InvesTime
Efek Jiwasraya-Bumiputera dkk, Apa Dampak ke Bisnis Asuransi?

Jakarta, CNBC Indonesia - Industri asuransi di Indonesia beberapa kali diguncang kasus gagal bayar luar biasa seperti yang terjadi pada PT Asuransi Jiwasraya (Persero) dan AJB Bumiputera 1912.
Namun Direktur Eksekutif Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI), Togar Pasaribu mengharapkan kasus-kasus itu tak membuat masyarakat jadi enggan beli produk asuransi.
"Saya berharap tidak [masyarakat tidak terpengaruh kasus itu], di 2014-15 ada perusahaan yang ditutup. Namun fakta dan data menyatakan kalau industri ini tetap bertumbuh. Nah itu yang musti dipahami," jelas Togar dalam program Investime-CNBC Indonesia, Kamis (29/4/2021).
Dia mengatakan masyarakat saat ini sudah lebih berpendidikan, mereka paham pentingnya asuransi jiwa untuk dimiliki.
Apalagi saat pandemi Covid-19 melanda dan penggunaan asuransi menjadi sangat terasa. Togar mencontohkan biaya pengobatan Covid-19 tanpa ventilator sudah berkisar di angka Rp 70-100 jutaan.
"Apalagi situasi Covid-19 asuransi kesehatan dalam situasi ini kerasa banget. Biaya kena Covid-19 bisa Rp 70-100 juta. Itu tanpa ventilator, kalau pakai ventilator ratusan itu. Jadi penting [punya asuransi]," jelasnya.
Togar juga menceritakan selalu mengedukasi mahasiswa-mahasiwa dalam kuliah umumnya mengenai pentingnya asuransi. Misalnya para wanita yang harus mencari calon suami dengan asuransi jiwa, jadi apabila ada sesuatu pada suaminya di masa depan maka hidupnya masih terjamin.
"Saya selalu bilang kalau ngobrol-ngobrol di kuliah umum, mahasiswa saya selalu bilang 'make sure bahwa calon suami Anda sudah punya asuransi jiwa, so when you married terus something happen with your husband, hidup anda tidak akan terlantar'."
"Demikian juga kalau pria melamar wanita dia harus bilang sama calon mertuanya 'bos mertua nih gue punya polis asuransi jiwa. So dont worry [jangan khawatir] dengan anak perempuan anda'," kata Togar.
Menurut Togar, sejumlah masyarakat juga banyak yang menikmati dengan asuransi. Informasi ini yang tidak terdengar di publik.
Sementara itu selama tahun 2016-2020, klaim asuransi yang dibayarkan menembus Rp 638,15 triliun. Tahun lalu atau saat pandemi, klaim yang dibayarkan senilai Rp151 triliun.
"Covid-19 Maret-Oktober 2020, klaim dibayarkan Rp661 miliar dengan 9.128 polis. Maret-Desember 2020 Rp 1 triliun klaim untuk Covid-19," ungkap Togar.
Secara umum data AAJI mencatat klaim asuransi jiwa mengalami peningkatan setiap tahun sejak 2016 hingga 2020. Secara rinci, pada 2016 total klaim Rp 95,21 triliun, lalu naik menjadi Rp 120,72 triliun pada 2017.
Selanjutnya pada 2018 terjadi pertumbuhan tipis menjadi Rp 121,35 triliun dan berlanjut pada 2019 menjadi Rp 149,77 triliun. Tahun lalu, jumlah klaim sebesar Rp 151,1 triliun, sehingga periode 2016-2020, klaim yang dibayarkan industri asuransi jiwa sebesar Rp 638,15 triliun.
Sebelumnya memang terjadi sejumlah kasus gagal bayar asuransi. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) juga merilis perhitungan kerugian negara (PKN) akibat kasus mega skandal Jiwasraya yang mencapai Rp 16,81 triliun.
Jumlah kerugian skandal Jiwasraya itu terdiri dari investasi saham sebesar Rp 4,65 triliun dan kerugian negara akibat investasi reksa dana Rp 12,16 triliun. Jumlahnya beda tipis dengan proyeksi awal Kejaksaan Agung (Kejagung) Rp 17 triliun.
Selanjutnya ada gagal bayar AJB Bumiputera 1912 yang terjadi sejak Januari 2018, sebelumnya ada pula PT Asuransi Bumi Asih Jaya di 2013, dan PT Asuransi Jiwa Bakrie Life pada 2008. Kemudian di tahun lalu ada PT Asuransi Jiwa Kresna (Kresna Life).
[Gambas:Video CNBC]
Heboh Aduan Nasabah, Ini Jurus Jitu Beli Produk Asuransi Jiwa
(tas/tas)