Andai (Amit-amit) Resesi, Taruh Uangmu di Sini
Jakarta, CNBC Indonesia - Ekonomi dunia masih belum baik-baik saja. Selepas pandemi virus corona (Coronavirus Disease-2019/Covid-19) mereda, dunia harus dihadapkan dengan resesi.
Secara umum, resesi terjadi ketika ekonomi tumbuh negatif dua kuartal beruntun. Pada 2020 lalu dunia mengalami resesi akibat pandemi Covid-19, yang membuat aktivitas dan mobilitas miliaran umat manusia terganggu. Tanpa aktivitas dan mobilitas manusia, roda ekonomi pun 'macet'.
Kali ini resesi terjadi karena tingginya inflasi akibat harga komoditas energi yang melesat. Inflasi yang melambung, bank sentral pun mulai menaikkan suku bunganya. Masalahnya dua hal tersebut ditambah dengan daya beli yang mulai lesu.
"Ekonomi global terus dilanda guncangan supply yang parah, yang membuat inflasi meninggi dan pertumbuhan ekonomi melambat. Tetapi, kini dua faktor lagi muncul, yakni bank sentral yang menaikkan suku bunga dengan sangat agresif serta demand konsumen yang melemah," kata Nathan Sheets, kepala ekonom global Citigroup, sebagaimana dilansirYahoo Finance, Rabu (22/7/2022).
Sheets juga mengatakan risiko dunia mengalami resesi kini sebesar 50% dalam 18 bulan ke depan. Sheet melihat pertumbuhan ekonomi dunia sebesar 2,3%, turun dari sebelumnya 2,6%. Sementara 2023 sebesar 1,7% turun dari sebelumnya 2,1%.
"Kami menyimpulkan bank sentral menghadapi tantangan yang sangat berat dalam menurunkan inflasi. Berkaca dari sejarah, langkah yang digunakan untuk menurunkan inflasi memberikan dampak buruk ke perekonomian, dan kami saat ini melihat probabilitas hampir 50% dunia akan mengalami resesi. Bank sentral sejauh ini belum menerapkan kebijakan soft landing atau pelambatan ekonomi tanpa memicu inflasi dalam proyeksi mereka, begitu juga dengan yang kami lihat," tambah Sheets.
Resesi kemudian membuat para investor ketar-ketir. Pasar berisiko seperti saham dan cryptocurrency pun berguguran.
Nasdaq Index sudah turun 29% sepanjang 2022. Begitu juga dengan S&P 500 yang turun 19,74% dan Dow Jones turun 14,42%. Pasar saham Indonesia pun telah turun 8,8% sejak mencapai harga tertingginya di 7.335 pada 11 April 2022.
Memegang uang tunai menjadi pilihan yang dianggap terbaik saat resesi. Namun, ada beberapa investasi yang bisa mengamankan aset kita karena memiliki risiko relatif rendah. Tentunya dengan strategi agar tetap terjaga risiko kerugiannya, salah satunya adalah dengan alokasi aset.
Alokasi aset adalah strategi investasi dengan memberi bobot tertentu masing-masing instrumen investasi pada portfolio. Tujuannya untuk memberi keseimbangan pada imbal hasil dan risiko.
Tidak ada aturan baku dalam menentukan porsi dalam strategi alokasi dana. Idealnya menyesuaikan dengan profil risikonya masing-masing.
Akan tetapi, ketika resesi memperbanyak porsi untuk instrumen investasi yang memiliki risiko rendah bisa jadi pilihan bijak. Hal ini untuk mengurangi risiko kerugian dan fluktuasi imbal hasil portfolio keseluruhan bisa lebih stabil.
(ras/ras)