
Ini Bocoran Saham 'Bau-bau' Cuan di November, Simak!

Jakarta, CNBC Indonesia - Sepanjang bulan Oktober, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) sudah mengalami kenaikan cukup signifikan. Sayangnya, mengawali bulan November, performa indeks acuan Bursa Efek Indonesia (BEI) ini kurang oke.
Kabar baiknya, masih ada saham-saham yang berpotensi cuan di bulan ini.
Data perdagangan mencatat, pada penutupan pasar, Selasa ini (2/11/2021), IHSG ditutup turun 0,91% di 6.493 dengan nilai transaksi Rp 11,37 triliun.
Memasuki akhir kuartal IV-2021 saat ini, Vice President PT RHB Sekuritas Indonesia, Michael Setjoadi menilai secara historis belanja pemerintah akan masif di akhir tahun.
Ditambah lagi, dengan penurunan kasus Covid-19 dan pelonggaran program pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) membuat aktivitas ekonomi mulai berjalan kembali.
"Kita lihat sektor-sektor yang menarik adalah properti, digital, sektor keuangan, dan konstruksi," ujarnya dalam program Investime CNBC Indonesia TV dikutip Selasa (2/11/2021).
"Jadi, itu menurut saya sektor yang akan menarik sampai akhir tahun. Dengan tingginya harga komoditas, saya yakin untuk meningkatkan sektor properti juga," ujarnya lagi.
Michael meramal, IHSG sampai akhir tahun masih akan menguat hingga ke level 6.700. Dalam artian, dari saat ini tidak ada peningkatan yang potensial yang cukup besar.
"Sebetulnya, IHSG sudah naik cukup tinggi dalam satu bulan terakhir dari awal Oktober saat PPKM dilonggarkan dan dalam waktu dekat mulai ada beberapa eksternal factor," tuturnya.
Faktor eksternal yang dimaksud di antaranya adalah rilis pertumbuhan ekonomi kuartal III-2021, hasil The Federal Open Market Committee (FOMC) meeting oleh bank sentral AS, The Fed, yang sedang berlangsung besok Rabu (3/11/2021).
"Ini juga salah satu event yang penting untuk pasar global dan Indonesia. Karena kita akan mengetahui apakah The Fed akan mulai tapering atau menunda proses tapering (pelonggaran likuiditas)," ungkapnya.
RHB Sekuritas Indonesia memproyeksi The Fed akan mulai melakukan tapering atau pengurangan pembelian obligasi.
Namun tapering dilakukan secara perlahan dan tidak akan terjadi taper tantrum seperti 2013 silam. Taper tantrum ialah respons pasar yang terjadi lebih dahulu ketika the Fed mengumumkan tapering.
Peningkatan suku bunga The Fed pun, kata Michael diperkirakan akan terjadi di akhir tahun 2022.
"Jadi proses tapering dalam waktu dua sampai empat kuartal ke depan."
Di sisi lain, juga diperkirakan akan terjadi disrupsi dari supply chain [rantai pasok] pasar global, karena adanya peningkatan permintaan di pasar global. Hal ini membuat permintaan dan daya beli melemah.
"Salah satunya dampak terbesar adalah consumer related. Terutama dari ritel, semua sektor ritel pada Kuartal III-2021 akan cenderung melemah," ujarnya.
"Jadi kita lihat saham-saham seperti Unilever [UNVR], Japfa [JPFA], kita melihat cross margin cukup terkoreksi sangat besar," kata Michael melanjutkan.
Untuk diketahui, setelah sempat menguat di awal perdagangan, IHSG berakhir di zona pesakitan di Selasa ini (2/11/2021). IHSG ambles dan keluar dari level 6.500.
Hingga penutupan perdagangan, indeks drop 0,91% ke 6.493,28. Terpantau 163 saham menguat, 368 saham anjlok dan 143 saham stagnan.
Di tengah koreksi IHSG, asing melakukan aksi jual saham-saham yang tercermin dari net sell di pasar reguler sebesar Rp 98,3 miliar. Nilai transaksi mencapai Rp 11,37 triliun.
(tas/tas)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Live Now! Pantengin, Bocoran Saham 'Bau-bau' Cuan di November
