
Gas dari Rusia Seret, Batu Bara Jadi Primadona?

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga batu bara stagnan pada perdagangan kemarin. Meski tidak bergerak, tetapi jauh lebih baik ketimbang akhir pekan lalu yang turun tajam.
Kemarin, harga batu bara di pasar ICE Newcastle (Australia) ditutup di US$ 251,5/troy ons. Sama persis dengan penutupan perdagangan akhir pekan lalu.
Akhir pekan lalu, harga batu bara anjlok 7,2%. Ini adalah koreksi harian terdalam sejak 31 Januari 2022.
Sepertinya koreksi ini terjadi akibat harga si batu hitam yang sempat melambung tinggi. Pada 21-24 Februari 2022, harga batu bara naik tanpa henti, yang berarti empat hari beruntun. Selama empat hari tersebut, harga meroket 34,72% secara point-to-point.
Lesatan lebih dari 34% dalam empat hari adalah sesuatu yang luar biasa. Oleh karena itu, investor tentu ingin mencairkan keuntungan besar yang sudah didapat dalam waktu yang singkat itu. Akibatnya, kontrak batu bara mengalami tekanan jual sehingga harganya cenderung turun.
Namun ke depan, sepertinya masa depan harga batu bara masih cerah. Prospek peningkatan permintaan akan menjadi penopang kenaikan harga komoditas ini.
Konflik Rusia-Ukraina menyebabkan pasokan gas alam di Eropa terancam. Negeri Beruang Merah adalah pemasok sekitar 35% kebutuhan gas di Benua Biru. Perang, plus berbagai sanksi bagi Rusia, akan membuat pasokan itu terancam seret.
Oleh karena itu, batu bara akan kembali dilirik sebagai sumber energi primer pengganti gas alam. Jerman sudah membuka wacana soal ini.
Untuk mengurangi ketergantungan terhadap gas alam dari Rusia, pemerintah Jerman berencana memperpanjang 'masa bakti' pembangkit listrik bertenaga batu bara. Sebelumnya, Negeri Panser punya rencana untuk mempensiunkan pembangkit listrik batu bara pada 2030.
"Perkembangan dalam beberapa hari terakhir menunjukkan kepada kita semua bahwa kebijakan energi bukan hanya soal ekonomi dan lingkungan. Melainkan juga keamanan. Kita harus mengubah ketergantungan kita terhadap impor energi dari satu negara," tegas Olaf Scholz, Kanselir Jerman, seperti dikutip dari Reuters.
Robert Hebeck. Menteri Ekonomi Jerman, menyatakan pemerintah mempertimbangkan untuk memperpanjang penggunaan pembangkit listrik bertenaga batu bara lebih lama dari target pensiun pada 2030. "Diskusi dan deliberasi bukanlah hal yang tabu. Tujuan Jerman adalah memilih negara yang akan memasok sumber energi," sebut Hebeck, juga diberitakan Reuters.
TIM RISET CNBCÂ INDONESIA
(aji/aji) Next Article Cuan Terus, Awas Faktor Ini Bisa Bikin Batu Bara Anjlok
