini resesi terjadi karena tingginya inflasi akibat harga komoditas energi yang melesat. Karena inflasi yang melambung, bank sentral pun mulai menaikkan suku bunganya. Masalahnya dua hal tersebut ditambah dengan daya beli yang mulai lesu.


"Ekonomi global terus dilanda guncangan supply yang parah, yang membuat inflasi meninggi dan pertumbuhan ekonomi melambat. Tetapi, kini dua faktor lagi muncul, yakni bank sentral yang menaikkan suku bunga dengan sangat agresif serta demand konsumen yang melemah," kata Nathan Sheets, kepala ekonom global Citigroup, sebagaimana dilansir Yahoo Finance, Rabu (12/7/2022).

Sheets juga mengatakan risiko dunia mengalami resesi kini sebesar 50% dalam 18 bulan ke depan. Sheets melihat pertumbuhan ekonomi dunia sebesar 2,3%, turun dari sebelumnya 2,6%. Sementara 2023 sebesar 1,7% turun dari sebelumnya 2,1%.

"Kami menyimpulkan bank sentral menghadapi tantangan yang sangat berat dalam menurunkan inflasi. Berkaca dari sejarah, langkah yang digunakan untuk menurunkan inflasi memberikan dampak buruk ke perekonomian, dan kami saat ini melihat probabilitas hampir 50% dunia akan mengalami resesi. Bank sentral sejauh ini belum menerapkan kebijakan soft landing atau pelambatan ekonomi tanpa memicu inflasi dalam proyeksi mereka, begitu juga dengan yang kami lihat," tambah Sheets.

Resesi kemudian membuat para investor ketar-ketir. Pasar berisiko seperti saham dan kripto pun berguguran.

Nasdaq Index sudah turun 26,57% sepanjang tahun 2022. Begitu juga dengan S&P 500 yang turun 18,95% dan Dow Jones turun 13,9%. Pasar saham Indonesia pun telah turun 9,6% sejak mencapai harga tertingginya di 7.335 pada 11 April 2022.

Memegang uang tunai menjadi pilihan yang dianggap terbaik saat resesi. Namun, ada beberapa investasi yang bisa mengamankan aset kita karena memiliki risiko relatif rendah.


(ras/ras)
Saksikan video di bawah ini:

Video: Intip Investasi Pilihan Nasabah Tajir Era Perang Dagang Trump

Pages