InvesTime

Saham Blue Chip juga Bisa 'Longsor' Saat Pandemi, Gegara Apa?

Ferry Sandi, CNBC Indonesia
02 August 2021 10:15
Ilustrasi Bursa Efek Indonesia (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Foto: Ilustrasi Bursa Efek Indonesia (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)

Jakarta, CNBC Indonesia - Masa pandemi sejak Maret 2020, atau hampir 1,5 tahun berlangsung pandemi ini memberikan pengaruh ke pasar saham dalam negeri. Hal itu terlihat dari harga saham emiten-emiten yang secara fundamentalnya baik, justru mengalami penurunan harga saham.

Salah satu yang paling menarik perhatian para investor dan ramai di media sosial para netizen saham adalah PT Unilever Indonesia Tbk (UNVR). Data BEI mencatat saham UNVR pada Jumat (30/7) ditutup turun 2,54% di Rp 4.220/saham.

Dalam sebulan terakhir, saham UNVR turun 19,23%, 3 bulan merosot 31%, year to date juga anjlok 42%, dan 3 tahun terakhir bahkan ambles 55% dengan kapitalisasi pasar Rp 161 triliun. 

Tak hanya UNVR, saham PT HM Sampoerna Tbk (HMSP) juga dalam tren turun. Jumat sahamnya ditutup minus 3,69% di Rp 1.045/saham, sebulan turun 13%, year to date minus 31% dan 3 tahun turun 69%.

Apa yang terjadi?

Padahal, saham UNVR yang terkenal dengan produk pasta gigi Pepsodent, sabun Lifebuoy, Sunlight, deodoran Rexona, hingga kecap cap Bango itu dikenal dengan fundamental yang baik. Demikian pula dengan pendapatan HMSP yang juga masih naik.

Menurut Head Of Research PT Sucor Sekuritas, Adrianus Bias, penurunan saham-saham emiten big cap (kapitalisasi pasar besar) memang ada pengaruh pandemi yang membuat harga saham jadi berubah, kendati secara likuiditas masih lebih stabil.

"Tapi karena pandemi ini tidak terprediksi dampaknya seberat ini, jadi banyak saham fundamental [baik] yang bergeser, yang tadinya saham-saham dengan fundamental stabil dengan growth dan pertumbuhan stabil, tiba-tiba kena imbas pandemi dan harga saham turun drastis," katanya dalam Investime CNBC Indonesia (Kamis, 29/07/2021).

Perubahan sudah mulai terlihat pada awal tahun ini, di mana percepatan pemulihan kesehatan masih diupayakan dengan adanya vaksinasi. Investor juga bisa memantau saham-saham yang berpotensi terbang akibat proses vaksinasi tersebut.

"Tapi setelah recovery vaksin keliatan lebih jalan dibanding tahun lalu secara signifikan. Ini yang kadang fundamentalnya belum kelihatan tapi harga saham naik duluan," jelas Adrianus.

Sebelumnya, Direktur Perdagangan dan Anggota Bursa, Bursa Efek Indonesia (BEI), Laksono Widodo juga menilai saat ini saham-saham big caps dan masuk dalam indeks LQ45 harganya sudah undervalued atau relatif murah, sehingga menarik investor untuk masuk.

Selain itu, mulai ada tren kenaikan saham tipe ini lantaran didorong kenaikan di bursa saham global seperti indeks Dow Jones di AS.

"Dengan naiknya indeks di pasar luar negeri, banyak yang melihat bahwa big caps di Indonesia sudah dinilai undervalued atau relatif murah. LQ45 dan IDX30 juga ketinggalan cukup jauh dari IHSG sehingga membuat big cap companies semakin menarik dari sisi valuasi," kata Laksono, kepada awak media, Jumat (23/7/2021).


(tas/tas)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Live Now! Pegang ASII-UNVR-HMSP 5 Tahun Tekor, kok Bisa?

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular